Banda Aceh (ANTARA Aceh) - Anggota DPR RI H Bachtiar Aly mengatakan, Aceh tidak boleh putus dari sejarah masa lalunya dan hal itu harus dijaga agar generasi mendatang bisa belajar dari pengalaman dari orang-orang terdahulu.
Hal itu disampaikan politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) ini saat berdiskusi dengan pegiat dan pemerhati masalah sejarah dan budaya dalam Forum Penyerapan Aspirasi Masyarakat Aceh, di 3 in 1 Cafe Banda Aceh, Rabu (4/3) malam.
Peserta kebanyakan pemuda perwakilan berbagai lembaga sejarah dan kebudayaan serta mahasiswa, antara lain dari Mapesa, Institute Peradaban Aceh, CISAH, Sapas, Pusat kebudayaan Aceh Turki (Pukat), Pamong Budaya, ISBI Aceh, Formap Unsyiah, dan Badko HMI Aceh.
Menurut Bachtiar, sejarah, baik itu dalam bentuk tulisan atau benda peninggalan merupakan testimoni masa lalu yang penting untuk dijaga. “Supaya generasi mendatang bisa belajar dari pengalaman-pengalaman masa lalu,†kata Bachtiar.
Dari hasil diskusi bersama sekitar puluhan pemuda tersebut, Bahctiar mengatakan, saat ini dirinya melihat ada kegelisahan dari pemuda-pemuda Aceh tentang nilai-nilai ke-Acehan yang semakin luntur. Banyak nilai-nilai budaya yang semakin jarang ditemui dan situs-situs bernilai sejarah tinggi yang tidak terjaga.
“Para budayawan ingin agar Aceh punya galeri atau museum sejarah dan kebudayaan Aceh. situs-situs yang terlantarkan di pindahkan kesitu (museum),†katanya.
Ia juga menyinggung tentang Museum Tsunami Aceh yang saat ini belum maksimal pemanfaatannya.
Legislator: Aceh Tidak Boleh Putus Dari Masa Lalu
Bachtiar mengaku merasa bangga pemuda-pemuda Aceh yang masih peduli terhadap situs-situs sejarah, mereka melakukan kerja-kerja penyelamatan benda-benda sejarah secara sukarela. “Ya, disamping rasa bangga juga ada rasa sedih,†ujarnya.
Kesedihan itu, kata dia karena penyelenggara pemerintahan tidak peduli terhadap situs-situs sejarah Aceh yang padahal cukup dihargai oleh peneliti-peneliti sejarah baik dari Aceh maupun dari negara lain.
Ke depan Bachtiar mengaku akan berkomunikasi dengan para peneliti sejarah, dan meminta mereka untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya menjaga sejarah dan kebudayaan.
“Kita minta mereka (peneliti) untuk memberikan testimoni, bahwa batu (peninggalan sejarah) itu bukan sekedar batu," demikian Bachtiar.
Hal itu disampaikan politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) ini saat berdiskusi dengan pegiat dan pemerhati masalah sejarah dan budaya dalam Forum Penyerapan Aspirasi Masyarakat Aceh, di 3 in 1 Cafe Banda Aceh, Rabu (4/3) malam.
Peserta kebanyakan pemuda perwakilan berbagai lembaga sejarah dan kebudayaan serta mahasiswa, antara lain dari Mapesa, Institute Peradaban Aceh, CISAH, Sapas, Pusat kebudayaan Aceh Turki (Pukat), Pamong Budaya, ISBI Aceh, Formap Unsyiah, dan Badko HMI Aceh.
Menurut Bachtiar, sejarah, baik itu dalam bentuk tulisan atau benda peninggalan merupakan testimoni masa lalu yang penting untuk dijaga. “Supaya generasi mendatang bisa belajar dari pengalaman-pengalaman masa lalu,†kata Bachtiar.
Dari hasil diskusi bersama sekitar puluhan pemuda tersebut, Bahctiar mengatakan, saat ini dirinya melihat ada kegelisahan dari pemuda-pemuda Aceh tentang nilai-nilai ke-Acehan yang semakin luntur. Banyak nilai-nilai budaya yang semakin jarang ditemui dan situs-situs bernilai sejarah tinggi yang tidak terjaga.
“Para budayawan ingin agar Aceh punya galeri atau museum sejarah dan kebudayaan Aceh. situs-situs yang terlantarkan di pindahkan kesitu (museum),†katanya.
Ia juga menyinggung tentang Museum Tsunami Aceh yang saat ini belum maksimal pemanfaatannya.
Legislator: Aceh Tidak Boleh Putus Dari Masa Lalu
Bachtiar mengaku merasa bangga pemuda-pemuda Aceh yang masih peduli terhadap situs-situs sejarah, mereka melakukan kerja-kerja penyelamatan benda-benda sejarah secara sukarela. “Ya, disamping rasa bangga juga ada rasa sedih,†ujarnya.
Kesedihan itu, kata dia karena penyelenggara pemerintahan tidak peduli terhadap situs-situs sejarah Aceh yang padahal cukup dihargai oleh peneliti-peneliti sejarah baik dari Aceh maupun dari negara lain.
Ke depan Bachtiar mengaku akan berkomunikasi dengan para peneliti sejarah, dan meminta mereka untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya menjaga sejarah dan kebudayaan.
“Kita minta mereka (peneliti) untuk memberikan testimoni, bahwa batu (peninggalan sejarah) itu bukan sekedar batu," demikian Bachtiar.