Meulaboh (ANTARA Aceh)- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Solidarits Untuk Anti Korupsi (SuAK) Aceh meminta pemerintah meninjau penggunaan bahan bakar batubara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Nagan Raya, karena ada indikasi kalorinya tidak sesuai.
Koordinator SuAK Aceh T Neta Firdaus di Meulaboh, Senin mengatakan bahwa perusahaan pemerintah dikelola PT PLN (persero) tersebut harusnya menggunakan bahan bakar kalori batubara standar 4.000 kalori agar sesuai dengan kapasitas peralatan untuk menghasilkan energi maksimal.
"Apabila bahan bakar PLTU ini menggunakan kalori rendah, maka akan terjadi kerugian negara. Selama ini kami memantau energi listrik yang dikeluarkan oleh PLTU di Nagan Raya itu tidak sesuai dari angka 220 x 2 megawatt," katanya.
Sebagai aktivis lokal yang konsen memantau penyalahgunaan anggaran dan kewenangan pemerintah, SuAk Aceh prihatin dengan keberadanaan PLTU di Nagan Raya tersebut karena selama ini hanya mampu mengeluarkan energi listrik sebesar 180 X 2 Mw.
Kata Neta, perencanaan pemerintah terhadap pembangunan perusahaan ini, dengan kontruksi yang begitu besar PLTU tersebut mengeluarkan energi 220x2 Mw sehingga baru mampu menyuplai energi listrik kewilayah Medan Sumatera Utara dan Aceh.
Jika kondisi ini terus terjadi sebutnya, maka penggunaan batu bara dibawah standar itu juga berpotensi terjadinya tindak pidana korupsi karena produksi daya listrik tidak sesuai dengan belanja negara dan target daya listrik yang diproduksi serta dapat terjadinya kerusakan pada peralatan.
"Kerugian negara jelas dapat terjadi bila produksi tidak sesuai perencanan. Karena itu kita berharap pemerintah meninjau ulang terhadap pengunaan bahan bakar kalori batu bara PLTU di Nagan Raya ini," katanya.
Lebih lanjut dikatakan, dikawasan setempat juga memiliki satu perusahaan bergerak disektor pertambangan batu bara yakni PT Mifa Bersaudara, akan tetapi produksi yang dihasilkan berkalori rendah yakni dibawah 3.000 kalori.
Meskipun demikian SuAk Aceh mendesak managemen perusahaan batu bara yang berada diwilayah Kabupaten Aceh Barat dan Nagan Raya untuk segera menghentikan ekspor bahan mentah baty bara ke luar negeri agar produksi lokal bisa dijadikan sebagai cadangan penompang realisasi penambahan kapasitas listrik 35.000 Mw pada 2019.
Ketersediaan bahan cadangan tersebut nantinya dapat dimanfaatkan PLTU di Nagan raya tersebut untuk pembangunan secara bertahap kontruksi pembangkit energi listrik tahap II, III dan IV sesuai perencanaan diketahui selama ini.
"Sekarang ini kita harapkan PLTU juga tidak memaksakan diri mengunakan batu bara produksi lokal bila tidak sesuai kalorinya. Solusinya menurut kami harus ada pihak swasta membangun Blending Station agar pengunaan kalori dapat sesuai," katanya menambahkan.
Koordinator SuAK Aceh T Neta Firdaus di Meulaboh, Senin mengatakan bahwa perusahaan pemerintah dikelola PT PLN (persero) tersebut harusnya menggunakan bahan bakar kalori batubara standar 4.000 kalori agar sesuai dengan kapasitas peralatan untuk menghasilkan energi maksimal.
"Apabila bahan bakar PLTU ini menggunakan kalori rendah, maka akan terjadi kerugian negara. Selama ini kami memantau energi listrik yang dikeluarkan oleh PLTU di Nagan Raya itu tidak sesuai dari angka 220 x 2 megawatt," katanya.
Sebagai aktivis lokal yang konsen memantau penyalahgunaan anggaran dan kewenangan pemerintah, SuAk Aceh prihatin dengan keberadanaan PLTU di Nagan Raya tersebut karena selama ini hanya mampu mengeluarkan energi listrik sebesar 180 X 2 Mw.
Kata Neta, perencanaan pemerintah terhadap pembangunan perusahaan ini, dengan kontruksi yang begitu besar PLTU tersebut mengeluarkan energi 220x2 Mw sehingga baru mampu menyuplai energi listrik kewilayah Medan Sumatera Utara dan Aceh.
Jika kondisi ini terus terjadi sebutnya, maka penggunaan batu bara dibawah standar itu juga berpotensi terjadinya tindak pidana korupsi karena produksi daya listrik tidak sesuai dengan belanja negara dan target daya listrik yang diproduksi serta dapat terjadinya kerusakan pada peralatan.
"Kerugian negara jelas dapat terjadi bila produksi tidak sesuai perencanan. Karena itu kita berharap pemerintah meninjau ulang terhadap pengunaan bahan bakar kalori batu bara PLTU di Nagan Raya ini," katanya.
Lebih lanjut dikatakan, dikawasan setempat juga memiliki satu perusahaan bergerak disektor pertambangan batu bara yakni PT Mifa Bersaudara, akan tetapi produksi yang dihasilkan berkalori rendah yakni dibawah 3.000 kalori.
Meskipun demikian SuAk Aceh mendesak managemen perusahaan batu bara yang berada diwilayah Kabupaten Aceh Barat dan Nagan Raya untuk segera menghentikan ekspor bahan mentah baty bara ke luar negeri agar produksi lokal bisa dijadikan sebagai cadangan penompang realisasi penambahan kapasitas listrik 35.000 Mw pada 2019.
Ketersediaan bahan cadangan tersebut nantinya dapat dimanfaatkan PLTU di Nagan raya tersebut untuk pembangunan secara bertahap kontruksi pembangkit energi listrik tahap II, III dan IV sesuai perencanaan diketahui selama ini.
"Sekarang ini kita harapkan PLTU juga tidak memaksakan diri mengunakan batu bara produksi lokal bila tidak sesuai kalorinya. Solusinya menurut kami harus ada pihak swasta membangun Blending Station agar pengunaan kalori dapat sesuai," katanya menambahkan.