Lhokseumawe (ANTARA Aceh) - Teknologi pendeteksi kawanan ikan yang sudah berkembang pesat belum dapat dinikmati nelayan di kawasan Lhokseumawe, Provinsi Aceh yang masih harus menggunakan cara-cara tradisional dan mengandalkan kemampuan menalar berdasarkan pengalaman semata.
Kepala Seksi Penangkapan Ikan pada Dinas Kelautan Peternakan dan Pertanian (DKPP) Kota Lhokseumawe, Alamsyah di Lhokseumawe, Selasa menyebutkan bahwa teknologi pendeteksi ikan yang dimiliki oleh nelayan di wilayah Lhokseumawe masih sangat minim dan bisa dihitung dengan jari jumlahnya.
Akibatnya, nelayan belum maksimal dalam melakukan upaya berburu ikan karena ketiadaan teknologi yang belum memadai. Sedangkan pengalaman mendeteksi kumpulan ikan masih mengandalkan kemampuan menalar dengan melihat tanda-tanda yang ada.
"Masih banyak nelayan kita yang masih mengandalkan kemampuan pengalaman melihat tanda-tanda dilokasi mana yang banyak ikannya dilaut. Seperti, adanya camar yang terbang, adanya kayu yang hanyut, berubahnya warna air dan sejumlah tanda-tanda lainnya," ucap Alamsyah.
Minimnya teknologi pendeteksi ikan tersebut, tentu saja ikut mempengaruhi hasil tangkapan nelayan. Selain itu, juga ikut mempengaruhi pendapatan nelayan karena persoalan efesiensi waktu dan biaya.
Nelayan pergi melaut dulu tanpa belum ada sasaran atau target yang jelas. Terkadang cepat mendapat kawanan ikan, bahkan lama belum juga mendapat kawanan ikan.
Dengan cara seperti ini, waktu menjadi tidak efesien dan juga banyak menggunakan bahan bakar. Akan tetapi jika memiliki alat Fish Finder (pendeteksi ikan), akan dengan mudah mencapai saaran tanpa harus berputar-putar dilaut, jelas Alamsyah.
Masih minimnya teknologi penangkapan ikan oleh nelayan di Lhokseumawe patut mendapat perhatian dari pemerintah.