Blangpidie (ANTARA Aceh) - Petani di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) mendukung program sapi indukan wajib bunting (Siwab) yang kini sedang digalakkan Pemerintah melalui inseminasi buatan (IB), sehingga populasi hewan ternak akan bertambah lagi di pedesaan.
Salah seorang petani di Kecamatan Lembah Sabil, Abdya, Ibnu Hajar di Blangpidie, Kamis, menyatakan dukungannya terhadap program Siwab yang diselenggarakan oleh petugas peternakan, supaya induk sapi yang dimilikinya bisa cepat berkembang biak setelah lahirnya anakan.
"Sapi ternak saya sekarang ada dua ekor. Kedua-duanya saya bawa kemari khusus untuk inseminasi buatan, supaya cepat melahirkan anakan," katanya saat acara Siwab dibantaran Sungai Krueng Baru, Kecamatan Lembah Sabil.
Petani lainnya dari kecamatan Tangan-Tangan, Kamaruddin mengatakan, jumlah hewan ternak sapi ataupun kerbau saat ini semakin menurun karena masyarakat tani sudah tidak lagi memeliharanya, karena lahan pengembalaan hewan ternak sudah menyempit di desa-desa.
Selain menyempitnya lahan pengembalan, lanjut dia, turunnya populasi kerbau di pedesaan juga karena faktor teknologi dan mekanisasi canggih pertanian.
Sehingga, lanjut dia, petani di desa-desa lebih memilih kerbau buatan pabrik yang makan minumnya bahan bakar minyak (traktor), untuk menggarap lahan sawah pada musim tanam padi tiba.
Apalagi, dengan mengunakan traktor, proses pembajakan lahan persawahan menjadi lebih cepat bila dibandingkan tenaga hewan, katanya menambahkan.
"Makanya populasi hewan kerbau sudah mulai sedikit di desa-desa. Jadi, dengan adanya program Siwab ini, kita berharap populasi kerbau di pedesaan akan kembali bertambah banyak seperti 25 tahun lalu," tuturnya.
Ia menceritakan, sekitar tahun 1990, jumlah populasi kerbau di desanya cukup banyak. Hampir setiap petani sawah memiliki kerbau sedikitnya dua ekor untuk kebutuhan membajak sawah, sekaligus untuk mencari keuntungan ketika hewan peliharaan itu sudah berkembang biak.
"Dulu hampir rata-rata petani di desa punya kerbau untuk kebutuhan membajak sawah. Usai membajak kerbaunya digembala supaya cepat melahirkan anakan. Dalam dua tahun anakan itu sudah besar dijual pada pedagang. Hanya saja dulu harga kerbau masih murah," ucapnya.
Kepala Dinas Peternakan Aceh, Zulyazaini Yahya, menyatakan, Abdya dulu sangat terkenal dengan kerbau rawa yang populasinya sudah melebihi dari jumlah penduduk daerah itu, tapi apakah masih ada komoditi itu sekarang.
"Alhamdulillah kalau masih ada. Saya takut tidak ada lagi. Karena dari jumlah data saya peroleh, jumlah populasi kerbau rawa Abdya hanya tinggal sekitar 4 ribuan ekor lagi. Ini aset sangat penting kita jaga dalam rangka membangun ekonomi rakyat ke depan," ujarnya.
Dulu, sambung dia, para orang tua naik haji biayanya dari hasil penjualan kerbau, dan bahkan untuk biaya anak-anak mereka sekolah juga dari hasil jasa kerbau.
"Tapi, hari ini kita sudah lupa kepada komoditi unggulan yang telah memberikan kontribusi besar terhadap kemajuan rakyat itu," katanya.
"Saya mohon pada seluruh kepala daerah di kabupaten/kota di Provinsi Aceh untuk mendukung penambahan populasi kerbau dan sapi di daerah masing-masing, agar komoditi unggulan tersebut dapat kembali berkembang di bumi 'Serambi Mekkah' ini," pintanya.