Banda Aceh, 6/9 (Antaraaceh) - Qanun atau peraturan daerah tentang Hukum Jinayat (pidana) nantinya juga berlaku bagi setiap orang beragama non-Muslim yang melakukan perbuatan "Jarimah" (dilarang syariat Islam) di Provinsi Aceh yang tidak diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Komisi G DPR Aceh dengan eleman masyarakat membahas Rancangan Qanun Hukum Jinayat dan Raqan Syariat Islam di Banda Aceh, Sabtu, terungkap bahwa ketentuan Qanun Hukum Jinayat berlaku bagi non-Muslim tercantum pada Pasal 5 ayat (c).
Dengan demikian, bagi warga non-Muslim yang melakukan pelanggaran syariat Islam yang diatur dalam Qanun Jinayat, maka akan mendapat hukuman sesuai yang diatur dalam peraturan tersebut, kata Ketua Komisi G DPRA Tgk Ramli.
Dalam Raqan Hukum Jinayah Pasal 3 ayat 1 disebutkan, qanun tersebut mengatur tentang pelaku jarimah, jarimah dan "uqubat" (hukuman yang dapat dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku jarimah).
Pada ayat 2 dijelaskan yang termasuk jarimah meliputi khamar (minuman keras), maisir (judi), khalwat (perbuatan tersembunyi antara 2 orang berlainan jenis yang bukan mahram), ikhtilath (bermesraan antara dua orang berlainan jenis yang bukan suami istri), zina, pelecehan seksual, dan pemerkosaan.
Selanjutnya, qadzaf (menuduh orang melakukan zina tanpa dapat mengajukan paling kurang 4 saksi), liwath (homo seksual) dan musahaqah (lesbian).
Salah seorang tim ahli Komisi G Prof Dr Alyasa' Abubakar menyatakan, peraturan tersebut merupakan amanah dari Undang Undang Pemerintah Aceh (UUPA) pasal 129.
"Jadi, kita hanya melaksanakan UUPA," kata Al Yasa' menanggapi salah seorang peserta rapat.
Menyinggung masalah uqubat (hukuman) dijelaskan pada Bab IV mulai pasal 15 sampai pasal 62. Pada pasal tersebut diterangkan pelaku jarimah akan mendapat hukuman cambuk atau denda berupa emas atau penjara.
Banyaknya cambuk atau denda tergantung dari tingkat kesalahan, yang paling riang hukuman cambuk 10 kali atau denda 100 gram emas atau penjara paling lama 10 bulan, seperti perbuatan khalwat, sedangkan hukuman yang paling berat adalah jarimah perkosaan dengan hukuman cambuk 150 kali atau denda 1.500 gram emas atau penjara 150 bulan.
Menyinggung hukuman ranzam, Alyasa' menyatakan, dalam penerapan hukum jinayat akan dilakukan secara bertahap.
"Pada tahap awal, kita perkuat dulu hukuman cambuk. Kalau qanun ini sudah berjalan, artinya masyarakat sudah sadar tentang agama, maka kemungkinan akan kita masukkan hukum razam," katanya.
Ketua Komisi G Tgk Ramli menyampaikan apresiasi kepada masyarakat yang begitu antusias membantu ikut mengoreksi Raqan Hukum Jinayat, sehingga akan mempercepat proses pengesahannya.
"Kita harapkan dalam bulan ini, sebelum masa tugas DPR Aceh periode 2009-2014 berakhir, raqan ini sudah disahkan menjadi qanun, sehingga rakyat Aceh memiliki dasar hukum dalam melaksanakan syariat Islam," katanya.
Hadir pada RDPU itu tim ahli dari Komisi G yang dipimpin Prof Dr Alyasa' Abubakar, kemudian Kapolda Aceh yang diwakili Kabidkum Kombes Pol Kawedan, Kajati Aceh yang diwakili Ikhwan Nurhakim, Ketua Mahkamah Syariyah Tgk Idris Mahmudi selaku tim penasehat Komisi G, tokoh ulama, akademisi, organisasi perempuan, aktivis Hak Azasi Manusian dan Ormas Islam.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Komisi G DPR Aceh dengan eleman masyarakat membahas Rancangan Qanun Hukum Jinayat dan Raqan Syariat Islam di Banda Aceh, Sabtu, terungkap bahwa ketentuan Qanun Hukum Jinayat berlaku bagi non-Muslim tercantum pada Pasal 5 ayat (c).
Dengan demikian, bagi warga non-Muslim yang melakukan pelanggaran syariat Islam yang diatur dalam Qanun Jinayat, maka akan mendapat hukuman sesuai yang diatur dalam peraturan tersebut, kata Ketua Komisi G DPRA Tgk Ramli.
Dalam Raqan Hukum Jinayah Pasal 3 ayat 1 disebutkan, qanun tersebut mengatur tentang pelaku jarimah, jarimah dan "uqubat" (hukuman yang dapat dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku jarimah).
Pada ayat 2 dijelaskan yang termasuk jarimah meliputi khamar (minuman keras), maisir (judi), khalwat (perbuatan tersembunyi antara 2 orang berlainan jenis yang bukan mahram), ikhtilath (bermesraan antara dua orang berlainan jenis yang bukan suami istri), zina, pelecehan seksual, dan pemerkosaan.
Selanjutnya, qadzaf (menuduh orang melakukan zina tanpa dapat mengajukan paling kurang 4 saksi), liwath (homo seksual) dan musahaqah (lesbian).
Salah seorang tim ahli Komisi G Prof Dr Alyasa' Abubakar menyatakan, peraturan tersebut merupakan amanah dari Undang Undang Pemerintah Aceh (UUPA) pasal 129.
"Jadi, kita hanya melaksanakan UUPA," kata Al Yasa' menanggapi salah seorang peserta rapat.
Menyinggung masalah uqubat (hukuman) dijelaskan pada Bab IV mulai pasal 15 sampai pasal 62. Pada pasal tersebut diterangkan pelaku jarimah akan mendapat hukuman cambuk atau denda berupa emas atau penjara.
Banyaknya cambuk atau denda tergantung dari tingkat kesalahan, yang paling riang hukuman cambuk 10 kali atau denda 100 gram emas atau penjara paling lama 10 bulan, seperti perbuatan khalwat, sedangkan hukuman yang paling berat adalah jarimah perkosaan dengan hukuman cambuk 150 kali atau denda 1.500 gram emas atau penjara 150 bulan.
Menyinggung hukuman ranzam, Alyasa' menyatakan, dalam penerapan hukum jinayat akan dilakukan secara bertahap.
"Pada tahap awal, kita perkuat dulu hukuman cambuk. Kalau qanun ini sudah berjalan, artinya masyarakat sudah sadar tentang agama, maka kemungkinan akan kita masukkan hukum razam," katanya.
Ketua Komisi G Tgk Ramli menyampaikan apresiasi kepada masyarakat yang begitu antusias membantu ikut mengoreksi Raqan Hukum Jinayat, sehingga akan mempercepat proses pengesahannya.
"Kita harapkan dalam bulan ini, sebelum masa tugas DPR Aceh periode 2009-2014 berakhir, raqan ini sudah disahkan menjadi qanun, sehingga rakyat Aceh memiliki dasar hukum dalam melaksanakan syariat Islam," katanya.
Hadir pada RDPU itu tim ahli dari Komisi G yang dipimpin Prof Dr Alyasa' Abubakar, kemudian Kapolda Aceh yang diwakili Kabidkum Kombes Pol Kawedan, Kajati Aceh yang diwakili Ikhwan Nurhakim, Ketua Mahkamah Syariyah Tgk Idris Mahmudi selaku tim penasehat Komisi G, tokoh ulama, akademisi, organisasi perempuan, aktivis Hak Azasi Manusian dan Ormas Islam.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014