Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu, memanggil mantan Staf Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Husni Fahmi dalam penyidikan kasus korupsi pengadaan paket penerapan KTP-elektronik (KTP-el).

Husni dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) dan mantan Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya (ISE).

"Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka ISE," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, di Jakarta, Rabu.

Husni yang juga mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP-el itu merupakan salah satu tersangka dalam kasus tersebut. Namun, penyidik hari ini memanggilnya dalam kapasitas sebagai saksi.

Selain Isnu, KPK pada 13 Agustus 2019 juga telah mengumumkan tiga tersangka baru dalam pengembangan kasus KTP-el, yakni anggota DPR RI 2014-2019 Miriam S Hariyani (MSH), Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos (PST), dan Husni Fahmi (HSF).

Adapun peran dari tersangka Isnu disebut bahwa pada Februari 2011 setelah ada kepastian akan dibentuknya beberapa konsorsium untuk mengikuti lelang KTP-el, pengusaha Andi Agustinus dan tersangka Isnu menemui mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto agar salah satu dari konsorsium apat memenangkan proyek KTP-el.



Atas permintaan tersebut, Irman menyetujui dan meminta komitmen pemberian uang kepada anggota DPR RI. Kemudian tersangka Isnu, tersangka Paulus, dan perwakilan vendor-vendor lainnya membentuk Konsorsium PNRI.

Selanjutnya, pemimpin konsorsium disepakati berasal dari BUMN, yaitu PNRI agar mudah diatur karena dipersiapkan sebagai konsorsium yang akan memenangkan lelang pekerjaan penerapan KTP-el.

Pada pertemuan selanjutnya, mantan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana menyampaikan bahwa PT Quadra Solution bersedia untuk bergabung di konsorsium PNRI.

Andi Agustinus, Paulus, dan Isnu menyampaikan apabila ingin bergabung dengan konsorsium PNRI maka ada komitmen "fee" untuk pihak di DPR RI, Kemendagri, dan pihak lain.

Tersangka Isnu juga sempat menemui tersangka Husni untuk konsultasi masalah teknologi dikarenakan BPPT sebelumnya melakukan uji petik KTP-el pada 2009.

Tersangka Isnu bersama konsorsium PNRI mengajukan penawaran paket pengerjaan dengan nilai kurang lebih Rp5,8 triliun. Pada 30 Juni 2011, Konsorsium PNRI dimenangkan sebagai pelaksana pekerjaan penerapan KTP-el Tahun Anggaran 2011-2012.

Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, manajemen bersama Konsorsium PNRI diperkaya Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar terkait proyek KTP-el itu.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020