Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Hidayat Nur Wahid mengatakan MPR RI akan segera membentuk Mahkamah Kehormatan Majelis (MKM), seperti yang pernah diusulkannya.
"Mahkamah Kehormatan Majelis bisa menjadi simbol dan menguatkan komitmen beretika dalam melaksanakan 4 pilar MPR RI," kata HNW, sapaan akrab Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, M.A.
Hal tersebut disampaikan HNW saat hadir dalam temu tokoh masyarakat yang diselenggarakan Ormas Garuda Keadilan Sumatera Barat secara virtual, Sabtu.
Menurut dia, MKM akan menjadi simbol komitmen menghadirkan etika dan pentingnya praktik etika, moral, serta akhlak dalam berbangsa dan bernegara dalam bingkai 4 pilar MPR RI.
MKM bertujuan untuk mendorong serta mengawal lembaga MPR, para pimpinan dan anggota MPR RI itu bisa menjadi contoh dalam memegang prinsip etika, moral, dan akhlak dalam berbangsa dan bernegara.
Untuk dapat berkontribusi menjaga prinsip etika, akhlak, dan moral berbangsa dan negara, MPR yang menyosialisasikan 4 pilar, dan sebagai lembaga yang membuat TAP MPR Nomor VI tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, sangat wajar bila mementingkan pembentukan MKM bagi para pimpinan dan anggota MPR.
HNW berharap agar pimpinan MPR RI, anggota, dan tokoh masyarakat dapat saling menguatkan dalam komitmen dan praktik etika agar bisa selalu mendukung untuk mengatasi berbagai penyakit masyarakat dan berbangsa, seperti dekadensi moral, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), korupsi, ketidakadilan hukum, ketimpangan sosial dan ekonomi, pembelahan bangsa, oligarki ekonomi dan poliitik, serta banyak persoalan lainnya.
"Apabila permasalahan itu tidak diatasi segera, berpotensi menghambat upaya kolektif untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, proklamasi, dan reformasi," katanya menambahkan.
Lebih lanjut, HNW menegaskan perlunya pendekatan etika, akhlak, dan moral, selain pentingnya pendekatan hukum, politik, ekonomi, dan sosial.
"Makanya, kita memerlukan lembaga-lembaga yang terus menyuarakan, menegakkan, dan mempraktik etika, moral, dan akhlak dalam kehidupan berbangsa," ujarnya.
HNW menuturkan bahwa lembaga-lembaga etik tersebut telah dimiliki oleh berbagai lembaga negara, seperti DPR, DPD, Komisi Yudisial (KY), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Namun, kata dia, sayangnya MPR selaku lembaga yang mengelola sosialisasi 4 pilar dan memiliki dasar hukum TAP MPR Nomor VI/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara yang menjadi rujukan lembaga negara lainnya malah belum memiliki forum khusus yang mengurusi persoalan etika.
Oleh karena itu, bersamaan dengan adanya kesepakatan antara Ketua MPR, Ketua KY, dan Ketua DKPP untuk penyelenggaraan Konferensi Nasional Mahkamah Etik, HNW pernah mengusulkan kepada pimpinan MPR agar MPR terlebih dahulu membentuk lembaga yang terkait dengan penegakan etika di lingkungan MPR.
"Alhamdulillah, dalam dua rapat pimpinan MPR maupun rapat gabungan pimpinan MPR dengan pimpinan fraksi-fraksi dan kelompok anggota (DPD), disepakatilah pembentukan MKM itu," katanya menjelaskan.
HNW menilai kesepakatan atau persetujuan ini merupakan satu langkah yang sangat maju walau masih akan dibahas lebih lanjut apakah lembaga penegak etika di MPR itu nanti berbentuk ad hoc atau bersifat permanen.
Apalagi, jelas HNW, lembaga ini juga untuk mengawal dan membela kepentingan anggota dan warga MPR tidak hanya secara ad hoc, tetapi sepanjang waktu karena eksistensi dan kegiatan mereka di MPR juga bersifat berkelanjutan, tidak ad hoc saja, seperti kegiatan sosialisasi 4 pilar MPR yang bersifat permanen dan berkelanjutan, dan potensial memerlukan hadirnya MKM untuk menyemangati, mengawal kehormatan MPR, serta anggota dan program-programnya.
Dengan demikian, lanjut dia, MKM tidak tumpang-tindih dengan apa yg diurusi oleh MKD-nya DPR dan BKD-nya DPD.
"Karena yang diurusi oleh MKD maupun BKD bukanlah yang akan diurusi oleh Mahkamah Kehormatan Majelis-nya MPR, karena yang akan diurusi oleh MKM hanyalah yang terkait dengan MPR dan kegiatan di MPR saja," pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020
"Mahkamah Kehormatan Majelis bisa menjadi simbol dan menguatkan komitmen beretika dalam melaksanakan 4 pilar MPR RI," kata HNW, sapaan akrab Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, M.A.
Hal tersebut disampaikan HNW saat hadir dalam temu tokoh masyarakat yang diselenggarakan Ormas Garuda Keadilan Sumatera Barat secara virtual, Sabtu.
Menurut dia, MKM akan menjadi simbol komitmen menghadirkan etika dan pentingnya praktik etika, moral, serta akhlak dalam berbangsa dan bernegara dalam bingkai 4 pilar MPR RI.
MKM bertujuan untuk mendorong serta mengawal lembaga MPR, para pimpinan dan anggota MPR RI itu bisa menjadi contoh dalam memegang prinsip etika, moral, dan akhlak dalam berbangsa dan bernegara.
Untuk dapat berkontribusi menjaga prinsip etika, akhlak, dan moral berbangsa dan negara, MPR yang menyosialisasikan 4 pilar, dan sebagai lembaga yang membuat TAP MPR Nomor VI tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, sangat wajar bila mementingkan pembentukan MKM bagi para pimpinan dan anggota MPR.
HNW berharap agar pimpinan MPR RI, anggota, dan tokoh masyarakat dapat saling menguatkan dalam komitmen dan praktik etika agar bisa selalu mendukung untuk mengatasi berbagai penyakit masyarakat dan berbangsa, seperti dekadensi moral, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), korupsi, ketidakadilan hukum, ketimpangan sosial dan ekonomi, pembelahan bangsa, oligarki ekonomi dan poliitik, serta banyak persoalan lainnya.
"Apabila permasalahan itu tidak diatasi segera, berpotensi menghambat upaya kolektif untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, proklamasi, dan reformasi," katanya menambahkan.
Lebih lanjut, HNW menegaskan perlunya pendekatan etika, akhlak, dan moral, selain pentingnya pendekatan hukum, politik, ekonomi, dan sosial.
"Makanya, kita memerlukan lembaga-lembaga yang terus menyuarakan, menegakkan, dan mempraktik etika, moral, dan akhlak dalam kehidupan berbangsa," ujarnya.
HNW menuturkan bahwa lembaga-lembaga etik tersebut telah dimiliki oleh berbagai lembaga negara, seperti DPR, DPD, Komisi Yudisial (KY), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Namun, kata dia, sayangnya MPR selaku lembaga yang mengelola sosialisasi 4 pilar dan memiliki dasar hukum TAP MPR Nomor VI/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara yang menjadi rujukan lembaga negara lainnya malah belum memiliki forum khusus yang mengurusi persoalan etika.
Oleh karena itu, bersamaan dengan adanya kesepakatan antara Ketua MPR, Ketua KY, dan Ketua DKPP untuk penyelenggaraan Konferensi Nasional Mahkamah Etik, HNW pernah mengusulkan kepada pimpinan MPR agar MPR terlebih dahulu membentuk lembaga yang terkait dengan penegakan etika di lingkungan MPR.
"Alhamdulillah, dalam dua rapat pimpinan MPR maupun rapat gabungan pimpinan MPR dengan pimpinan fraksi-fraksi dan kelompok anggota (DPD), disepakatilah pembentukan MKM itu," katanya menjelaskan.
HNW menilai kesepakatan atau persetujuan ini merupakan satu langkah yang sangat maju walau masih akan dibahas lebih lanjut apakah lembaga penegak etika di MPR itu nanti berbentuk ad hoc atau bersifat permanen.
Apalagi, jelas HNW, lembaga ini juga untuk mengawal dan membela kepentingan anggota dan warga MPR tidak hanya secara ad hoc, tetapi sepanjang waktu karena eksistensi dan kegiatan mereka di MPR juga bersifat berkelanjutan, tidak ad hoc saja, seperti kegiatan sosialisasi 4 pilar MPR yang bersifat permanen dan berkelanjutan, dan potensial memerlukan hadirnya MKM untuk menyemangati, mengawal kehormatan MPR, serta anggota dan program-programnya.
Dengan demikian, lanjut dia, MKM tidak tumpang-tindih dengan apa yg diurusi oleh MKD-nya DPR dan BKD-nya DPD.
"Karena yang diurusi oleh MKD maupun BKD bukanlah yang akan diurusi oleh Mahkamah Kehormatan Majelis-nya MPR, karena yang akan diurusi oleh MKM hanyalah yang terkait dengan MPR dan kegiatan di MPR saja," pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020