Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan izin terkait ekspor benih lobster telah bermasalah sejak awal sehingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga perlu mengusut perusahaan lain yang menjadi penerima izin ekspor benih lobster.

"Pemberian izin ekspor benih lobster sangat-sangat bermasalah sejak dari awal, khususnya ketiadaan transparansi dan akuntabilitas," kata Sekjen Kiara Susan Herawati dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Susan mengingatkan bahwa Ombudsman Republik Indonesia (ORI) pernah mengingatkan dalam kebijakan pemberian izin ekspor lobster ini terdapat banyak potensi kecurangan.

Bahkan, lanjut Susan, ORI menyebut bahwa izin ekspor benih lobster itu bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia. "Sayangnya, Edhy Prabowo tidak mendengarkan penilaian tersebut," ungkapnya.



Susan mendesak KPK untuk melakukan penyelidikan dan pengusutan lebih dalam kepada sejumlah perusahaan yang telah melakukan ekspor benih lobster berdasarkan izin yang telah diberikan oleh Edhy Prabowo.

Hal tersebut, lanjutnya, karena setidaknya telah ada sembilan perusahaan yang melakukan ekspor benih lobster per Juli 2020.

Bagi Susan, mekanisme pemberian izin ekspor bagi 9 perusahaan ini, wajib diselidiki terus oleh KPK.



Sekjen Kiara mengapresiasi langkah-langkah cepat yang diambil oleh KPK dalam merespon kasus ini.

Sebelumnya, KPK  resmi menetapkan Edhy Prabowo sebagai tersangka dugaan suap ekspor benih lobster pada Rabu (25/11) dini hari. Selain Edhy, ada enam orang lainnya yang turut ditetapkan sebagai tersangka, 1 di antaranya adalah pemberi suap.

KKP melalui Surat Edaran Nomor: B. 22891 IDJPT/Pl.130/Xl/2020 menyatakan menghentikan sementara penerbitan Surat Penetapan Waktu Pengeluaran (SPWP) terkait ekspor benih bening lobster.

"Terhitung surat edaran ini ditetapkan, penerbitan SPWP dihentikan hingga batas waktu yang tidak ditentukan," sebagaimana tercantum dalam SE yang ditandatangani oleh Plt Dirjen Perikanan Tangkap, Muhammad Zaini di Jakarta, 26 November 2020.



Dalam surat edaran tersebut disebutkan bahwa langkah kebijakan penghentian sementara itu adalah dalam rangka memperbaiki tata kelola pengelolaan benih bening lobster (BBL) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMENKP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Ponunus spp.) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia serta mempertimbangkan proses revisi Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Kemudian, disebutkan pula bahwa bagi perusahaan eksportir yang memiliki BBL dan masih tersimpan di packing house per tanggal surat edaran ini ditetapkan, diberikan kesempatan untuk mengeluarkan BBL dari Negara Republik Indonesia paling lambat satu hari setelah surat edaran ini ditetapkan.

Surat Edaran tersebut ditujukan kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota; Ketua Kelompok Usaha Bersama Penangkap Benih Bening Lobster; serta Eksportir Benih Bening Lobster.

Tembusan dari surat tersebut adalah kepada Menteri Kelautan dan Perikanan RI Ad. Interim; Sekretaris Jenderal KKP; Inspektur Jenderal KKP; Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan; dan Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan.

Pewarta: M Razi Rahman

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020