Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rianta Pratiwi mengatakan potensi benih lobster alam di laut Indonesia sangat besar dan diperkirakan mencapai 20 miliar ekor per tahun.
"Faktor alam yang mencakup dinamika oseanografi dan klimatologi sangat mempengaruhi keberadaan dan stok benih lobster alam di laut Indonsia," kata Rianta dalam SAPA MEDIA virtual dengan tema "Memahami Potensi Lobster dari Perspektif Kelautan dan Sosial", Jakarta, Senin.
Rianta menuturkan kualitas lingkungan perairan laut dan aktivitas penangkapan juga ikut memberikan pengaruh terhadap keberadaan stok benih lobster di alam.
"Namun hingga saat ini hampir belum ada informasi yang memadai terkait faktor mana yang paling menentukan keberadaan dan stok benih lobster di alam," ujarnya.
Lobster tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia dan hidup di perairan dangkal hingga kedalaman 100 < 200 meter di bawah permukaan laut dengan kisaran suhu 20-30 derajat Celcius.
Saat ini, Indonesia mempunyai tujuh jenis lobster, yaitu lobster pasir (Panulirus homarus), lobster batik (Panulirus longipes), Lobster batu (Panulirus penicillatus), lobster Pakistan (Panulirus polyphagus), lobster Mutiara (Panulirus ornatus), lobster Bambu (Panulirus versicolor), dan Lobster Batik (Panulirus femoristriga).
Rianta mengatakan lobster mutiara dan lobster pasir menjadi lobster yang paling potensial untuk dikembangkan melalui sistem budidaya perikanan yang ada di Indonesia.
Pengembangan budidaya lobster sendiri telah dilakukan Indonesia sejak lama dan telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia.
"Sebenarnya pengembangan budi daya lobster, sudah dilakukan Indonesia sejak lama, akan tetapi memerlukan waktu pembesaran yang sangat lama, sehingga banyak yang tidak berhasil melakukannya," tutur Rianta.
Di perairan tropis, lobster Panulirus ornatus memiliki fase larva 4-7 bulan, sementara lobster Panulirus longipes membutuhkan waktu sekitar lima bulan dengan ukuran benih bening/benur 5-7 cm.
Rianta mengatakan ada beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam melakukan budidaya yang juga harus disesuaikan dengan kondisi di alam.
Hal-hal yang harus diperhatikan tersebut adalah suhu perairan sekitar 25- 26°C; salinitas 30-35 ppt; substrat dasar adalah pasir atau pasir berlumpur tanpa karang dan cangkang tiram, perairan harus bebas dari pengaruh air tawar dan dari aliran lain yang berasal dari kegiatan di darat, pabrik, pertanian dan permukinan; dekat dengan sumber benih dan sumber pakan; serta mudah dijangkau dengan transportasi.
Selain itu, juga harus terlindung dari angin kencang dan ombak besar, tetapi aliran pasang surut di bagian atas dan bawah kolom air masih cukup kuat. Kedalaman air terendah adalah 1,5 m pada saat surut.
Rianta menuturkan pengembangan lobster harus dilaksanakan dalam tata kelola perikanan dengan menjunjung tinggi prinsip tanggung jawab dan berkelanjutan untuk bisa mendukung kelestarian ekosistem perairan laut yang menjadi habitat benih lobster.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020
"Faktor alam yang mencakup dinamika oseanografi dan klimatologi sangat mempengaruhi keberadaan dan stok benih lobster alam di laut Indonsia," kata Rianta dalam SAPA MEDIA virtual dengan tema "Memahami Potensi Lobster dari Perspektif Kelautan dan Sosial", Jakarta, Senin.
Rianta menuturkan kualitas lingkungan perairan laut dan aktivitas penangkapan juga ikut memberikan pengaruh terhadap keberadaan stok benih lobster di alam.
"Namun hingga saat ini hampir belum ada informasi yang memadai terkait faktor mana yang paling menentukan keberadaan dan stok benih lobster di alam," ujarnya.
Lobster tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia dan hidup di perairan dangkal hingga kedalaman 100 < 200 meter di bawah permukaan laut dengan kisaran suhu 20-30 derajat Celcius.
Saat ini, Indonesia mempunyai tujuh jenis lobster, yaitu lobster pasir (Panulirus homarus), lobster batik (Panulirus longipes), Lobster batu (Panulirus penicillatus), lobster Pakistan (Panulirus polyphagus), lobster Mutiara (Panulirus ornatus), lobster Bambu (Panulirus versicolor), dan Lobster Batik (Panulirus femoristriga).
Rianta mengatakan lobster mutiara dan lobster pasir menjadi lobster yang paling potensial untuk dikembangkan melalui sistem budidaya perikanan yang ada di Indonesia.
Pengembangan budidaya lobster sendiri telah dilakukan Indonesia sejak lama dan telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia.
"Sebenarnya pengembangan budi daya lobster, sudah dilakukan Indonesia sejak lama, akan tetapi memerlukan waktu pembesaran yang sangat lama, sehingga banyak yang tidak berhasil melakukannya," tutur Rianta.
Di perairan tropis, lobster Panulirus ornatus memiliki fase larva 4-7 bulan, sementara lobster Panulirus longipes membutuhkan waktu sekitar lima bulan dengan ukuran benih bening/benur 5-7 cm.
Rianta mengatakan ada beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam melakukan budidaya yang juga harus disesuaikan dengan kondisi di alam.
Hal-hal yang harus diperhatikan tersebut adalah suhu perairan sekitar 25- 26°C; salinitas 30-35 ppt; substrat dasar adalah pasir atau pasir berlumpur tanpa karang dan cangkang tiram, perairan harus bebas dari pengaruh air tawar dan dari aliran lain yang berasal dari kegiatan di darat, pabrik, pertanian dan permukinan; dekat dengan sumber benih dan sumber pakan; serta mudah dijangkau dengan transportasi.
Selain itu, juga harus terlindung dari angin kencang dan ombak besar, tetapi aliran pasang surut di bagian atas dan bawah kolom air masih cukup kuat. Kedalaman air terendah adalah 1,5 m pada saat surut.
Rianta menuturkan pengembangan lobster harus dilaksanakan dalam tata kelola perikanan dengan menjunjung tinggi prinsip tanggung jawab dan berkelanjutan untuk bisa mendukung kelestarian ekosistem perairan laut yang menjadi habitat benih lobster.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020