Pengamat Kebijakan Publik Aceh Nasrul Zaman mengatakan pelaksanaan Ramadhan Fair Kota Subulussalam di tengah pandemi COVID-19, sebagai bentuk provokasi pemerintah daerah terhadap masyarakat untuk hadir berkerumun.

"Pemkot Subulussalam seperti memprovokasi masyarakat untuk berkerumun. Biang keroknya jadi pemkot kan? Terjadinya kerumunan itu karena adanya agenda dari pemerintah," ujar Nasrul Zaman saat dihubungi dari Subulussalam, Rabu.

Dia tak menampik masyarakat sudah mulai jenuh dan cenderung abai dengan pandemi COVID-19. Akan tetapi pemerintah sebagai pengambil kebijakan tidak boleh abai. Pemerintah harus tetap bisa memastikan bahwa COVID-19 ini tidak mewabah ke masyarakatnya.

Menurut Nasrul, Pemkot Subulussalam seharusnya tetap konsisten dengan protokol kesehatan dan selalu berupaya untuk mengurai kerumunan massa, agar penyebaran COVID-19 bisa ditekan. 

Namun, yang terjadi Pemerintah Kota Subulussalam malah membuat kebijakan untuk melaksanakan Ramadhan Fair yang dipastikan mengundang kerumunan.

Hingga saat ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum mengumumkan pandemi COVID-19 sudah berakhir. Indonesia sebagai daerah pandemi, serta Aceh masih diwajibkan untuk menerapkan protokol kesehatan. 

"Memang protokol kesehatan sudah dicabut, kan belum. Jadi seperti protokol kesehatan tetap harus dilakukan, larangan berkerumun, jangan pemerintah pula yang memancing kerumunan," kata Nasrul Zaman menyebutkan.

Oleh karena itu, Nasrul mendesak Gubernur Aceh menertibkan bupati atau wali kota yang mulai meninggalkan protokol kesehatan. 

Dia juga berharap unsur Forkompimda di Kota Subulussalam, terutama Kapolres, Dandim dan Kajari untuk mengingatkan wali kota bahwa agenda yang sedang dilaksanakan itu keliru.

"Sebaiknya aparat hukum berkomunikasi dengan Wali Kota untuk menghentikan kegiatan Ramadhan Fair tersebut. Jangan dilanjutkan," tegas Nasrul Zaman.
 

Pewarta: Fakhrul Razi Anwir

Editor : M.Haris Setiady Agus


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021