Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah menyetujui usulan inisiatif rancangan qanun (peraturan daerah) perubahan ketiga atas Qanun Aceh Nomor 8 tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe Aceh.
"Bahwa Qanun Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Lembaga Wali Nanggroe sudah patut untuk dicabut dan dibentuk qanun baru yang lebih komprehensif, sesuai keistimewaan dan kekhususan Aceh," kata Juru Bicara Pansus Lembaga Wali Nanggroe DPRA, Saiful Bahri, di Banda Aceh, Kamis.
Pernyataan itu disampaikan Saiful Bahri dalam rapat paripurna tentang persetujuan penetapan rancangan qanun usul inisiatif DPR Aceh.
Saiful mengatakan, tim Pansus telah mengkaji dan menelaah rancangan qanun Aceh tentang perubahan ketiga atas Qanun lembaga Wali Nanggroe tersebut sehingga perlu direvisi beberapa pasal di dalamnya.
Dirinya menyampaikan, sesuai dengan ketentuan Pasal 96 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), Wali Nanggroe bertugas melakukan pembinaan kehidupan adat dan adat istiadat sesuai dengan perkembangan keistimewaan dan kekhususan Aceh yang berlandaskan pada nilai-nilai syariat islam.
Ketentuan pasal tersebut memberikan mandat kepada Wali Nanggroe untuk melakukan pembinaan terhadap lembaga-lembaga adat, termasuk pembentukan ketentuan adat yang berlaku umum, serta mengatur tentang adat istiadat.
Qanun Aceh Lembaga Wali Nanggroe, kata Saiful, saat ini belum mencerminkan Wali Nanggroe sebagai pemersatu rakyat Aceh dan penjaga perdamaian Aceh.
"Maka perlu diperlukan perubahan atau pencabutan, sehingga eksistensi Wali Nanggroe sebagai pemersatu dan penjaga perdamaian Aceh dapat terimplementasi sesuai amanah MoU Helsinki," ujarnya.
Saiful menyampaikan, dalam perkembangan masyarakat Aceh selama ini terdapat banyak permasalahan yang terjadi, dan membutuhkan peran seorang Wali Nanggroe.
Namun, karena kewenangan yang masih terbatas, hal ini menjadi salah satu penyebab belum optimalnya fungsi Wali Nanggroe dalam penyelenggaraan keistimewaan dan kekhususan Aceh selama ini.
Pelaksanaan keistimewaan dan kekhususan Aceh belum terkonsolidasi dengan kelembagaan Wali Nanggroe, sehingga perlu adanya formulasi untuk membangun sinergisasi penyelenggaraannya.
"Ini perlu supaya kelembagaan independen ini dapat menjadi pilar keempat demokrasi di Aceh, selain eksekutif, legislatif dan yudikatif," kata politikus Partai Aceh itu.
Selain inisiatif perubahan ketiga Qanun Lembaga Wali Nanggroe, DPRA juga telah menyepakati enam usulan rancangan qanun inisiatif lainnya yakni tentang hak-hak sipil dan politik, hak ekonomi sosial dan budaya rakyat Aceh.
Kemudian, usulan rancangan Qanun tentang pertambangan minyak dan gas alam rakyat Aceh, tentang perubahan Qanun nomor 4 tahun 2010 tentang Kesehatan, peraturan mengenai bahasa Aceh, dan terkait tata niaga komoditas Aceh.
"Raqan inisiatif DPRA ini menugaskan kepada alat kelengkapan dewan untuk melakukan pembahasan bersama dengan tim Pemerintah Aceh," kata Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin.
Dalam paripurna ini, Dahlan menyampaikan bahwa saat ini DPR Aceh juga sedang melakukan pembahasan bersama tentang raqan prolega prioritas tahun 2021 pada tingkatan alat kelengkapan dewan.
Rancangan qanun tersebut yakni tentang pertanahan, perlindungan lahan pertanian berkelanjutan, rencana induk pembangunan pariwisata Aceh, tentang perubahan atas Qanun Aceh nomor 10 tahun 2018 tentang Baitul Mal.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
"Bahwa Qanun Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Lembaga Wali Nanggroe sudah patut untuk dicabut dan dibentuk qanun baru yang lebih komprehensif, sesuai keistimewaan dan kekhususan Aceh," kata Juru Bicara Pansus Lembaga Wali Nanggroe DPRA, Saiful Bahri, di Banda Aceh, Kamis.
Pernyataan itu disampaikan Saiful Bahri dalam rapat paripurna tentang persetujuan penetapan rancangan qanun usul inisiatif DPR Aceh.
Saiful mengatakan, tim Pansus telah mengkaji dan menelaah rancangan qanun Aceh tentang perubahan ketiga atas Qanun lembaga Wali Nanggroe tersebut sehingga perlu direvisi beberapa pasal di dalamnya.
Dirinya menyampaikan, sesuai dengan ketentuan Pasal 96 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), Wali Nanggroe bertugas melakukan pembinaan kehidupan adat dan adat istiadat sesuai dengan perkembangan keistimewaan dan kekhususan Aceh yang berlandaskan pada nilai-nilai syariat islam.
Ketentuan pasal tersebut memberikan mandat kepada Wali Nanggroe untuk melakukan pembinaan terhadap lembaga-lembaga adat, termasuk pembentukan ketentuan adat yang berlaku umum, serta mengatur tentang adat istiadat.
Qanun Aceh Lembaga Wali Nanggroe, kata Saiful, saat ini belum mencerminkan Wali Nanggroe sebagai pemersatu rakyat Aceh dan penjaga perdamaian Aceh.
"Maka perlu diperlukan perubahan atau pencabutan, sehingga eksistensi Wali Nanggroe sebagai pemersatu dan penjaga perdamaian Aceh dapat terimplementasi sesuai amanah MoU Helsinki," ujarnya.
Saiful menyampaikan, dalam perkembangan masyarakat Aceh selama ini terdapat banyak permasalahan yang terjadi, dan membutuhkan peran seorang Wali Nanggroe.
Namun, karena kewenangan yang masih terbatas, hal ini menjadi salah satu penyebab belum optimalnya fungsi Wali Nanggroe dalam penyelenggaraan keistimewaan dan kekhususan Aceh selama ini.
Pelaksanaan keistimewaan dan kekhususan Aceh belum terkonsolidasi dengan kelembagaan Wali Nanggroe, sehingga perlu adanya formulasi untuk membangun sinergisasi penyelenggaraannya.
"Ini perlu supaya kelembagaan independen ini dapat menjadi pilar keempat demokrasi di Aceh, selain eksekutif, legislatif dan yudikatif," kata politikus Partai Aceh itu.
Selain inisiatif perubahan ketiga Qanun Lembaga Wali Nanggroe, DPRA juga telah menyepakati enam usulan rancangan qanun inisiatif lainnya yakni tentang hak-hak sipil dan politik, hak ekonomi sosial dan budaya rakyat Aceh.
Kemudian, usulan rancangan Qanun tentang pertambangan minyak dan gas alam rakyat Aceh, tentang perubahan Qanun nomor 4 tahun 2010 tentang Kesehatan, peraturan mengenai bahasa Aceh, dan terkait tata niaga komoditas Aceh.
"Raqan inisiatif DPRA ini menugaskan kepada alat kelengkapan dewan untuk melakukan pembahasan bersama dengan tim Pemerintah Aceh," kata Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin.
Dalam paripurna ini, Dahlan menyampaikan bahwa saat ini DPR Aceh juga sedang melakukan pembahasan bersama tentang raqan prolega prioritas tahun 2021 pada tingkatan alat kelengkapan dewan.
Rancangan qanun tersebut yakni tentang pertanahan, perlindungan lahan pertanian berkelanjutan, rencana induk pembangunan pariwisata Aceh, tentang perubahan atas Qanun Aceh nomor 10 tahun 2018 tentang Baitul Mal.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021