Masyarakat di Kota Subulussalam, Aceh, mengeluhkan kelangkaan gas elpiji 3 kilogram yang menyebabkan antrean panjang di pangkalan resmi sejak dua pekan terakkhir.

Tia, ibu rumah, di Subulussalam, Minggu, mengatakan dirinya kesulitan mendapatkan gas elpiji 3 kilogram subsidi dari pemerintah tersebut. Kendati ada, harganya melampaui jauh dari HET yang ditetapkan.

"Dapat di warung eceran itu, per tabung Rp30 ribu. Terpaksa beli, kalau tidak tidak masak bisa masak," ujar Tia.

Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Perwakilan Kota Subulussalam, Edi Sahputra Bako mempertanyakan kinerja Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop dan UKM) Kota Subulussalam terkait kelangkaan elpiji subsidi tersebut.

Hasil investigasi di lapangan serta keluhan warga, kata dia, elpiji subsidi di pangkalan resmi sering kosong. Hal itu memaksa warga harus membeli di warung eceran yang tidak resmi.

"Harganya jauh di atas HET, berkisar antara Rp30 ribu sampai Rp35 ribu. Meski demikian warga masih kesulitan untuk mendapatkannya," ujar Edi Sahputra Bako.

Edi menilai hal ini menandakan lemahnya peran Disperindagkop dan UKM Kota Subulussalam. Dirinya menduga ada praktik nakal di beberapa pangkalan resmi di Kota Subulussalam.

Menurutnya, saat dibongkar di pangkalan resmi gas elpiji bersubsidi itu diturunkan dalam jumlah yang banyak. Namun, saat warga datang pengelola pangkalan mengatakan gas sudah habis dan mendapati pangkalan dengan tulisan pemberitahuan "gas habis".

"Ketika warga datang membeli sering mendapati pangkalan dengan stok kosong, namun di warung eceran tidak resmi barang terlihat ada dengan harga jual diatas HET," tandas Edi.

Oleh karena itu, pihaknya mendesak Pemerintah Kota Subulussalam melalui dinas terkait menertibkan harga dan kelangkaan gas elpiji subsidi tersebut serta memanggil agen atau pangkalan resmi.

Apabila ada pihak bermain, maka jangan ragu untuk ditindak. Kemudian terhadap pangkalan yang nakal jangan segan-segan disurati dan dilaporkan ke Pertamina untuk diberi sanksi tegas dan jika perlu ditutup dan dicabut izinnya.

"Hal ini sangat serius untuk diperhatikan mengingat persoalan ini tidak pernah tuntas dari dulu. Padahal ini untuk kepentingan dan kebutuhan masyarakat banyak," pungkas Edi Sahputra Bako.
 

Pewarta: Fakhrul Razi Anwir

Editor : M.Haris Setiady Agus


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021