Blangpidie, (ANTARA Aceh) - Nelayan di Pulau Tuangku dan Pulau Bangkaru, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Kabupaten Aceh Singkil, akhir-akhir ini resah dengan sering munculnya buaya liar di kuala yang ada di kawasan kepulauan tersebut.
"Selama ini nelayan di Pulau Banyak Barat sangat resah, terutama nelayan yang cari ikan dengan cara menyelam, karena di kuala cukup banyak buaya liar dan ganas," kata Camat Pulau Banyak Barat Hasbi saat dihubungi dari Blangpidie, Jumat.
Hasbi menambahkan, keberadaan buaya di sejumlah kuala di Kepulauan Tuangku dan Bangkaru itu semakin kerap kelihatan dalam beberapa bulan terakhir, bahkan banyak nelayan yang dikejar saat sedang menyelam mencari ikan.
"Kalau jumlahnya cukup banyak, setiap kuala banyak buaya yang lalu lalang bahkan para nelayan sering dikejar pada siang hari," ungkap Camat Hasbi.
Kecamatan Pulau Banyak Barat berbatasan langsung dengan Samudera Hindia yang letaknya di ujung sebelah barat Pulau Sumatera dan membawahi 4 desa yang terdiri dari Desa Asantola, Haloban, Suka Makmur dan Desa Ujung Salit.
Kecamatan Pulau Banyak Barat adalah sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Aceh Singkil memiliki penduduk sekitar 3.000 jiwa lebih dengan mata pencaharian rata-rata adalah nelayan tradisional dengan cara menyelam.
Kemudian, ikan yang ditangkap oleh nelayan untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari adalah ikan air tawar yang berada di sejumlah kuala dengan cara menyelaman ke dasar muara.
Beberapa bulan terakhir ini sejumlah kuala yang ada di Kecamatan Pulau Banyak Barat seperti di Kuala Gadang, Kuala Pulau Semut, Kuala Tuangku Lalee di Kampung Lama dan di Kuala Hasan Tolah dan sejumlah kuala lainnya di Pulau Bengkaru cukup banyak buaya liar dan ganas, tuturnya.
"Bukan malam hari saja, malah pada saat siang hari pun buaya dapat terlihat lalu lalang di kuala-kuala bahkan sering mengejar warga yang sedang mencari ikan," katanya.
Seringnya muncul buaya, sambungnya, mengakibatkan para nelayan menjadi ketakutan terutama dalam melakukan aktifitas cari ikan, apalagi beberapa bulan terakhir ada nelayan menjadi korban akibat dimakan buaya.
Hasbi mengaku sudah pernah melaporkan persoalan tersebut kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) agar buaya-buaya tersebut dapat dikumpulkan satu tempat supaya para nelayan tidak takut lagi dalam mencari rizki untuk menghidupi keluarga.
"Jadi, mereka tidak merespon bagaikan tutup mata, buktinya sampai sekarang mereka tidak pernah turun ke pulau ini," ungkap Hasbi.
Kepada pemerintah tingkat provinsi dan pemerintah tingkat pusat, Camat ini berharap sekiranya satwa liar yang dilindungi oleh Undang-undang tersebut dikumpulkan pada satu muara agar para nelayan di kepulauan tidak lagi resah dan ketakutan saat melakukan aktifitas cari ikan untuk kebutuhan keluarganya.
"Selama ini nelayan di Pulau Banyak Barat sangat resah, terutama nelayan yang cari ikan dengan cara menyelam, karena di kuala cukup banyak buaya liar dan ganas," kata Camat Pulau Banyak Barat Hasbi saat dihubungi dari Blangpidie, Jumat.
Hasbi menambahkan, keberadaan buaya di sejumlah kuala di Kepulauan Tuangku dan Bangkaru itu semakin kerap kelihatan dalam beberapa bulan terakhir, bahkan banyak nelayan yang dikejar saat sedang menyelam mencari ikan.
"Kalau jumlahnya cukup banyak, setiap kuala banyak buaya yang lalu lalang bahkan para nelayan sering dikejar pada siang hari," ungkap Camat Hasbi.
Kecamatan Pulau Banyak Barat berbatasan langsung dengan Samudera Hindia yang letaknya di ujung sebelah barat Pulau Sumatera dan membawahi 4 desa yang terdiri dari Desa Asantola, Haloban, Suka Makmur dan Desa Ujung Salit.
Kecamatan Pulau Banyak Barat adalah sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Aceh Singkil memiliki penduduk sekitar 3.000 jiwa lebih dengan mata pencaharian rata-rata adalah nelayan tradisional dengan cara menyelam.
Kemudian, ikan yang ditangkap oleh nelayan untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari adalah ikan air tawar yang berada di sejumlah kuala dengan cara menyelaman ke dasar muara.
Beberapa bulan terakhir ini sejumlah kuala yang ada di Kecamatan Pulau Banyak Barat seperti di Kuala Gadang, Kuala Pulau Semut, Kuala Tuangku Lalee di Kampung Lama dan di Kuala Hasan Tolah dan sejumlah kuala lainnya di Pulau Bengkaru cukup banyak buaya liar dan ganas, tuturnya.
"Bukan malam hari saja, malah pada saat siang hari pun buaya dapat terlihat lalu lalang di kuala-kuala bahkan sering mengejar warga yang sedang mencari ikan," katanya.
Seringnya muncul buaya, sambungnya, mengakibatkan para nelayan menjadi ketakutan terutama dalam melakukan aktifitas cari ikan, apalagi beberapa bulan terakhir ada nelayan menjadi korban akibat dimakan buaya.
Hasbi mengaku sudah pernah melaporkan persoalan tersebut kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) agar buaya-buaya tersebut dapat dikumpulkan satu tempat supaya para nelayan tidak takut lagi dalam mencari rizki untuk menghidupi keluarga.
"Jadi, mereka tidak merespon bagaikan tutup mata, buktinya sampai sekarang mereka tidak pernah turun ke pulau ini," ungkap Hasbi.
Kepada pemerintah tingkat provinsi dan pemerintah tingkat pusat, Camat ini berharap sekiranya satwa liar yang dilindungi oleh Undang-undang tersebut dikumpulkan pada satu muara agar para nelayan di kepulauan tidak lagi resah dan ketakutan saat melakukan aktifitas cari ikan untuk kebutuhan keluarganya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015