Puluhan mahasiswa tergabung Serikat Mahasiswa Nasional Indonesia (SMNI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menuding sekolah dasar di Kota Lhokseumawe melakukan praktik pungutan liar (pungli) berkedok pembelian buku lembar kerja siswa.

Tudingan tersebut disampaikan massa mahasiswa saat unjuk rasa di halaman Kantor Wali Kota Lhokseumawe, Rabu. 

"Hampir seluruh sekolah dasar di Kota Lhokseumawe melakukan praktik jual beli LKS dengan membebankan biaya kepada wali murid Rp60 ribu sampai Rp75 ribu," kata Beni Murdani, koordinator aksi, dalam orasinya.

Beni Murdani mengatakan praktik ilegal tersebut sudah sangat meresahkan wali murid karena setiap murid dipaksa harus membeli lima hingga enam lembaran kerja siswa (LKS) setiap semester.

"Contohnya, SD Negeri 12 Banda Sakti dengan murid 300 orang dan harus membayar Rp60 ribu per siswa. Jadi total uang dari praktik ilegal yang diperoleh Rp18 juta per semester," katanya. 

Beni Murdani menyayangkan pernyataan Kepala Bidang Pendidikan Dasar Kota Lhokseumawe yang melegalkan praktik jual beli LKS. Padahal sudah jelas bertentangan dengan Pasal 181 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010.

Dalam pasal tersebut menyebutkan pendidik dan tenaga kependidikan baik perseorangan maupun kolektif dilarang melakukan kegiatan pengadaan atau menjual buku termasuk lembar kerja siswa di setiap satuan pendidikan, perlengkapan pelajaran, bahan pelajaran serta pakaian pembelajaran di tingkat pendidikan. 

"Pernyataan Kabid Dikdas Kota Lhokseumawe ini sudah mendukung atau membuka jalan untuk legalitas pungutan liar di lembaga pendidikan," katanya. 

Oleh sebab itu, kata Deni Murdani, pihak meminta Wali Kota Lhokseumawe melakukan mutasi terhadap Kepala Dinas Pendidikan. 

"Kami berharap segera dilakukan mutasi besar-besaran terhadap kepala sekolah yang telah mempraktikkan perbuatan melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2021," katanya. 

Kemudian, massa mahasiswa juga meminta Wali Kota Lhokseumawe mengevaluasi tenaga pendidik yang tidak bermartabat dan tidak menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu pengetahuan sebagai tempat atau sarana proses pembelajaran. 

"Kami meminta kejaksaan untuk segera mengusut tuntas praktik pungli terhadap anak-anak sekolah dasar di Lhokseumawe dan stop liberalisasi pendidikan di Kota Lhokseumawe," sebutnya.

Wali Kota Lhokseumawe Suidi Yahya mengajak sejumlah perwakilan mahasiswa beraudiensi dan menghasilkan tiga kesepakatan yang langsung ditandatangani orang nomor satu di Kota Lhokseumawe tersebut. 

Dalam kesepakatan tersebut, Wali Kota Lhokseumawe akan mencopot Kepala Dinas Pendidikan apabila terbukti melakukan pungutan liar LKS kepada siswa sekolah dasar yang mana dibuktikan oleh Inspektorat Kota Lhokseumawe. 
 

Pewarta: Dedy Syahputra

Editor : M.Haris Setiady Agus


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022