Pengamat Politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Syiah Kuala Dr Effendi Hasan MA menyatakan perdamaian Aceh yang sudah berlangsung selama 17 tahun harus dapat dirasakan manfaat kesejahteraan bagi masyarakat secara menyeluruh.

“Perdamaian yang telah berlangsung 17 tahun ini harus dievaluasi kembali, dan bisa dirasakan manfaat oleh seluruh masyarakat Aceh,” kata Effendi Hasan di Banda Aceh, Senin.

Pemerintah Republik Indonesia (RI) menandatangani perjanjian damai dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005 di Kota Helsinki, Firlandia.

Momen bersejarah tersebut kemudian dikenal dengan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki dan hasil dari perdamaian itu dijabarkan melalui Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).

Effendi mengatakan dalam konteks perdamaian yang hakiki, maka perdamaian antara GAM-RI tersebut harus dibarengi dengan kesejahteraan bagi masyarakat Tanah Rencong itu.

Terutama mereka yang menjadi korban konflik, anak eks kombatan dan bahkan eks kombatan, baik manfaat segi ekonomi, pemberdayaan, pendidikan dan sektor-sektor lain.

“Mereka sangat merasakan efek konflik, berbagai macam kejadian. Misalnya anak korban konflik harus di sekolahkan sampai ke perguruan tinggi secara gratis, saya fikir hal itu masih sangat kurang sampai saat ini,” katanya.

Hasil dari perdamaian itu, Aceh mendapat alokasi dana otonomi khusus (otsus) setiap tahun, di mana dana otsus yang telah dikucurkan Pemerintah Pusat untuk Aceh mencapai Rp95 triliun sejak 2008.

Menurut dia, dana otsus yang telah dialokasikan untuk Aceh begitu besar, namun realisasi dana tersebut masih belum tepat sasaran utama untuk kesejahteraan masyarakat.

“17 tahun perdamaian ini masih banyak persoalan di Aceh, terutama terkait dengan kemiskinan, pendidikan, pengangguran, saya fikir hal itu harus menjadi evaluasi untuk menjadi lebih baik,” katanya.

Ia mengingatkan agar manfaat perdamaian tidak hanya dirasakan segelintir orang dan jangan sampai perdamaian GAM-RI itu menciptakan golongan orang kaya baru, bagi sekelompok orang.

Selain itu, Effendi juga mengingatkan momentum peringatan perdamaian Aceh dimanfaatkan para elit politik Aceh untuk menjaga komunikasi politik dengan Pemerintah Pusat agar tidak terlalu kaku, mengingat banyak hal yang masih harus diperjuangkan.

Apalagi dana otsus Aceh akan berakhir pada 2027 mendatang.

“Otsus menjadi catat Pemerintah Pusat untuk mengevaluasi dana otsus itu. Dan kalau memang (otsus) itu berefek kepada masyarakat luas kenapa tidak untuk diperpanjang,” kata Effendi.


 

Pewarta: Khalis Surry

Editor : M Ifdhal


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022