Sejumlah kalangan meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mempercepat pelabelan galon guna ulang polikarbonat berbahan Bisphenol A (BPA) yang dinilai membahayakan konsumen air minum dalam kemasan (AMDK).
"Berdasarkan bahaya yang timbul dari paparan BPA tersebut, maka pelabelan ‘Berpotensi Mengandung BPA’ pada kemasan AMDK sangat perlu diterapkan," kata Amalia S Bendang dari Net Zero Waste Management Consortium dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Sejumlah komponen masyarakat sipil yang tergabung dalam Net Zero Waste Management Consortium, Koalisi Pejalan Kaki dan JejakSampah, lanjutnya, mendukung rencana BPOM untuk pelabelan BPA pada kemasan AMDK sesegera mungkin.
"Makin cepat makin baik. Seiring dengan keharusan melindungi masyarakat, terutama anak-anak, dari potensi risiko terpapar material bahan beracun dan berbahaya (B3) dalam air minum yang mereka konsumsi," katanya.
Selama ini, menurut dia, terdapat berbagai kalangan yang menentang regulasi pelabelan terhadap galon isi ulang berbahan polikarbonat yang akan diterapkan BPOM.
Untuk itu pihaknya memberi dukungan kepada BPOM melalui kampanye Gerakan Percepatan Labelisasi BPA Kemasan AMDK, salah satunya dengan memberikan edukasi masyarakat melalui sosialisasi bertajuk “BP-A Labeling: Pencegahan Risiko Terpapar BP-A Kemasan AMDK”.
Sebelumnya Direktur Pengawasan Produksi Pangan Olahan BPOM Sondang Widya Estikasari mengatakan bahaya BPA pada kesehatan manusia, dari berpotensi menyebabkan infertilitas, gangguan autisme, hiperaktif, bahkan obesitas.
"Dengan globalisasi dan temuan pada jurnal-jurnal kesehatan terbaru, banyak informasi yang dulu belum ditemukan, sekarang semakin bermunculan.BPOM juga harus meningkatkan perhatiannya," katanya.
Hasil pengawasan BPOM, lanjutnya, menunjukkan bahwa tren migrasi BPA dari galon polikarbonat yang beredar sudah masuk tahap mengkhawatirkan.
“Migrasi BPA yang sudah masuk tahap mengkhawatirkan itu ditemukan di hampir 47 persen dari produk di sarana peredaran dan 30,91 persen di sarana produksi yang kita sampling,” ujar Sondang.
Sambil menunggu peraturan pelabelan berproses,tambahnya, BPOM terus melakukan sosialisasi untuk menjelaskan ke masyarakat bahwa BPA memang sudah menjadi perhatian terkait masalah kesehatan.
Akademisi dari Pusat Kajian Risiko dan Keselamatan Lingkungan, Departemen Kimia, FMIPA Universitas Indonesia Dr. Budiawan menambahkan dampak BPA tidak bisa dilihat dalam jangka pendek. Bahaya terpapar bahan kimia itu dampaknya jangka panjang dan butuh waktu untuk berubah menjadi gangguan kesehatan.
"Sebenarnya plastiknya tidak masalah, tetapi BPA bermigrasi yang justru jadi masalah, yakni efek jangka panjangnya berdampak negatif bagi kesehatan apabila tidak diregulasi dengan baik,” katanya.
Menurut dia, bahaya bahan kimia berisiko ini bisa diminimalkan bila BPOM bersama stakeholder terkait membuat regulasi, apalagi di negara-negara lain sudah ada peraturan terkait hal itu.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BPOM diminta percepat pelabelan galon guna ulang
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022
"Berdasarkan bahaya yang timbul dari paparan BPA tersebut, maka pelabelan ‘Berpotensi Mengandung BPA’ pada kemasan AMDK sangat perlu diterapkan," kata Amalia S Bendang dari Net Zero Waste Management Consortium dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Sejumlah komponen masyarakat sipil yang tergabung dalam Net Zero Waste Management Consortium, Koalisi Pejalan Kaki dan JejakSampah, lanjutnya, mendukung rencana BPOM untuk pelabelan BPA pada kemasan AMDK sesegera mungkin.
"Makin cepat makin baik. Seiring dengan keharusan melindungi masyarakat, terutama anak-anak, dari potensi risiko terpapar material bahan beracun dan berbahaya (B3) dalam air minum yang mereka konsumsi," katanya.
Selama ini, menurut dia, terdapat berbagai kalangan yang menentang regulasi pelabelan terhadap galon isi ulang berbahan polikarbonat yang akan diterapkan BPOM.
Untuk itu pihaknya memberi dukungan kepada BPOM melalui kampanye Gerakan Percepatan Labelisasi BPA Kemasan AMDK, salah satunya dengan memberikan edukasi masyarakat melalui sosialisasi bertajuk “BP-A Labeling: Pencegahan Risiko Terpapar BP-A Kemasan AMDK”.
Sebelumnya Direktur Pengawasan Produksi Pangan Olahan BPOM Sondang Widya Estikasari mengatakan bahaya BPA pada kesehatan manusia, dari berpotensi menyebabkan infertilitas, gangguan autisme, hiperaktif, bahkan obesitas.
"Dengan globalisasi dan temuan pada jurnal-jurnal kesehatan terbaru, banyak informasi yang dulu belum ditemukan, sekarang semakin bermunculan.BPOM juga harus meningkatkan perhatiannya," katanya.
Hasil pengawasan BPOM, lanjutnya, menunjukkan bahwa tren migrasi BPA dari galon polikarbonat yang beredar sudah masuk tahap mengkhawatirkan.
“Migrasi BPA yang sudah masuk tahap mengkhawatirkan itu ditemukan di hampir 47 persen dari produk di sarana peredaran dan 30,91 persen di sarana produksi yang kita sampling,” ujar Sondang.
Sambil menunggu peraturan pelabelan berproses,tambahnya, BPOM terus melakukan sosialisasi untuk menjelaskan ke masyarakat bahwa BPA memang sudah menjadi perhatian terkait masalah kesehatan.
Akademisi dari Pusat Kajian Risiko dan Keselamatan Lingkungan, Departemen Kimia, FMIPA Universitas Indonesia Dr. Budiawan menambahkan dampak BPA tidak bisa dilihat dalam jangka pendek. Bahaya terpapar bahan kimia itu dampaknya jangka panjang dan butuh waktu untuk berubah menjadi gangguan kesehatan.
"Sebenarnya plastiknya tidak masalah, tetapi BPA bermigrasi yang justru jadi masalah, yakni efek jangka panjangnya berdampak negatif bagi kesehatan apabila tidak diregulasi dengan baik,” katanya.
Menurut dia, bahaya bahan kimia berisiko ini bisa diminimalkan bila BPOM bersama stakeholder terkait membuat regulasi, apalagi di negara-negara lain sudah ada peraturan terkait hal itu.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BPOM diminta percepat pelabelan galon guna ulang
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022