Lembaga Panglima Laot Aceh melarang nelayan melaut di hari peringatan 18 tahun tsunami Aceh yakni 26 Desember 2022 karena momen tersebut telah ditetapkan sebagai hari pantangan melaut.
"Setiap 26 Desember sudah dijadikan hari pantang melaut bagi nelayan Aceh, ketentuan ini ditetapkan sejak 2005," kata Wakil Sekjen Panglima Laot Aceh Miftach Tjut Adek di Banda Aceh, Senin.
Menurut Miftach, ketentuan hari pantangan tersebut sudah masuk dalam hukum adat laut Aceh karena disepakati oleh Panglima Laot seluruh Aceh. Semua ini juga untuk mengenang para nelayan yang telah meninggal saat peristiwa tersebut.
"Tanggal 26 Desember menjadi hari untuk mengenang peristiwa terbesar di dunia, yaitu gempa dan tsunami karena sebagian besar korbannya adalah keluarga nelayan," ujarnya.
Hari ini, kata Miftach, para nelayan se Aceh juga menggelar doa bersama untuk korban tsunami, ada yang melaksanakan di masjid daerah masing-masing dan di kuburan massal.
"Ini juga hanya berlaku satu hari, besok nelayan sudah bisa melaut lagi, dan ketentuan ini juga tidak mempengaruhi harga ikan, artinya tetap stabil," katanya.
Ikuti Survei Kesadaran Merek ANTARA: Klik di sini
Miftach menegaskan nelayan yang melanggar hari pantangan melaut, maka bakal diberikan sanksi tegas sesuai ketentuan yang telah disepakati bersama.
"Sanksinya adalah kapal akan ditahan minimal tiga hari dan maksimal tujuh hari, dan semua hasil tangkapannya akan disita untuk Lembaga Panglima Laot," ujarnya.
Selain pada hari peringatan tsunami, hari pantangan melaut lainnya yakni saat hari Jumat (sehari penuh). Kemudian, hari raya Idul Fitri (tiga hari berturut-turut), hari raya Idul Adha (tiga hari berturut-turut).
Selanjutnya, pada hari kenduri laot (tiga hari berturut-turut), hari kemerdekaan atau HUT RI pada 17 Agustus (sehari penuh), dan hari peringatan tsunami pada 26 Desember (sehari penuh).
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022
"Setiap 26 Desember sudah dijadikan hari pantang melaut bagi nelayan Aceh, ketentuan ini ditetapkan sejak 2005," kata Wakil Sekjen Panglima Laot Aceh Miftach Tjut Adek di Banda Aceh, Senin.
Menurut Miftach, ketentuan hari pantangan tersebut sudah masuk dalam hukum adat laut Aceh karena disepakati oleh Panglima Laot seluruh Aceh. Semua ini juga untuk mengenang para nelayan yang telah meninggal saat peristiwa tersebut.
"Tanggal 26 Desember menjadi hari untuk mengenang peristiwa terbesar di dunia, yaitu gempa dan tsunami karena sebagian besar korbannya adalah keluarga nelayan," ujarnya.
Hari ini, kata Miftach, para nelayan se Aceh juga menggelar doa bersama untuk korban tsunami, ada yang melaksanakan di masjid daerah masing-masing dan di kuburan massal.
"Ini juga hanya berlaku satu hari, besok nelayan sudah bisa melaut lagi, dan ketentuan ini juga tidak mempengaruhi harga ikan, artinya tetap stabil," katanya.
Ikuti Survei Kesadaran Merek ANTARA: Klik di sini
Miftach menegaskan nelayan yang melanggar hari pantangan melaut, maka bakal diberikan sanksi tegas sesuai ketentuan yang telah disepakati bersama.
"Sanksinya adalah kapal akan ditahan minimal tiga hari dan maksimal tujuh hari, dan semua hasil tangkapannya akan disita untuk Lembaga Panglima Laot," ujarnya.
Selain pada hari peringatan tsunami, hari pantangan melaut lainnya yakni saat hari Jumat (sehari penuh). Kemudian, hari raya Idul Fitri (tiga hari berturut-turut), hari raya Idul Adha (tiga hari berturut-turut).
Selanjutnya, pada hari kenduri laot (tiga hari berturut-turut), hari kemerdekaan atau HUT RI pada 17 Agustus (sehari penuh), dan hari peringatan tsunami pada 26 Desember (sehari penuh).
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022