Tapaktuan (ANTARA Aceh) - Fraksi Partai Aceh DPRK Aceh Selatan menolak keputusan Pemkab dan DPRK setempat memasukkan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) ke dalam Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh Selatan tahun 2015-2035.

Wakil Ketua DPRK Aceh Selatan, Syahril di Tapaktuan, Jumat menyatakan, penolakan tersebut ditandai dengan tidak ditandatanganinya berita acara pengesahan Qanun RTRW oleh Ketua DPRK Aceh Selatan yang juga kader Partai Aceh, T Zulhelmi.

Pengesahan Qanun RTRW bersamaan dengan tiga qanun lainnya pada penutupan rapat paripurna khusus di Gedung DPRK Aceh Selatan di Tapaktuan, Rabu (28/9).

Dari empat qanun yang telah disahkan tersebut masing-masing adalah Qanun RTRW, RPJM, Bangunan Gedung dan Pengelolaan Sampah, Ketua DPRK Aceh Selatan hanya turut menandatangani berita acara pengesahan tiga qanun kecuali Qanun RTRW.  
    
Meskipun demikian, pihak eksekutif bersama legislatif tetap mengesahkan Qanun RTRW bersama tiga qanun lainnya yang telah dibahas sejak bulan Agustus 2016, karena khusus terhadap berita acara pengesahan Qanun RTRW telah ditandatangani oleh Wakil Ketua DPRK.

Meskipun berita acara pengesahan Qanun RTRW tidak ditandatangani oleh Ketua DPRK T Zulhelmi, namun qanun dimaksud tetap telah disahkan secara resmi oleh lembaga dewan bersama eksekutif, karena pengambilan keputusan bersifat kolektif kolegial.

"Berita acara pengesahan Qanun RTRW tersebut telah saya tandatangani sehingga pengesahannya dinilai sudah legal, karena pengambilan keputusan di lembaga dewan bersifat kolektif kolegial," kata Syahril.

Menurut Syahril, keputusan itu diambil karena empat dari lima fraksi yang ada di DPRK Aceh Selatan seluruhnya sepakat memasukkan KEL ke dalam Qanun RTRW sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.

"Sebenarnya duduk persoalan dalam kasus ini bukan dalam konteks menolak atau menerima namun keberadaan KEL tersebut merupakan kawasan strategis nasional yang jelas-jelas telah diatur dalam peraturan perundang-undangan," tegas Syahril.

Atas dasar itu, sambung Syahril, dinilai tidak tepat jika Pemkab dan DPRK Aceh Selatan secara serta merta langsung menolak keberadaan KEL dalam Qanun RTRW, karena secara hirarki hukum peraturan daerah atau qanun tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.

"Perlu diketahui oleh semua pihak bahwa KEL tersebut bukanlah serta merta langsung diidentikkan dengan hutan lindung yang sama sekali tidak boleh dijamah oleh masyarakat," ujar dia.

Sebab, lanjut dia lagi, di dalam KEL tersebut disamping terdapat hutan lindung juga terdapat kawasan suaka marga satwa serta hutan produksi atau dengan kata lain kawasan hutan areal penggunaan lain (APL) yang keberadaannya boleh dimanfaatkan oleh masyarakat.

Sementara itu, Ketua DPRK Aceh Selatan T Zulhelmi membenarkan bahwa dirinya telah menolak menandatangani berita acara pengesahan Qanun RTRW dalam penutupan rapat paripurna khusus Rabu (28/9) lalu.

Menurut dia, langkah yang diambil tersebut dalam rangka menindaklanjuti perintah Partai Aceh yang secara tegas menolak keputusan Pemkab dan DPRK setempat memasukkan KEL ke dalam Qanun RTRW.

"Keputusan yang saya ambil sesuai amanah dan perintah Partai Aceh, sebab partai lokal terbesar ini secara tegas telah menyatakan sikap menolak keberadaan KEL dalam Qanun RTRW," tegasnya.

Dia menyatakan, keputusan yang diambil Partai Aceh tersebut menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan oleh ratusan masyarakat Aceh Selatan saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tentang Rancangan Qanun RTRW yang berlangsung di Gedung DPRK setempat beberapa waktu lalu.

"Hampir 90 persen masyarakat yang hadir dalam RDPU tersebut menyampaikan aspirasinya menolak keberadaan KEL dalam wilayah Kabupaten Aceh Selatan, sehingga atas dasar membela kepentingan masyarakat luas kami harus mengambil sikap tegas untuk secara bersama-sama menolak keberadaan KEL dimaksud," kata dia.

T Zulhelmi juga menolak keputusan empat fraksi lainnya di DPRK Aceh Selatan menyetujui KEL dimasukkan ke dalam Qanun RTRW hanya atas dasar ketentuan perundang-undangan memang telah mengatur demikian sehingga wajib dipatuhi oleh pemerintah daerah dan pihak dewan.

"Anggapan ini kami nilai sangat keliru, sebab khusus terhadap Provinsi Aceh ada kekhususan tersendiri dengan diberlakukannya Undang-undang Pemerintah Aceh (UU PA), sehingga keputusan penolakan KEL tersebut bukan saja dilakukan oleh Fraksi Partai Aceh di DPRK Aceh Selatan tapi hal yang sama juga dilakukan oleh pihak DPRA terhadap Qanun RTRW Provinsi Aceh," ujarnya.

Ketua Fraksi Partai Aceh DPRK Aceh Selatan, Mizar menambahkan dasar masyarakat menolak keberadaan KEL di Aceh Selatan disamping karena tidak adanya sosialisasi yang jelas oleh pihak pengelola juga disebabkan tidak adanya tapal batas yang jelas yang menentukan dimana letak KEL dan dimana letak kawasan hutan yang bisa digarap oleh para petani.

"Perlu diketahui bahwa penetapan wilayah KEL tersebut sudah berlangsung secara serampangan, buktinya tidak saja sudah cukup banyak lahan perkebunan dan pertanian milik masyarakat yang sudah masuk ke dalam KEL, bahkan dapur rumah pendudukpun juga masuk ke dalam KEL sehingga hal ini telah menimbulkan keresahan dan kepanikan masyarakat karena sudah sangat terbatas ruang gerak mereka dalam mencari rezeki," ujar Mizar.

Padahal, sambung Mizar, jika dilihat dari sejarah zaman dulu sudah duluan masyarakat berada dalam wilayah KEL tersebut baik untuk bercocok tanam sebagai penghasilan mata pencahariannya maupun membangun rumah dibandingkan penetapan wilayah KEL di Kabupaten Aceh Selatan.

Akibatnya, kata Mizar, keberadaan KEL dalam wilayah pemukiman penduduk serta lahan pertanian dan perkebunan warga tersebut sangat sering memicu terjadinya konflik antara pihak masyarakat dengan pihak pengelola KEL serta melibatkan aparat penegak hukum.

"Satu sisi kita menilai bahwa masyarakat wajar mempertahankan lahan pertanian dan perkebunan serta wilayah pemukimannya karena sudah duluan mereka hadir di wilayah itu dibandingkan penetapan KEL oleh pihak pemerintah," ujar dia.      Dikatakan, konflik itu sudah cukup lama berlangsung namun hingga saat ini belum ada solusi penyelesaian secara konkrit oleh pihak pemerintah.

"Maka atas dasar itulah, kami atas nama Fraksi Partai Aceh DPRK Aceh Selatan secara tegas menyatakan menolak keberadaan KEL di daerah ini," katanya.
    

Pewarta: Hendrik

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2016