Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Sulaiman meminta Pemerintah Aceh untuk menyusun strategi rencana aksi terkait pengelolaan satwa liar di Aceh guna menghindari terjadinya konflik dengan manusia.
"Kita (Aceh) harus mempunyai strategi dan rencana aksi tersendiri dalam pengelolaan satwa liar di Aceh," kata Sulaiman di Banda Aceh, Senin.
Permintaan itu disampaikan akibat dari konflik satwa liar yang terjadi di Aceh. Terbaru konflik kembali terjadi antara harimau dengan manusia di Aceh Timur, hingga perusakan lahan pertanian masyarakat oleh gajah liar di Aceh Jaya.
Baca juga: Anggota DPRA minta polisi selesaikan kasus pembunuhan harimau Aceh Timur dengan keadikan restoratif
Sulaiman menilai konflik satwa di Aceh terus terjadi karena tidak adanya upaya serius yang dilakukan dari Pemerintah Aceh dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh dalam pengelolaan.
"Sejauh ini belum ada langkah konkret yang bisa dijadikan acuan dalam menangani persoalan konflik manusia dengan satwa liar di Aceh," ujarnya.
Padahal, kata Sulaiman, Aceh sudah memiliki qanun (peraturan daerah) Nomor 11 tahun 2019 tentang pengelolaan satwa liar.
Tetapi, sampai saat ini Peraturan Gubernur (Pergub) mengenai strategi dan rencana aksi pengelolaan satwa liar sebagai tindak lanjut qanun itu belum juga ditetapkan.
Sulaiman menuturkan, dalam peraturan tersebut dijelaskan, Pemerintah Aceh harus menetapkan strategi dan rencana aksi pengelolaan satwa liar paling lama satu tahun sejak qanun itu diundangkan.
“Dua tahun yang lalu sudah saya desak supaya Pemerintah Aceh segera di implementasi. Tetapi sampai saat ini belum juga terealisasi," katanya.
Baca juga: Forum Jurnalis Lingkungan desak polisi bebaskan tersangka peracun harimau
Sulaiman menambahkan, BKSDA memang memiliki SOP sendiri dalam pengelolaan dan penanganan konflik satwa liar secara nasional, tetapi itu tidak dapat dijadikan acuan konkrit dalam pengelolaan di Aceh mengingat populasi nya lebih banyak dibanding dengan daerah lain di Indonesia.
Karena itu, Sulaiman berharap Pemerintah Aceh tidak main-main dengan permasalahan konflik satwa liar dan manusia ini, artinya turunan dari qanun tersebut harus segera dibuat dan diimplementasikan.
"Untuk pengelolaan dan penanganan nya sudah diatur dalam qanun Aceh Nomor 11 tahun 2019 itu. Karena itu kita berharap secepatnya ditindaklanjuti agar konflik manusia dengan satwa liar tidak terus-terusan terjadi di Aceh," demikian Sulaiman
Baca juga: Diduga racun harimau, pemilik kambing di Aceh Timur ditangkap polisi
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
"Kita (Aceh) harus mempunyai strategi dan rencana aksi tersendiri dalam pengelolaan satwa liar di Aceh," kata Sulaiman di Banda Aceh, Senin.
Permintaan itu disampaikan akibat dari konflik satwa liar yang terjadi di Aceh. Terbaru konflik kembali terjadi antara harimau dengan manusia di Aceh Timur, hingga perusakan lahan pertanian masyarakat oleh gajah liar di Aceh Jaya.
Baca juga: Anggota DPRA minta polisi selesaikan kasus pembunuhan harimau Aceh Timur dengan keadikan restoratif
Sulaiman menilai konflik satwa di Aceh terus terjadi karena tidak adanya upaya serius yang dilakukan dari Pemerintah Aceh dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh dalam pengelolaan.
"Sejauh ini belum ada langkah konkret yang bisa dijadikan acuan dalam menangani persoalan konflik manusia dengan satwa liar di Aceh," ujarnya.
Padahal, kata Sulaiman, Aceh sudah memiliki qanun (peraturan daerah) Nomor 11 tahun 2019 tentang pengelolaan satwa liar.
Tetapi, sampai saat ini Peraturan Gubernur (Pergub) mengenai strategi dan rencana aksi pengelolaan satwa liar sebagai tindak lanjut qanun itu belum juga ditetapkan.
Sulaiman menuturkan, dalam peraturan tersebut dijelaskan, Pemerintah Aceh harus menetapkan strategi dan rencana aksi pengelolaan satwa liar paling lama satu tahun sejak qanun itu diundangkan.
“Dua tahun yang lalu sudah saya desak supaya Pemerintah Aceh segera di implementasi. Tetapi sampai saat ini belum juga terealisasi," katanya.
Baca juga: Forum Jurnalis Lingkungan desak polisi bebaskan tersangka peracun harimau
Sulaiman menambahkan, BKSDA memang memiliki SOP sendiri dalam pengelolaan dan penanganan konflik satwa liar secara nasional, tetapi itu tidak dapat dijadikan acuan konkrit dalam pengelolaan di Aceh mengingat populasi nya lebih banyak dibanding dengan daerah lain di Indonesia.
Karena itu, Sulaiman berharap Pemerintah Aceh tidak main-main dengan permasalahan konflik satwa liar dan manusia ini, artinya turunan dari qanun tersebut harus segera dibuat dan diimplementasikan.
"Untuk pengelolaan dan penanganan nya sudah diatur dalam qanun Aceh Nomor 11 tahun 2019 itu. Karena itu kita berharap secepatnya ditindaklanjuti agar konflik manusia dengan satwa liar tidak terus-terusan terjadi di Aceh," demikian Sulaiman
Baca juga: Diduga racun harimau, pemilik kambing di Aceh Timur ditangkap polisi
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023