Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut wilayah Provisi Aceh mulai memasuki puncak musim kemarau, sehingga masyarakat diminta untuk mewaspadai potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Saat ini wilayah Provinsi Aceh mulai memasuki puncak kemarau,” kata Prakirawan BMKG Kelas I Sultan Iskandar Muda Aceh Besar Miftahul Jannah di Banda Aceh, Selasa.
Ia menyebutkan beberapa wilayah yang mengalami kekeringan dan perlu mewaspadai potensi karhutla, yakni Kabupaten Aceh Besar, Aceh Timur, Gayo Lues, Aceh Tenggara, dan Bener Meriah.
Baca juga: Hanya 386 dari 1.900 hektare sawah Aceh Barat bisa digarap karena kemarau
Untuk kecepatan angin di Aceh, kata dia, rata-rata antara 10-30 km per jam, bahkan bisa lebih. Potensi angin kencang di provinsi paling barat Indonesia itu terjadi mulai pagi hingga sore hari.
“Untuk wilayah tengah Aceh, biasanya kalau terjadi musim kemarau, maka akan banyak terjadi kebakaran hutan dan lahan,” ujarnya.
Selain musim kemarau, menurut dia, Indonesia saat ini juga sedang menghadapi fenomena El Nino sehingga berdampak pada kekeringan. Namun, saat ini kondisi El Nino masih lemah dan pengaruhnya masih kecil, diprediksikan akan menjadi besar pada Oktober 2023 mendatang.
“Jika dampak di Indonesia besar, maka wilayah Aceh juga akan terkena dampaknya,” ujar dia.
Di sisi lain, menurut Miftahul, beberapa wilayah Aceh juga berpotensi diguyur hujan intensitas sedang hingga deras dalam tiga hari ke depan. Hal ini terjadi karena adanya konvergensi atau penumpukan massa udara sehingga pertumbuhan awan hujan lebih banyak.
Selain itu, juga dipengaruhi adanya fenomena Madden Julian Oscalillation (MJO) di wilayah Samudera Hindia, sehingga sangat berpengaruh pada potensi pertumbuhan awan-awan hujan, terutama di wilayah barat selatan Aceh.
Baca juga: Memprihatinkan, Pemkab Aceh Barat terpaksa siapkan pompa air atasi 1.521,5 Ha sawah kekeringan
“Wilayah potensi hujan seperti Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, dan Simeulue. Daerah-daerah ini mungkin perlu waspada banjir, karena daerah ini dekat dengan Samudera Hindia sehingga masih ada potensi peningkatan awan-awan hujan,” ujarnya.
Selain itu, BMKG juga mengingatkan masyarakat terhadap potensi gelombang tinggi di Aceh yang mencapai 4 meter, terutama perairan Samudera Hindia barat Aceh, perairan utara Sabang, dan perairan barat Aceh.
“Jadi, para nelayan perlu mewaspadai potensi itu dan tidak mencari ikan atau berlayar di wilayah perairan tersebut,” katanya.
Kepala Bidang Data dan Informasi BMKG Kelas I Sultan Iskandar Muda Aceh Besar Anang Herianto menyebut di wilayah Aceh, potensi munculnya titik panas yang memicu terjadinya karhutla kerap terjadi antara Juni, Juli, dan Agustus, sehingga masyarakat perlu mewaspadai potensi tersebut.
“Seperti tahun 2022 kemarin, berdasarkan data satelit kita menunjukkan kemunculan titik panas paling tinggi antara bulan Juni, Juli, Agustus, tetapi tidak semua titik panas itu terjadi kebakaran,” kata Anang.
Baca juga: Dua hektare lahan terbakar di tengah musim kemarau di Aceh Besar
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
“Saat ini wilayah Provinsi Aceh mulai memasuki puncak kemarau,” kata Prakirawan BMKG Kelas I Sultan Iskandar Muda Aceh Besar Miftahul Jannah di Banda Aceh, Selasa.
Ia menyebutkan beberapa wilayah yang mengalami kekeringan dan perlu mewaspadai potensi karhutla, yakni Kabupaten Aceh Besar, Aceh Timur, Gayo Lues, Aceh Tenggara, dan Bener Meriah.
Baca juga: Hanya 386 dari 1.900 hektare sawah Aceh Barat bisa digarap karena kemarau
Untuk kecepatan angin di Aceh, kata dia, rata-rata antara 10-30 km per jam, bahkan bisa lebih. Potensi angin kencang di provinsi paling barat Indonesia itu terjadi mulai pagi hingga sore hari.
“Untuk wilayah tengah Aceh, biasanya kalau terjadi musim kemarau, maka akan banyak terjadi kebakaran hutan dan lahan,” ujarnya.
Selain musim kemarau, menurut dia, Indonesia saat ini juga sedang menghadapi fenomena El Nino sehingga berdampak pada kekeringan. Namun, saat ini kondisi El Nino masih lemah dan pengaruhnya masih kecil, diprediksikan akan menjadi besar pada Oktober 2023 mendatang.
“Jika dampak di Indonesia besar, maka wilayah Aceh juga akan terkena dampaknya,” ujar dia.
Di sisi lain, menurut Miftahul, beberapa wilayah Aceh juga berpotensi diguyur hujan intensitas sedang hingga deras dalam tiga hari ke depan. Hal ini terjadi karena adanya konvergensi atau penumpukan massa udara sehingga pertumbuhan awan hujan lebih banyak.
Selain itu, juga dipengaruhi adanya fenomena Madden Julian Oscalillation (MJO) di wilayah Samudera Hindia, sehingga sangat berpengaruh pada potensi pertumbuhan awan-awan hujan, terutama di wilayah barat selatan Aceh.
Baca juga: Memprihatinkan, Pemkab Aceh Barat terpaksa siapkan pompa air atasi 1.521,5 Ha sawah kekeringan
“Wilayah potensi hujan seperti Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, dan Simeulue. Daerah-daerah ini mungkin perlu waspada banjir, karena daerah ini dekat dengan Samudera Hindia sehingga masih ada potensi peningkatan awan-awan hujan,” ujarnya.
Selain itu, BMKG juga mengingatkan masyarakat terhadap potensi gelombang tinggi di Aceh yang mencapai 4 meter, terutama perairan Samudera Hindia barat Aceh, perairan utara Sabang, dan perairan barat Aceh.
“Jadi, para nelayan perlu mewaspadai potensi itu dan tidak mencari ikan atau berlayar di wilayah perairan tersebut,” katanya.
Kepala Bidang Data dan Informasi BMKG Kelas I Sultan Iskandar Muda Aceh Besar Anang Herianto menyebut di wilayah Aceh, potensi munculnya titik panas yang memicu terjadinya karhutla kerap terjadi antara Juni, Juli, dan Agustus, sehingga masyarakat perlu mewaspadai potensi tersebut.
“Seperti tahun 2022 kemarin, berdasarkan data satelit kita menunjukkan kemunculan titik panas paling tinggi antara bulan Juni, Juli, Agustus, tetapi tidak semua titik panas itu terjadi kebakaran,” kata Anang.
Baca juga: Dua hektare lahan terbakar di tengah musim kemarau di Aceh Besar
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023