Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen , Provinsi Aceh, menghentikan penuntutan terhadap tiga perkara berdasarkan restorative justice atau keadilan restoratif setelah para pelaku dan korban berdamai.
Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi di Banda Aceh, Selasa, mengatakan penghentian penuntutan tiga perkara tersebut setelah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) menyetujuinya.
"Ada tiga perkara yang penuntutannya dihentikan setelah Jampidum menyetujuinya. Ketiga perkara tersebut yakni dua penganiayaan, di mana korban dan pelaku saling lapor serta kasus penadahan barang curian," katanya.
Baca juga: Kejari Bireuen periksa 16 saksi dugaan korupsi PNPM Rp3,3 miliar
Tiga perkara tersebut yakni dengan tersangka dengan inisial F (45), perempuan dan M (31), perempuan. Keduanya terlibat penganiayaan yang saling lapor dengan sangkaan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP yang ancaman hukum paling lama dua tahun delapan bulan penjara.
Kemudian, perkara ketiga dengan tersangka berinisial AM. AM disangkakan melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman paling lama empat tahun penjara, kata Munawal Hadi.
"Penghentian penuntutan tiga perkara secara keadilan restoratif tersebut dilakukan karena para tersangka baru pertama melakukan tindak pidana dan hukumannya di bawah lima tahun," katanya.
Selain itu, para tersangka mengakui kesalahannya dan telah meminta maaf kepada korban. Korban juga sudah memaafkan tersangka serta tidak akan menuntut kembali.
"Selanjutnya, Jampidum memerintahkan untuk menerbitkan surat penetapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum," katanya.
Munawal Hadi mengatakan dengan disetujuinya penghentian penuntutan tiga perkara tersebut, maka Kejari Bireuen sepanjang 2023 sudah menyelesaikan 22 perkara melalui keadilan restoratif.
"Penghentian penuntutan perkara secara keadilan restoratif yang dilakukan Kejari Bireuen merupakan yang terbanyak se kejaksaan negeri di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Aceh," kata Munawal Hadi.
Baca juga: Kejari Bireuen geledah Kantor BPRS terkait korupsi penyertaan modal
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi di Banda Aceh, Selasa, mengatakan penghentian penuntutan tiga perkara tersebut setelah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) menyetujuinya.
"Ada tiga perkara yang penuntutannya dihentikan setelah Jampidum menyetujuinya. Ketiga perkara tersebut yakni dua penganiayaan, di mana korban dan pelaku saling lapor serta kasus penadahan barang curian," katanya.
Baca juga: Kejari Bireuen periksa 16 saksi dugaan korupsi PNPM Rp3,3 miliar
Tiga perkara tersebut yakni dengan tersangka dengan inisial F (45), perempuan dan M (31), perempuan. Keduanya terlibat penganiayaan yang saling lapor dengan sangkaan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP yang ancaman hukum paling lama dua tahun delapan bulan penjara.
Kemudian, perkara ketiga dengan tersangka berinisial AM. AM disangkakan melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman paling lama empat tahun penjara, kata Munawal Hadi.
"Penghentian penuntutan tiga perkara secara keadilan restoratif tersebut dilakukan karena para tersangka baru pertama melakukan tindak pidana dan hukumannya di bawah lima tahun," katanya.
Selain itu, para tersangka mengakui kesalahannya dan telah meminta maaf kepada korban. Korban juga sudah memaafkan tersangka serta tidak akan menuntut kembali.
"Selanjutnya, Jampidum memerintahkan untuk menerbitkan surat penetapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum," katanya.
Munawal Hadi mengatakan dengan disetujuinya penghentian penuntutan tiga perkara tersebut, maka Kejari Bireuen sepanjang 2023 sudah menyelesaikan 22 perkara melalui keadilan restoratif.
"Penghentian penuntutan perkara secara keadilan restoratif yang dilakukan Kejari Bireuen merupakan yang terbanyak se kejaksaan negeri di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Aceh," kata Munawal Hadi.
Baca juga: Kejari Bireuen geledah Kantor BPRS terkait korupsi penyertaan modal
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023