Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) akan mengusulkan tradisi manoe pucok atau mandi pucuk yang sudah berlangsung secara turun temurun di daerah itu jadi warisan budaya tak benda (WBTb), sebagai langkah upaya melindungi dan melestarikan budaya di Indonesia.

Wakil Kepala Sekretariat Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) 8 Kontingen Abdya Usmadi di Banda Aceh, Senin, mengatakan tradisi manoe pucoek menjadi salah satu budaya yang juga akan dipertunjukkan dalam ajang PKA dan ajang ini menjadi momentum tepat untuk mengusulkan tradisi manoe pucoek Aceh Barat Daya sebagai WBTb.

"Maka kita berharap manoe pucoek ini menjadi warisan budaya tak benda yang akan ditetapkan oleh Kemendikbud," kata Usmadi.

Baca juga: Pj Bupati Abdya raih penghargaan Proklim dari Kementerian LHK

Ia menjelaskan prosesi manoe pucok biasanya berlangsung saat upacara perkawinan dan sunat Rasul atau khitan di tengah masyarakat Aceh Barat Daya. Manoe pucok dilakukan dalam rangka memberi nasihat kepada pengantin perkawinan maupun sunat.
 

Menurut Usmadi, tradisi manoe pucok ini menjadi nasihat terakhir dari orang tua atau anggota keluarga inti kepada pasangan pengantin yang akan menempuh hidup baru, atau seorang anak yang akan beranjak dewasa setelah menjalani sunat.

"Manoe pucok ini di Abdya, di manapun kita lihat dari ujung (kecamatan) Babahrot sampai (kecamatan) Lembah Sabil, hampir setiap ada acara pesta perkawinan atau sunat rasul, maka ada ini manoe pucok," ujar Kepala Majelis Pendidikan Daerah (MPD) Abdya itu.

Menurut Usmadi, hasil kajian yang dilakukan selama ini oleh akademisi Abdya bahwa tradisi manoe pucok tersebut sudah memenuhi segala persyaratan untuk diusulkan sebagai WBTb.

Baik dari segi lamanya adat kebudayaan yang berkembang, kemudian ada maestro atau guru budayanya sebagai narasumber dan ini sudah merakyat di Aceh Barat Daya, ujarnya.

Dalam kajian itu juga disebutkan manoe merupakan bahasa Aceh yang memiliki arti mandi, yaitu memandikan pengantin, baik pengantin perkawinan laki-laki dan perempuan maupun pengantin sunat.

Sedangkan pucok berarti daun yang paling muda atau pucuk daun yang paling atas dari sebatang pohon kayu.

"Pucok yang dimaksud yakni perbuatan terakhir yang dilakukan oleh kedua orang tua kepada anaknya yang akan menikah dan tahap pertama bagi seorang anak laki-laki yang akan disunat dan ungkapan yang disimbolkan dalam pembersihan diri sebelum menempuh kehidupan yang baru," ujarnya.

Baca juga: Berkat budidaya berhasil, warga Gampong Ladang Abdya dapat udang vaname gratis

Disebutkan juga, manoe pucok dimulai dengan membaca shalawat dan doa dengan irama khas. Lalu, dilanjutkan dengan kisah Saidina Hasyem, anak Siti Zainab, yang merupakan cucu Rasulullah SAW waktu mengikuti perang sabil.

Irama yang dilantunkan oleh syahi juga sangat khas-irama ini tidak boleh diganti dengan irama lainnya, sebab akan mengurangi nilai estetika dan nilai rasa di dalam pelantunannya. Iramanya pilu dan menyayat, mendayu, dan sedih bila direnungkan. Pada penutup, pengantin akan dimandikan dengan air khusus di tempat duduknya.

"Semua persyaratan sudah kita lengkapi untuk pengusulan menjadi warisan budaya tak benda. Selain manoe pucok, kita juga mengusulkan tari rateb meuseukat dan tari phoe," ujarnya.

Baca juga: Pj Bupati: Banyak potensi Abdya yang dapat dikembangkan

Pewarta: Khalis Surry

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023