Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG) Aceh menyebut pemerintah desa atau gampong di provinsi itu menggunakan sebesar Rp391,9 miliar dana desa pada 2023 untuk menangani stunting.
“Realisasi dana desa tahun 2023 di Aceh untuk stunting mencapai Rp391,9 miliar, baik untuk kegiatan sarpras (sarana pra sarana) maupun non-sarpras,” kata Kepala DPMG Aceh Zulkifli di Banda Aceh, Rabu.
Pada tahun 2023, Aceh mendapat alokasi dana desa Rp4,76 triliun untuk 6.495 gampong serta mendapat tambahan Rp168 miliar, sehingga total dana desa sebesar Rp4,93 triliun.
Ia menjelaskan penggunaan dana desa untuk stunting merupakan kewajiban. Sejauh ini, desa-desa di Aceh telah menggunakan dana tersebut sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Permendes PDT tentang prioritas penggunaan dana desa 2023.
Seperti, kata dia, untuk sarpras meliputi pembangunan drainase, bangunan air bersih, fasilitas mandi cuci kakus (MCK), bangunan polindes, jamban keluarga dan beberapa lainnya.
Kemudian untuk kegiatan non-sarpras seperti pelatihan, rembuk stunting, konseling gizi, sosialisasi pencegahan perkawinan anak, pelayanan posyandu dan lainnya.
“Kalau kita lihat dari belanja, memang sudah dibelanjakan sebagaimana yang diatur dalam permendes, misalnya untuk sarpras ada jamban, sanitasi dan sebagainya, begitu juga non sarpras, jadi penggunaan sudah mengarah. Tapi kita mengharapkan desa-desa untuk peningkatan lagi kualitas (program), lebih baik lagi,” ujarnya.
Zulkifli mengatakan, ada lima sasaran penanggulangan stunting menggunakan dana desa, yakni remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, anak usia 0-59 bulan, dan keluarga rentan terhadap stunting.
Misalnya untuk keluarga rentan, lanjut dia, selama ini sudah ada bentuk penanganan yang dilakukan di desa-desa seperti pembangunan sanitasi rumah tangga yang layak, jamban keluarga, dan berbagai program lain.
“Begitu juga untuk remaja putri, calon pengantin, anak usai 0-59 bulan, apa yang bisa terus dilakukan menggunakan dana desa ini. Maka kita harapkan tenaga kesehatan bisa membimbing dan mendampingi desa agar bisa lebih fokus dalam penanganan stunting dengan dana desa ini,” ujarnya.
Tahun ini, dia menambahkan, penggunaan dana desa untuk stunting masih menjadi prioritas pemerintah. Penggunaan dana desa untuk stunting tidak ditentukan batas minimum dan maksimum dalam Permendes PDT tentang prioritas penggunaan dana desa 2024.
Hal itu, kata dia, berbeda dengan penggunaan dana desa untuk bantuan langsung tunai (BLT) yang dibatasi maksimal 25 persen dari total Dana Desa setiap gampong, atau operasional desa maksimal tiga persen, dan ketahanan pangan minimal 20 persen.
“Jadi stunting ini sifatnya wajib, walaupun anak stunting tidak ada, tapi ada remaja putri yang potensi akan melahirkan, ada calon pengantin, dan sasaran lainnya sehingga harus tetap dilakukan sesuai dengan keuangan desa,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
“Realisasi dana desa tahun 2023 di Aceh untuk stunting mencapai Rp391,9 miliar, baik untuk kegiatan sarpras (sarana pra sarana) maupun non-sarpras,” kata Kepala DPMG Aceh Zulkifli di Banda Aceh, Rabu.
Pada tahun 2023, Aceh mendapat alokasi dana desa Rp4,76 triliun untuk 6.495 gampong serta mendapat tambahan Rp168 miliar, sehingga total dana desa sebesar Rp4,93 triliun.
Ia menjelaskan penggunaan dana desa untuk stunting merupakan kewajiban. Sejauh ini, desa-desa di Aceh telah menggunakan dana tersebut sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Permendes PDT tentang prioritas penggunaan dana desa 2023.
Seperti, kata dia, untuk sarpras meliputi pembangunan drainase, bangunan air bersih, fasilitas mandi cuci kakus (MCK), bangunan polindes, jamban keluarga dan beberapa lainnya.
Kemudian untuk kegiatan non-sarpras seperti pelatihan, rembuk stunting, konseling gizi, sosialisasi pencegahan perkawinan anak, pelayanan posyandu dan lainnya.
“Kalau kita lihat dari belanja, memang sudah dibelanjakan sebagaimana yang diatur dalam permendes, misalnya untuk sarpras ada jamban, sanitasi dan sebagainya, begitu juga non sarpras, jadi penggunaan sudah mengarah. Tapi kita mengharapkan desa-desa untuk peningkatan lagi kualitas (program), lebih baik lagi,” ujarnya.
Zulkifli mengatakan, ada lima sasaran penanggulangan stunting menggunakan dana desa, yakni remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, anak usia 0-59 bulan, dan keluarga rentan terhadap stunting.
Misalnya untuk keluarga rentan, lanjut dia, selama ini sudah ada bentuk penanganan yang dilakukan di desa-desa seperti pembangunan sanitasi rumah tangga yang layak, jamban keluarga, dan berbagai program lain.
“Begitu juga untuk remaja putri, calon pengantin, anak usai 0-59 bulan, apa yang bisa terus dilakukan menggunakan dana desa ini. Maka kita harapkan tenaga kesehatan bisa membimbing dan mendampingi desa agar bisa lebih fokus dalam penanganan stunting dengan dana desa ini,” ujarnya.
Tahun ini, dia menambahkan, penggunaan dana desa untuk stunting masih menjadi prioritas pemerintah. Penggunaan dana desa untuk stunting tidak ditentukan batas minimum dan maksimum dalam Permendes PDT tentang prioritas penggunaan dana desa 2024.
Hal itu, kata dia, berbeda dengan penggunaan dana desa untuk bantuan langsung tunai (BLT) yang dibatasi maksimal 25 persen dari total Dana Desa setiap gampong, atau operasional desa maksimal tiga persen, dan ketahanan pangan minimal 20 persen.
“Jadi stunting ini sifatnya wajib, walaupun anak stunting tidak ada, tapi ada remaja putri yang potensi akan melahirkan, ada calon pengantin, dan sasaran lainnya sehingga harus tetap dilakukan sesuai dengan keuangan desa,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024