Banda Aceh (ANTARA Aceh) - Butuh nyali dan kemauan yang cukup kuat untuk bisa sampai memijakkan kaki di Pulau Bengkaru, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Kabupaten Aceh Singkil, karena daratannya di kelilingi ombak-ombak laut yang menghempaskan.
     
Luas daratan Pulau Bengkaru menurut keterangan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kepulauan Banyak mencapai 15 ribu hektare dan 90 persen terdiri atas hutan lindung dilengkapi dengan satwa yang cukup lengkap, sedangkan 10 persen terdiri dari rawa dan pantai. 
     
Perahu atau boat mesin pengunjung yang hendak singgah ke Pulau Bengkaru baik wisatawan mancanegara maupun lokal, dengan jarak kurang lebih 100 meter tidak bisa berlabuh langsung ke bibir pantai karena di kelilingi ombak yang cukup besar mencapai tiga meter dari tepi pantai kecuali Teluk Berasi. 
     
Namun umumnya memasuki Bengkaru untuk bermalam tempat menginap harus dari Pantai Pelanggaran, bila sudah sampai dalam jarak 100 meter dari tepi pantai itu cukup hanya membunyikan klakson atau alarm, penjaga pantai yang hanya dihuni enam orang di kawasan itu akan datang menjemput pengunjung menggunakan kapal cepat bermesin tempel.
     
Kapolres Aceh Singkil AKBP Ian Rizkian Miliardin Sik didampingi Asisten I Pemerintahan Kabupaten Aceh Singkil Muhammad Ichsan dan sejumlah wartawan yang tiba di Pulau Bengkaru dijemput penjaga pantai ketika hendak melintasi  ombak-ombak laut yang cukup ekstrim menghempas. 
     
"Tantangan cukup mengasyikkan memang melintasi ombak besar ini," kata Idrus salah seorang jurnalis yang ikut dalam tour itu, sembari menggunakan jaket pelampungnya.
     
Rombongan Kapolres Ian Rizkian berangkat dari Pelabuhan Pulo Sarok, Singkil, Kamis (11/5) hanya menempuh jarak kurang lebih tiga jam menggunakan kapal cepat (speed boat) mulai pagi pukul 06.00 WIB atau berjarak sekitar 66 mil laut.
     
Tiba di tujuan, rombongan disambut seorang pegawai Kehutanan BKSDA, Kliwon dan lima orang penjaga pantai dari LSM Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HaKa) pada pukul 09.15 WIB. 
     
Pulau Bengkaru yang terkenal dihuni banyak penyu dan hewan liar di hutan  lindungnya, dulunya dikelola oleh Yayasan Pulau Banyak (YPB) suatu lembaga pecinta alam yang dipimpin oleh Mahmud Bengkaru seorang muallaf asal Negara Swis, dan saat ini dikelola oleh Yayasan HaKa.
     
Koordinator HaKa Wilayah Pulau Bengkaru, Uzar menuturkan, pihaknya bertugas menjaga penyu-penyu yang banyak bertelur di tepi pantai dengan upah Rp 2 juta per bulan untuk satu orang petugas. 
     
Selain itu, Yayasan HaKa juga menjual jasa dengan tarif yang telah ditentukan, berkisar Rp200 ribu per orang perhari pada setiap wisatawan mancanegara maupun wisatawan lokal bermalam di pemondokan.
     
Uzar mengatakan tidak sedikit tantangan kecaman dan fitnah yang menerpa awal merintis belasan tahun yang lalu, bahkan aksi-aksi protes dan unjuk rasa masyarakat Haloban pernah dihadapi.
     
"Namun, alhamdulillah berkat pengamanan Kapolsek Pulau Banyak keadaan yang nyaris amuk massa untuk membakar pemondokan petugas teratasi dengan baik. Seminggu dan sebulan berlalu kembali berjalan lancar, kami juga memberikan pengertian pentingnya melestarikan habitat penyu dan hewan-hewan di Pulau Bengkaru," katanya. 
     
Berbeda dengan pulau yang lainnya Pulau Bengkaru adalah pulau yang terjauh setelah Pulau Sarang Alu yang masih dalam wilayah Kabupaten Aceh Singkil, sehingga sinyal komunikasi telephone seluler tidak ada di kawasan itu. 
     
Artinya, kata Uzar, setiap pelancong atau wisatawan yang tiba di Pulau Bengkaru, siap-siap untuk putus komunikasi dengan dunia luar dan benar-benar fokus menikmati alam laut dan hutan Bengkaru. 

Pantai yang eksotik. 
     
Menyusuri sebagian kecill hutan serta menikmati indahnya enam pantai yang terkenal di Bengkaru yakni Pantai Amandangan, Pantai Kecil, Pantai Pelanggaran, Pantai Panjang, Pantai Lakita dan Pintu Rimba suatu benda seperti kaca berlobang.
     
Sementara titik lokasi peselancar (surfing) di Pulau Bengkarung berada di Teluk Berasi, Lakita, Amandangan dan Ujung Lolok di Pulau Tuangku. 
     
Suhu di seputaran pantai hanya sekitar 25 hingga 30 derajat, namun bila ditengah hutan dipastikan suhu menurun sesuai dengan iklim tropis. 
     
Para peselancar mayoritas wisatawan dari berbagai belahan dunia berlomba-lomba memburu ombak tinggi hanya demi menikmati papan selancar. Pada umumnya mereka hadir dengan kapal-kapal khusus, yakni kapal pesiar mini, melalui jalur Samudra Hindia. 
     
Ditelisik mengenai pendapatan, para investor dan pengusaha di Kepulauaan Banyak mencapai ratusan juta rupiah per bulan bersih, itu hanya pengusaha penginapan dan makan di Ujung Lolok, Pulau Tuangku. 
     
Namun, Pemerintahan Kabupaten Aceh Singkil sulit untuk ikut andil dalam pengelolaan alam wisata Kepulauan Banyak karena alasan terbentur konservasi. 


Pewarta: Khairuman

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2017