Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh menyatakan Sungai Singgersing di Kota Subulussalam, Aceh, tercemar potongan kayu yang hanyut dari hulu dan air keruh bercampur lumpur, diduga akibat land clearing atau pembersihan perkebunan sawit.

Direktur Walhi Aceh Ahmad Salihin di Banda Aceh, Senin, menduga pencemaran itu terjadi akibat ada aktivitas land clearing (proses pembersihan hingga penyiapan lahan untuk digunakan kembali dalam beberapa aktivitas) perusahaan sawit.

"Informasi yang kami peroleh, aktivitas dan kejadiannya baru dalam dua bulan terakhir, diduga akibat land clearing perusahaan sawit yang sedang membuka lahan di sana," kata Salihin.

Pria yang akrab disapa Om Sol itu menyampaikan, selain mengancam keselamatan warga yang bermukim di bantaran sungai tersebut, aktivitas land clearing juga berdampak terhadap nelayan. 

Di mana, nelayan tidak dapat lagi memasang bubu atau jaring untuk menangkap ikan, karena adanya bongkahan kayu yang hanyut dari hulu sungai.

Tak hanya itu, lanjut dia, dampak lain yang dirasakan warga selama proses land clearing ini adalah air sungai yang sering meluap dan membuat rumah warga terendam. 

"Termasuk banyak lumpur yang menimbun kebun warga, sehingga menyebabkan gagal panen," ujarnya.

Kata dia, berdasarkan pemantauan tim Geographic Information System (GIS), Walhi Aceh menemukan adanya bukaan lahan di kawasan itu dalam rentang waktu Januari-April 2024. 

Luasan kehilangan tutupan hutan mencapai 1.767,35 hektare, dan sekitar  26 hektarnya masuk dalam hutan lindung (HL). Sedangkan sebelumnya, pada 2023 lalu kondisi tutupan hutan di sana masih bagus.

“Temuan data oleh Tim GIS ini sudah sangat jelas, tercemar sungai Singgersing itu selama proses land clearing perkebunan sawit yang ada di sana, karena sebelumnya tidak ada temuan seperti itu,” katanya.

Om Sol juga menuturkan, perangkat gampong Singgersing, Kecamatan Sultan Daulat Subulussalam sudah pernah menyurati dugaan pencemaran sungai tersebut kepada Pj Walikota dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Subulussalam. Laporan tersebut disampaikan melalui surat resmi pada 8 Mei 2024 lalu.

Surat tersebut ditandatangani langsung oleh Kepala Desa Singgersing, Kepala Mukim Batu-Batu dan sejumlah tokoh masyarakat lainnya.

Surat itu juga ditembuskan kepada Camat Sultan Daulat, KPH VI Kota Subulussalam, Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK), Kejaksaan Negeri (Kejari), Kapolres, Dinas Perkebunan Kota Subulussalam, termasuk ditembuskan ke BKSDA Aceh.

“Sepengetahuan kami hingga sekarang belum ada tindak lanjut penyelesaiannya, pencemaran sungai tersebut masih saja terjadi,” ujarnya.

Tak hanya itu, dirinya juga menyampaikan bahwa dampak dari land clearing perusahaan sawit tidak hanya berpengaruh pada kualitas sungai, tetapi juga mengancam areal objek wisata Silangit-Langit. 

Sebab itu, WALHI Aceh meminta Aparat Penegak Hukum (APH), Pemerintah Kota Subulussalam segera menurunkan tim untuk memeriksa proses land clearing perusahaan sawit yang beroperasi di sana.

Sehingga, keberadaan perkebunan sawit tidak merugikan pihak lain, termasuk merusak ekosistem yang seharusnya dilindungi, terutama objek wisata.

Terlebih, perangkat gampong setempat yang berdampak langsung sudah menyurati pemerintah Kota Subulussalam terkait adanya pencemaran sungai yang diduga akibat dari praktek land clearing tersebut.

“Jangan demi pengusaha sawit, merusak ekosistem dan juga mengorbankan perekonomian warga,” demikian Om Sol.

 

Pewarta: Rahmat Fajri

Editor : M.Haris Setiady Agus


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024