Mahasiswa Biologi asal Aceh, Mohammad Adzannie Bessania Raviq memaparkan potensi biodiversitas (keanekaragaman hayati) dan konservasi yang ada di tanah rencong dalam kegiatan bertajuk "Discovering the World of Science" di Rusia. 

"Aceh juga diberkati dengan kekayaan biodiversitas yang sebagian besar merupakan flora dan fauna endemik," kata Adzannie yang diterima di Banda Aceh, Selasa.

Pernyataan itu disampaikan dalam konferensi International Scientific and Practical Conference of Foreign Students of Preparatory Departments of Universities yang diadakan oleh Universitas Federal Kazan, Rusia.

Adzannie mengatakan, terlepas dari keberadaan ekosistem Leuser yang menjadi kawasan hutan hujan tropis terbesar di Asia Tenggara dan dunia, Aceh juga memiliki keanekaragaman hayati.

Dirinya menyebutkan, dengan luas hingga 2,6 juta hektare persegi, hutan Leuser di Aceh merupakan rumah bagi 380 spesies burung, 194 spesies reptil dan amfibi, 130 spesies mamalia, dan sekitar 10.000 spesies tumbuhan. Keberadaannya juga dilindungi UNESCO sebagai situs warisan dunia sejak 2004.

Berkaitan dengan spesies endemik, Adzannie menyampaikan, Leuser merupakan satu-satunya hutan hujan tropis di dunia yang memiliki empat spesies kunci dalam satu ekosistem. 

Empat spesies kunci tersebut antara lain Orangutan Sumatera (Pongo abelii), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), dan Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis). 

“Empat spesies ini hanya dapat ditemukan bersamaan di Aceh dan tidak ada di tempat lain,” ujarnya.

Saat ini, kata dia, Leuser dijadikan pusat penelitian. Di Aceh, setidaknya terdapat tiga stasiun penelitian, yaitu Soraya, Ketambe, dan Suaq Balimbing. 

Di mana, banyak peneliti asing yang datang ke Aceh untuk meneliti berbagai biodiversitas tropis di Leuser, seperti perilaku fauna, identifikasi flora dan potensinya sebagai tanaman obat, serta berbagai mikroorganisme yang sangat sedikit diketahui.

“Sebagai contoh, di Stasiun Suaq Balimbing, biasanya peneliti orangutan menghabiskan waktu paling sedikit satu tahun untuk meneliti perilaku orangutan di sana. Saat itu, saya hanya menghabiskan waktu sepuluh hari di sana bersama tim peneliti rayap di Jurusan Biologi Universitas Syiah Kuala," katanya. 

Di hadapan para juri yang merupakan pakar di bidang sains, dirinya juga menyampaikan kerja sama yang sudah dibangun di bidang ketahanan iklim dan energi oleh Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al Haytar bersama Pemerintah Rusia pada Mei 2023 lalu. 

Banyaknya potensi biodiversitas di Aceh, Adzannie, mengajak Rusia untuk bekerja sama internasional dengan Aceh dalam konservasi lingkungan berkelanjutan dengan berinvestasi pada proyek kesejahteraan.

"Kita berharap Rusia mau bekerjasama dengan Aceh dalam rangka menciptakan teknologi baru yang memenuhi persyaratan lingkungan," demikian Adzannie.

Presentasi yang dipaparkan Adzannie pada forum internasional di Rusia itu terpilih menjadi juara favorit pada kategori ilmu sains murni.

Untuk diketahui, Adzannie saat ini sedang menempuh pendidikan di Fakultas Persiapan Bahasa Rusia untuk Mahasiswa Internasional di Universitas Federal Kazan, Kota Kazan, Republik Tatarstan, Federasi Rusia. 

Tahun ini, alumni Jurusan Biologi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh ini akan melanjutkan pendidikan Magister Biologi di universitas yang sama.

Setiap tahunnya, pemerintah Federasi Rusia melalui Pusat Kebudayaan Rusia (PKR) di Jakarta, memberikan beasiswa biaya pendidikan khusus untuk mahasiswa Aceh yang ingin melanjutkan pendidikan di Rusia. Program ini terbuka untuk pendidikan sarjana, magister, doktor, dan spesialis. 

Pemerintah Federasi Rusia juga mempersiapkan mahasiswa Aceh untuk belajar bahasa Rusia selama satu tahun di berbagai universitas di Rusia sebelum memasuki perkuliahan di sana.

Baca juga: Demonstrasi di Kantor Gubernur Aceh, Mahasiswa Minta Usut Tuntas Korupsi BRA

Pewarta: Nurul Hasanah

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024