Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, Provinsi Aceh, menyelesaikan kasus penganiayaan secara keadilan restoratif atau restorative justice (RJ), sehingga penyelesaiannya tidak dilakukan di pengadilan

Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi di Bireuen, Rabu, mengatakan penyelesaian perkara secara keadilan restoratif setelah pelaku dan korban berdamai.

"Perdamaian para pihak ini berlangsung di Kantor Kejari Bireuen yang difasilitasi jaksa fasilitator. Pelaku atau tersangka dalam perkara ini berinisial H dan YMY. Sedangkan korban berinisial MN," kata Munawal Hadi.

Proses perdamaian tersebut, kata Munawal Hadi, dihadiri keluarga kedua pihak, baik tersangka maupun korban. Proses perdamaian turut disaksikan perangkat desa atau gampong kedua pihak.

Munawal Hadi menyebutkan penganiayaan tersebut terjadi di Desa Bandar, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen, pada 24 Januari 2024. Pada saat itu, H melihat keributan antara YMY yang juga istrinya dengan MN.

H dan YMY memukul MN secara terpisah. Atas kejadian tersebut, MN melaporkan ke polisi. Kedua pelaku dikenakan Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dengan hukuman dua tahun delapan bukan penjara.

"Setelah dimediasi jaksa fasilitator, para pihak sepakat berdamai. Kedua tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya. Selanjutnya, perkara tersebut diteruskan ke Kejati Aceh dan menunggu persetujuan penghentian dari Jaksa Agung Muda Pidana Umum," katanya.

Munawal Hadi menyebutkan kasus penganiaya tersebut merupakan perkara kedelapan yang diselesaikan secara keadilan restoratif oleh Kejari Bireuen sepanjang 2024.

Menurut dia, penghentian perkara berdasarkan keadilan restoratif merupakan tindak lanjut program Jaksa Agung, di mana penyelesaian sebuah perkara tidak harus melalui proses peradilan atau persidangan di pengadilan.

Adapun syarat penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif yakni yakni pelaku dan korban sudah berdamai. Pelaku membuat pernyataan tidak mengulangi perbuatannya dam korban tidak akan menuntut.

Pelaku baru pertama melakukan tindak pidana atau bukan residivis atau orang yang pernah dipidana. Serta perdamaian para pihak juga harus disaksikan para tokoh masyarakat dan keluarga korban.

"Penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif tersebut sejalan dengan kearifan lokal masyarakat Aceh. Penghukuman pelaku dalam sebuah perkara adalah upaya terakhir," kata Munawal Hadi.

Baca juga: Kejari Bireuen hentikan tujuh perkara berdasarkan keadilan restoratif
 

Pewarta: M.Haris Setiady Agus

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024