Yayasan Blood For Life Foundation (BFLF) Indonesia menyatakan ketersediaan obat zat kelasi besi untuk penderita thalassemia di daerah masih sangat kurang dan belum merata di Aceh.
"Ketersediaan belum merata di daerah, sehingga pasien harus kembali ke RSUD Zainoel Abidin (RS Pemprov Aceh) untuk mendapatkannya," kata Ketua BFLF, Michael Octaviano, di Banda Aceh, Jumat.
Dirinya mengatakan, ketergantungan pasien thalassemia terhadap RSUDZA Banda Aceh untuk mendapatkan obat zat klasi besi sangat besar, kondisi ini menambah beban pasien dan keluarga, serta menghambat upaya desentralisasi layanan thalassemia.
Ia menyampaikan, kebutuhan obat zat kelasi besi sangat penting bagi pasien thalassemia untuk menurunkan kadar zat besi dalam tubuh akibat transfusi darah.
Baca juga: Jusuf Kalla minta PMI Banda Aceh bangun rumah singgah untuk anak thalassemia
Selama ini, kata dia, layanan thalassemia yang terpusat di RSUD Zainoel Abidin membuat banyak anak thalasemia di daerah harus menempuh perjalanan jauh dan lama hanya untuk mendapatkan transfusi darah dan obat-obatan.
"Hal ini tentu saja sangat mengganggu proses belajar dan tumbuh kembang mereka (anak penderita thalasemia)," ujarnya.
Untuk diketahui, jumlah penderita thalasemia di Aceh mencapai 760 orang, sedangkan yang berobat ke RSUD Zainoel Abidin lebih dari 400 orang. Per harinya, rumah sakit Pemerintah Aceh itu melayani 25-30 pasien rawat jalan.
Berdasarkan pemantauan BFLF, ketergantungan layanan thalassemia ke ibu kota provinsi itu menyebabkan banyak pasien menunda pengobatan. Dicontohkannya, salah satu penderita thalassemia di Gayo Lues bernama Erliana menunda pengobatannya karena keterbatasan biaya.
"Nasib yang sama juga dirasakan oleh pasien thalassemia bernama Khaira, dimana sang Ibu terpaksa bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya pengobatan anaknya ke RSUD Zainoel Abidin," katanya.
Baca juga: BFLF bagikan suvenir peringati Hari Thalasemia se Dunia
Terhadap kondisi ini, Michael mendesak pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran yang memadai untuk pengadaan obat zat kelasi besi di rumah sakit masing-masing.
Dengan demikian, beban pasien dan keluarga menjadi ringan serta mempercepat layanan thalassemia di seluruh Aceh.
"Kita tidak boleh membiarkan anak-anak thalassemia kehilangan masa depan mereka karena terhambat oleh akses layanan yang tidak memadai. Mari bersama-sama kita wujudkan thalassemia Aceh yang mudah dijangkau, cepat, dan berkualitas," demikian Michael Octaviano.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
"Ketersediaan belum merata di daerah, sehingga pasien harus kembali ke RSUD Zainoel Abidin (RS Pemprov Aceh) untuk mendapatkannya," kata Ketua BFLF, Michael Octaviano, di Banda Aceh, Jumat.
Dirinya mengatakan, ketergantungan pasien thalassemia terhadap RSUDZA Banda Aceh untuk mendapatkan obat zat klasi besi sangat besar, kondisi ini menambah beban pasien dan keluarga, serta menghambat upaya desentralisasi layanan thalassemia.
Ia menyampaikan, kebutuhan obat zat kelasi besi sangat penting bagi pasien thalassemia untuk menurunkan kadar zat besi dalam tubuh akibat transfusi darah.
Baca juga: Jusuf Kalla minta PMI Banda Aceh bangun rumah singgah untuk anak thalassemia
Selama ini, kata dia, layanan thalassemia yang terpusat di RSUD Zainoel Abidin membuat banyak anak thalasemia di daerah harus menempuh perjalanan jauh dan lama hanya untuk mendapatkan transfusi darah dan obat-obatan.
"Hal ini tentu saja sangat mengganggu proses belajar dan tumbuh kembang mereka (anak penderita thalasemia)," ujarnya.
Untuk diketahui, jumlah penderita thalasemia di Aceh mencapai 760 orang, sedangkan yang berobat ke RSUD Zainoel Abidin lebih dari 400 orang. Per harinya, rumah sakit Pemerintah Aceh itu melayani 25-30 pasien rawat jalan.
Berdasarkan pemantauan BFLF, ketergantungan layanan thalassemia ke ibu kota provinsi itu menyebabkan banyak pasien menunda pengobatan. Dicontohkannya, salah satu penderita thalassemia di Gayo Lues bernama Erliana menunda pengobatannya karena keterbatasan biaya.
"Nasib yang sama juga dirasakan oleh pasien thalassemia bernama Khaira, dimana sang Ibu terpaksa bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya pengobatan anaknya ke RSUD Zainoel Abidin," katanya.
Baca juga: BFLF bagikan suvenir peringati Hari Thalasemia se Dunia
Terhadap kondisi ini, Michael mendesak pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran yang memadai untuk pengadaan obat zat kelasi besi di rumah sakit masing-masing.
Dengan demikian, beban pasien dan keluarga menjadi ringan serta mempercepat layanan thalassemia di seluruh Aceh.
"Kita tidak boleh membiarkan anak-anak thalassemia kehilangan masa depan mereka karena terhambat oleh akses layanan yang tidak memadai. Mari bersama-sama kita wujudkan thalassemia Aceh yang mudah dijangkau, cepat, dan berkualitas," demikian Michael Octaviano.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024