Perubahan iklim dan bencana alam telah menjadi ancaman nyata bagi ketahanan pangan di Indonesia, termasuk di Aceh. Para petani di Kabupaten Aceh Timur mulai beradaptasi menghadapi krisis pangan dengan membentuk kelompok tani mandiri. Mereka memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam beragam jenis sayuran secara organik dan membuat pupuk organik sendiri.
Salah satunya adalah Kelompok Tani Srikandi Alue Siwah Serdang, sebuah kelompok tani yang dibentuk oleh perempuan petani yang berada di Kecamatan Nurussalam. Nurimah, Ketua Kelompok Tani ini mengaku hasil panennya sudah dijual di pasar untuk dinikmati masyarakat luas, seperti bayam dan kangkung. Selain itu, mereka juga menanam gambas, pare, terong dan cabai.
Mereka pun bisa menikmati sayuran organik tanpa perlu lagi belanja ke pasar. Sayuran yang dihidangkan di piring untuk keluarga, terjamin kesehatannya karena bebas pupuk kimia.
"Semenjak adanya program ini, kami tinggal petik saja sayur di perkarangan rumah," kata perempuan berusia 39 tahun ini pada September 2024.
Baca juga: Ribuan warga pedalaman meriahkan jalan santai HUT RI di Aceh Timur
PT Medco E&P Malaka (Medco E&P) turut menginisiasi terbentuknya Kelompok Tani Srikandi Alue Siwah Serdang ini, bersama dengan tujuh kelompok Perempuan Tani lain di dua desa sekitar area operasi perusahaan. Salah satu bantuan yang disalurkan adalah pengadaan bibit.
Kini, ada delapan Kelompok Perempuan Tani dengan jumlah anggota 126 orang. Mereka antara lain kelompok Bunga Melati 16 orang, Bungong Selanga 17 orang, Maju Bersama 20 orang, Srikandi 16 orang, Bungong Pade 15 orang, Bunga Mawar 15 orang, Bunga Anggrek 14 dan Bungong Jumpa ada 13 orang.
Melalui program ini, para anggota yang kebanyakan ibu-ibu ini memanfaatkan lahan pekarangan rumah untuk menanam sayur dan palawija sebagai sumber pangan berkelanjutan di desa. Mereka menanam bibit tanaman produktif untuk meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas ke bahan pangan, pemanfaatan ruang secara produktif, serta mendongkrak pendapatan keluarga.
Nurimah mengapresiasi Medco E&P yang telah memasilitasi pembentukan kelompok tani tersebut. Ia menilai, program ini mampu mengatasi kesulitan warga dalam mendapatkan pasokan sayur. Pasalnya, Alue Siwah Serdang, Nurussalam, berada di pedalaman Aceh Timur tepatnya di antara Kecamatan Indra Makmur dan Banda Alam.
Program ini juga memberikan kemandirian warga untuk mengolah lahan agar produktif secara mandiri. Melalui program ini pula, ibu-ibu anggota kelompok tani diajarkan untuk membuat pupuk organik dari daun kelor, lalang, pakis, daun hasan tengeut sehingga memutus ketergantungan mereka pada pupuk kimia yang harganya mahal.
"Kami awalnya tidak mengetahui bahwa salah satu daun seperti daun kelor itu bisa dijadikan pupuk, karena selama ini daun itu hanya dimanfaatkan sebagai obat-obatan," kata Nurimah.
Hasil panen pun tentu dapat memenuhi kebutuhan harian rumah tangga, sehingga program ini diharapkan dapat menjadi pusat pengembangan sayur lokal dengan memanfaatkan rumah bibit yang dibantu perusahaan. “Untuk hasil panen di lahan demplot, kita jual ke pasar dan hasilnya dikumpulkan pada bendahara untuk dibelanjakan berbagai kebutuhan demplot, seperti alat menyiram dan lainnya,” tuturnya.
Baca juga: Kisah Para Siswa Ukir Prestasi di Tengah Kendala Ekonomi
Halaman selanjutnya: peran Pak Tani
Pupuk Organik Pak Tani
Zulfan, salah satu warga Desa Seunebok Simpang, Darul Aman, mengatakan, para petani yang dulunya bergantung pupuk kimia kini beralih ke pupuk organik. "Saat itu, saya hanya bisa menjadi pendengar atas keluhan masyarakat, tidak tahu harus buat apa, karena saya sendiri tidak memiliki latar belakang pendidikan pertanian," kata pria 41 tahun yang akrab disapa Pak Tani.
Pak Tani mulai tertarik dengan pertanian karena sering mendengar keluhan petani soal harga pupuk kimia yang mahal. Belum lagi, mereka tak tahu cara memasarkan hasil panennya.
Ia secara otodidak meneliti kebiasaan petani desa yang kerap menggunakan pupuk kimia. Lambat laun, mantan guru SD itu mulai mengikuti pelatihan mengelola sistem pertanian. Tak hanya di Aceh, ia juga berkesempatan belajar pertanian dengan sistem manajemen terarah di Thailand.
Perlahan, ia mempraktikan pengetahuannya. Berkali-kali gagal tak membuatnya menyerah. Ia kembali mencari informasi tentang cara meracik pupuk kimia di pasaran. Seiring berjalannya waktu, cara itu justru membuat petani makin ketergantungan menggunakan pupuk kimia.
"Kemudian, berbekal dari situ saya mengikuti asesor ke Solo. Alhamdulillah lulus dan mengantongi sertifikat dan mendapatkan penugasan ke Aceh Timur," tutur Pak Tani.
Zulhan pun mulai membuat pupuk organik jenis padat dan cair dari berbagai jenis tanaman. Tujuannya, mengatasi ketergantungan pemakaian pupuk kimia yang berdampak buruk pada kesehatan dan lingkungan.
"Saya semakin yakin dan semangat membuat inovasi pupuk dengan segala jenis pupuk organik seperti pupuk cair dan padat. Hingga akhirnya memutuskan beralih profesi menjadi petani," kata dia.
Menurutnya, peluang mengembangkan pupuk organik di Aceh Timur sangat besar. Hal itu juga direspons baik oleh Medco E&P Malaka melalui Program Pengembangan Masyarakat (PPM) yang memfasilitasi bantuan berupa bibit sayuran dan alat pertanian, serta asistensi program secara intensif. “Melalui program ini diharapkan warga di sekitar area operasi dapat memenuhi kebutuhan pangannya secara mandiri,” katanya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Aceh Timur, Sofyan mengapresiasi Medco E&P Malaka karena telah melaksanaka Program Pengembangan Masyarakat melalui kegiatan pemanfaatan perkarangan rumah di daerah tersebut.
’’Kami berharap program itu bisa meningkatkan ekonomi masyarakat di Aceh Timur dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi,’’ ungkapnya.
Baca juga: Menjaga Asa Melalui Sekolah Sepak Bola di Pedalaman Aceh
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
Salah satunya adalah Kelompok Tani Srikandi Alue Siwah Serdang, sebuah kelompok tani yang dibentuk oleh perempuan petani yang berada di Kecamatan Nurussalam. Nurimah, Ketua Kelompok Tani ini mengaku hasil panennya sudah dijual di pasar untuk dinikmati masyarakat luas, seperti bayam dan kangkung. Selain itu, mereka juga menanam gambas, pare, terong dan cabai.
Mereka pun bisa menikmati sayuran organik tanpa perlu lagi belanja ke pasar. Sayuran yang dihidangkan di piring untuk keluarga, terjamin kesehatannya karena bebas pupuk kimia.
"Semenjak adanya program ini, kami tinggal petik saja sayur di perkarangan rumah," kata perempuan berusia 39 tahun ini pada September 2024.
Baca juga: Ribuan warga pedalaman meriahkan jalan santai HUT RI di Aceh Timur
PT Medco E&P Malaka (Medco E&P) turut menginisiasi terbentuknya Kelompok Tani Srikandi Alue Siwah Serdang ini, bersama dengan tujuh kelompok Perempuan Tani lain di dua desa sekitar area operasi perusahaan. Salah satu bantuan yang disalurkan adalah pengadaan bibit.
Kini, ada delapan Kelompok Perempuan Tani dengan jumlah anggota 126 orang. Mereka antara lain kelompok Bunga Melati 16 orang, Bungong Selanga 17 orang, Maju Bersama 20 orang, Srikandi 16 orang, Bungong Pade 15 orang, Bunga Mawar 15 orang, Bunga Anggrek 14 dan Bungong Jumpa ada 13 orang.
Melalui program ini, para anggota yang kebanyakan ibu-ibu ini memanfaatkan lahan pekarangan rumah untuk menanam sayur dan palawija sebagai sumber pangan berkelanjutan di desa. Mereka menanam bibit tanaman produktif untuk meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas ke bahan pangan, pemanfaatan ruang secara produktif, serta mendongkrak pendapatan keluarga.
Nurimah mengapresiasi Medco E&P yang telah memasilitasi pembentukan kelompok tani tersebut. Ia menilai, program ini mampu mengatasi kesulitan warga dalam mendapatkan pasokan sayur. Pasalnya, Alue Siwah Serdang, Nurussalam, berada di pedalaman Aceh Timur tepatnya di antara Kecamatan Indra Makmur dan Banda Alam.
Program ini juga memberikan kemandirian warga untuk mengolah lahan agar produktif secara mandiri. Melalui program ini pula, ibu-ibu anggota kelompok tani diajarkan untuk membuat pupuk organik dari daun kelor, lalang, pakis, daun hasan tengeut sehingga memutus ketergantungan mereka pada pupuk kimia yang harganya mahal.
"Kami awalnya tidak mengetahui bahwa salah satu daun seperti daun kelor itu bisa dijadikan pupuk, karena selama ini daun itu hanya dimanfaatkan sebagai obat-obatan," kata Nurimah.
Hasil panen pun tentu dapat memenuhi kebutuhan harian rumah tangga, sehingga program ini diharapkan dapat menjadi pusat pengembangan sayur lokal dengan memanfaatkan rumah bibit yang dibantu perusahaan. “Untuk hasil panen di lahan demplot, kita jual ke pasar dan hasilnya dikumpulkan pada bendahara untuk dibelanjakan berbagai kebutuhan demplot, seperti alat menyiram dan lainnya,” tuturnya.
Baca juga: Kisah Para Siswa Ukir Prestasi di Tengah Kendala Ekonomi
Halaman selanjutnya: peran Pak Tani
Pupuk Organik Pak Tani
Zulfan, salah satu warga Desa Seunebok Simpang, Darul Aman, mengatakan, para petani yang dulunya bergantung pupuk kimia kini beralih ke pupuk organik. "Saat itu, saya hanya bisa menjadi pendengar atas keluhan masyarakat, tidak tahu harus buat apa, karena saya sendiri tidak memiliki latar belakang pendidikan pertanian," kata pria 41 tahun yang akrab disapa Pak Tani.
Pak Tani mulai tertarik dengan pertanian karena sering mendengar keluhan petani soal harga pupuk kimia yang mahal. Belum lagi, mereka tak tahu cara memasarkan hasil panennya.
Ia secara otodidak meneliti kebiasaan petani desa yang kerap menggunakan pupuk kimia. Lambat laun, mantan guru SD itu mulai mengikuti pelatihan mengelola sistem pertanian. Tak hanya di Aceh, ia juga berkesempatan belajar pertanian dengan sistem manajemen terarah di Thailand.
Perlahan, ia mempraktikan pengetahuannya. Berkali-kali gagal tak membuatnya menyerah. Ia kembali mencari informasi tentang cara meracik pupuk kimia di pasaran. Seiring berjalannya waktu, cara itu justru membuat petani makin ketergantungan menggunakan pupuk kimia.
"Kemudian, berbekal dari situ saya mengikuti asesor ke Solo. Alhamdulillah lulus dan mengantongi sertifikat dan mendapatkan penugasan ke Aceh Timur," tutur Pak Tani.
Zulhan pun mulai membuat pupuk organik jenis padat dan cair dari berbagai jenis tanaman. Tujuannya, mengatasi ketergantungan pemakaian pupuk kimia yang berdampak buruk pada kesehatan dan lingkungan.
"Saya semakin yakin dan semangat membuat inovasi pupuk dengan segala jenis pupuk organik seperti pupuk cair dan padat. Hingga akhirnya memutuskan beralih profesi menjadi petani," kata dia.
Menurutnya, peluang mengembangkan pupuk organik di Aceh Timur sangat besar. Hal itu juga direspons baik oleh Medco E&P Malaka melalui Program Pengembangan Masyarakat (PPM) yang memfasilitasi bantuan berupa bibit sayuran dan alat pertanian, serta asistensi program secara intensif. “Melalui program ini diharapkan warga di sekitar area operasi dapat memenuhi kebutuhan pangannya secara mandiri,” katanya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Aceh Timur, Sofyan mengapresiasi Medco E&P Malaka karena telah melaksanaka Program Pengembangan Masyarakat melalui kegiatan pemanfaatan perkarangan rumah di daerah tersebut.
’’Kami berharap program itu bisa meningkatkan ekonomi masyarakat di Aceh Timur dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi,’’ ungkapnya.
Baca juga: Menjaga Asa Melalui Sekolah Sepak Bola di Pedalaman Aceh
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024