Meulaboh (Antaranews Aceh) - Pengusaha pembibitan tanaman jernang di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh mulai mengembangkan komoditas "dragon blood" karena nilai jualnya lebih tinggi dibandingkan beberapa varietas jernang lainnya.

"Dragon Blood merupakan buah super dengan harga Rp360 ribu per kilogram, sementara jenis varietas lain seperti jernang padi, itu hanya Rp60 ribu per kilogramnya," kata pengusaha pembibitan jernang di Aceh Barat, Thamtawi di Meulaboh, Selasa.

Ada beberapa jenis jernang yang selama ini sudah berkembang dan dibeli, yakni varietas dragon blood seharga Rp350.000/ kg, jernang kacang Rp140.000/kg, jernang padi Rp60.000/kg, jernang gadeng/ gajah Rp20.000/kg.

Budidaya tersebut dikembangkan untuk mengurangi kebiasaan masyarakat mencari buah jernang di hutan liar, selain berisiko tinggi, kualitas yang didapatkan secara liar tidak bagus, sehingga butuh upaya membiasakannya dengan menanam sendiri.

Selain melakukan budidaya jernang, ia juga membeli produksi jernang dari petani di Aceh, kemudian diolah getahnya menjadi tepung dan dijual kepada mitra kerjanya di Medan Sumatera Utara, untuk kemudian dieskspor ke beberapa negara Asia.

"Selama ini saya membudidayakan jernang semua jenis, kemudian setelah melihat pangsa pasar ternyata dragon blood ini lebih menguntungkan dan diminati. Paling banyak yang datang membeli bibit jernang dari Riau dan Sumut," sebutnya lagi.

Ia mengembangkan tanaman jernang di lahan terbatas untuk pembibitan di Desa Gampa, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, harga bibit yang dibudidayakan tersebut sudah terjamin 80 persen berbuah, harga ditawarkan hanya Rp50.000/ batang.

Thamtawi, telah memulai usaha budidaya rotan jernangnya tersebut sejak tahun 2013 hingga kini dan telah berhasil memasarkan produk lokal Aceh itu hampir ke semua daerah di Indonesia dengan jumlah diperhitungkan 150 ribu bibit.

"Sebagian besar merupakan permintaan petani atau masyarakat, kalau pemerintah dari catatan saya paling 35 ribu batang. Artinya tingkat kemauan atau pasar jernang ini lebih banyak digunakan oleh petani ketimbang pemerintah," jelasnya.

Lebih lanjut disampaikan, masyarakat lebih banyak membeli bibit jernang karena mudah dalam semua proses perlakuan, kemudian efektivitas pemanfaatan lahan serta nilai jual tinggi dibandingkan tanaman lain seperti sawit maupun karet.

Thamtawi, pada lahan seluas satu hektare bisa ditanam jernang 500 - 625 batang, sementara untuk sawit atau karet hanya bisa ditanam 143 batang per hektare, selain itu tanaman rotan jernang bisa dibudidayakan dalam bentuk tumpang sari.

"Disamping tanaman sawit, di sela - sela itu juga bisa ditanam jernang. Kalau petani membeli bibit yang sudah 80 persen tumbuh ini, maka hanya menanti 1-2 tahun tinggal panen dan merasakan keuntungan luar biasa," sebutnya lagi.
 

Pewarta: Anwar

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019