Pakar hukum Universitas Malikussaleh Lhokseumawe Profesor Jamaluddin mengemukakan pentingnya Kementerian Agraria dan Tata Ruang segera membentuk tim peralihan kelembagaan dari Kanwil Badan Pertanahan Nasional ke Dinas Pertanahan Aceh sebagai tindak lanjut Perpres Nomor 23/2015.

"Pembentukan tim peralihan ini merupakan amanah dari Perpres No.23/2015 tentang peralihan Kanwil BPN Aceh ke Dinas Pertanahan Aceh sebagai perangkat daerah," kata Dekan Fakultas Hukum Unimal itu pada acara fokus diskusi terpumpun tindak lanjut Perpres 23/2015 di Banda Aceh, Selasa.

Diskusi yang dipandu Sekretaris Dinas Pertanahan Aceh Mukhtaruddin juga dihadiri Kepala Dinas Pertanahan Aceh Edi Yandra, para kepala Dinas Pertanahan kabupaten/kota, akademisi, ahli pertanahan, dan media.

Jamaluddin menyatakan Perpres No.23 sudah berjalan empat tahun, namun sampai saat ini tim peralihan juga belum dibentuk, padahal secara regulasi yang berkaitan dengan tanah sudah banyak dikeluarkan oleh pemerintah.

"Jadi, tidak ada alasan bagi pemerintah pusat untuk tidak segera membentuk tim peralihan ini. Apalagi ini menyangkut dengan peratusan presiden, tinggal menindaklanjuti saja," katanya.

Dia mengatakan bila kembali ke sejarah, sebenarnya perpres itu muncul atas realisasi Undang-Undang No.11/2006 tentang Pemerintah Aceh yang juga merupakan tindak lanjut dari MoU Hensinki 15 Agustus 2005 antara Pemerintah Indonesia dengan GAM.

Dalam UU tersebut, semua kewenangan diserahkan kepada Aceh, kecuali urusan pertahanan keamanan, moneter, kebijakan fiskal, keagamaan, politik luar negeri, dan yustisi.

Dia mengatakan sebenarnya dalam UU No.11/2006 sudah jelas bahwa masalah pertanahan diserahkan kepada Aceh.

Jamaluddin juga menyatakan UU tersebut lahir dari konflik yang berkepanjangan di Aceh dan telah banyak korban yang meninggal pada saat itu.

Oleh karena itu, kata dia, pemerintah pusat harus mempertimbangkan masalah itu agar tidak menimbulkan masalah baru, karena tidak serius untuk merealisasikan butir-butir MoU Helsinki.

Kadis Pertanahan Aceh menyatakan pihaknya sudah melakukan pendekatan dengan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian ART, baik melalui surat maupun pertemuan-pertemuan, namun belum ada titik temu dalam upaya peralihan BPN Aceh ke Dinas Pertanahan Aceh.

"Kami berharap seharusnya Menteri ART segera membentuk tim peralihan, namun sejak Perpres No.23/2015 dikeluarkan belum juga terbentuk tim peralihan," katanya.

Ia menyatakan bila peralihan itu berjalan maka banyak program bisa terealisasi dengan optimal, seperti sertifikat gratis yang telah dicanangkan Presiden Joko Widodo.

"Kita ada anggarkan dana otsus untuk sertifikat gratis mulai 2017 hingga 2018, namun tidak berjalan, sehingga dana tersebut 'mati'," ujar dia.

Seandainya BPN dan Dinas Pertanahan Aceh digabung maka ia optimistis target tersebut bisa terealisasi, karena jumlah personelnya mencukupi.

Oleh karena itu, katanya, banyak kelebihan apabila BPN dan Dinas Pertanahan digabung, baik itu penyelesaian maupun perselisihan tanah.

"Kita berharap niat baik pemerintah pusat mengeluarkan Perpres 23/2015 bisa segera terealisasi," katanya.

 

Pewarta: Heru Dwi Suryatmojo

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019