Banda Aceh (ANTARA) - Pelaksana Tugas Gubernur Aceh Nova Iriansyah mengatakan Pemerintah Aceh berkomitmen untuk terus menurunkan angka kemiskinan meski saat ini tercatat sebagai provinsi termiskin di Sumatera.
"Kemiskinan di Aceh dalam dua tahun ini memang mengalami penurunan, tapi jauh dari kata puas karena penurunan tidak signifikan, tidak sampai satu persen," katanya di Banda Aceh, Rabu.
Penyataan itu disampaikan Nova dalam Rapat Tim Koordinasi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TKP2K) dalam membangun sinergisitas multipihak dalam percepatan penanggulangan kemiskinan Aceh.
"Tapi kita tetap bersyukur. Pertumbuhan ekonomi nasional lima persen, mudah-mudahan Aceh di 2020 juga bisa lima persen, dan angka pengangguran bisa kita tekan sekecil-kecilnya," katanya.
Dia menyebutkan 12 tahun yang lalu Aceh dalam kondisi angka kemiskinan 28 persen. Kemudian dua periode Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Zaini Abdullah silih berganti menghasilkan angka kemiskinan turun 12 persen, dan kini tercatat angka kemiskinan Aceh 15 persen.
"Dua gubernur menurunkan angka kemiskinan 12 persen itu harus kita beri apresiasi. Karena menurunkan angka kemiskinan satu tahun satu persen saja itu sudah hebat," katanya.
Ia mengatakan keberhasilan turunnya angka kemiskinan Aceh pasca tsunami dan perdamaian Aceh 12 persen itu dampak dari kuncuran dana otonomi khusus dari Pemerintah Pusat ke daerah berjulukan Serambi Mekkah tersebut.
Oleh karena itu Pemerintah Aceh telah menyampaikan kepada Presiden Republik Indonesia agar dana otonomi khusus Aceh yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh atau UUPA tersebut dapat dipermanenkan.
"Dengan alasan dana otonomi khusus ini bisa menurunkan angka kemiskinan, karena itu kita minta dipermanenkan. Untuk itu maka kita harus revisi UUPA, dan kita harus berkolaborasi dengan DPR dan fraksi-fraksinya," katanya.
Menurut Nova lambannya penurunan angka kemiskinan Aceh disebabakan masih rendahnya kualitas layanan dasar di beberapa wilayah, akses permodalan bagi UMKM yang belum terbuka, rendahnya tingkat kepemilikan aset produktif bagi petani.
Kemudian arus investasi belum banyak, kurangnya tenaga terampil, serta masih banyaknya kendala teknis dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Meskipun pemerintah telah meluncurkan berbagai program penanggulangan kemiskinan, namun faktanya program itu belum mampu mereduksi jumlah penduduk miskin secara signifikan.