Banda Aceh (ANTARA) - Ahli bahasa dihadirkan dan dimintai keterangan pada sidang pencemaran nama baik dengan terdakwa Saiful Mahdi, dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, di Pengadilan Negeri Banda Aceh.
Sidang dengan majelis hakim diketuai Eti Astuti, berlangsung di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Selasa. Sidang dipadati puluhan pengunjung.
Ahli bahasa yang dihadirkan Rahmat. Sedangkan terdakwa Saiful Mahdi hadir didampingi penasihat hukumnya Syahrul dan kawan-kawan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh. Turut hadir Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fitriani dari Kejaksaan Negeri Banda Aceh.
Dalam keterangannya di persidangan, Rahmat mengatakan kalimat yang ditulis terdakwa yang diduga mengandung unsur pencemaran nama baik dan dikirim di media sosial grup "whatsapp" perlu dikonfirmasi kembali.
"Ada kesulitan mengkaji kalimat yang dikirim terdakwa dalam grup whatsapp tersebut. Apalagi, saya dikirimi sepotong-sepotong, bukan secara utuh saat di penyidikan," kata Rahmat.
Mendengar penjelasan tersebut, ketua majelis hakim Eti Astuti meminta ahli tidak ragu menjelaskan terkait kalimat yang ditulis terdakwa dan dikirim ke grup whatsapp yang beranggotakan dosen Unsyiah.
"Kami ingatkan saudara ahli tidak ragu menyampaikan keterangan. Apa yang saudara sampaikan bisa menjadi pertimbangan bisa juga tidak. Majelis hakim memiliki penilaian tersendiri," kata Eti Astuti.
Sebelumnya, terdakwa Saiful Mahdi, dosen Unsyiah, didakwa pencemaran nama baik dan penyebaran ujaran kebencian melalui sarana elektronik atau aplikasi pesan whatapps.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fitriani dalam dakwaannya mengatakan terdakwa pada awal Februari 2019 mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap orang lain.
Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan menulis kalimat "Innalilahi wa innailaihi rajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup".
"Informasi tersebut dibagikan melalui laptop Fakultas MIPA Unsyiah dan atau telepon pintar milik terdakwa melalui grup WhatsApp Unsyiah Kita. Anggota grup dapat langsung mengakses atau membuka informasi yang dikirim terdakwa," kata JPU.
Selanjutnya, sebut Fitriani, anggota grup bernama Muzailin Affan membaca informasi atau pesan yang dikirim terdakwa. Kemudian, yang bersangkutan menghubungi Taufiq Saidi, selaku dekan atau pimpinan Fakultas Teknik Unsyiah, melalui telepon genggam.
Kemudian, Taufiq Saidi membaca tangkapan layar berisi kiriman terdakwa. Taufiq Saidi merasa bahwa terdakwa sengaja menulis kalimat tersebut agar para dosen, dekan, wakil rektor, dan rektor membaca dan menganggap bahwa Fakultas Teknik Unsyiah adalah fakultas yang mudah melakukan perbuatan korupsi.
"Akibat perbuatan terdakwa, Taufiq Saidi selaku dekan atau pimpinan Fakultas Teknik merasa malu dan tercemar nama baiknya," kata JPU Fitriani menyebutkan.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 27 Ayat (3) jo Pasal 45 Ayat (3) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.
Ahli bahasa dihadirkan di sidang pencemaran nama baik dosen Unsyiah
Selasa, 28 Januari 2020 17:34 WIB