Banda Aceh (ANTARA) - Ketua DPD PDI Perjuangan Aceh Muslahuddin Daud menilai pemerintah masih mengabaikan petani dalam penanganan dan pencegahan virus corona (COVID-19) padahal mereka merupakan salah satu produsen utama untuk ketahanan pangan.
"Kami berharap dalam penanganan wabah COVID-19 oleh semua instansi secara intens, petani yang merupakan produsen utama untuk ketahanan pangan jangan dilupakan," katanya di Banda Aceh, Senin.
Melalui rilisnya yang dikirim oleh Ketua DPC PDI-Perjuangan Simeulue, Rahmad, Muslahuddin yang juga mantan konsuntan dan pegawai Bank Dunia mengatakan sektor pertanian memiliki multi player effect.
Baca juga: PHE NSB - NSO serahkan alat bantu pencegahan COVID-19
Terutama pada kelompok kecil dan pada UMKM yang menggantungkan kebutuhan bahan baku dari sektor itu.
Lalu menurut Muslahuddin, apabila sektor ini berhenti, maka sebagian besar sektor lain juga tidak akan berjalan dengan maksimal.
Baca juga: Ketua DPRK dan PPNI Banda Aceh serahkan bantuan untuk tenaga medis
Dari sisi angka kemiskinan, berdasarkan basis data terpadu (BDT) yang ada padanya bahwa ada sekitar 800 ribu penduduk Aceh atau 15 persen berada dalam garis kemiskinan.
Nah, dari jumlah tersebut 81 persen dari mereka bekerja di sektor pertanian, sementara masyarakat lain yang masuk dalam kategori masyarakat ekonomi rentan ada sekitar 35-40 persen.
Baca juga: Pemerintah gelontorkan bantuan sosial untuk redam pemudik dari Jakarta
Kelompok ini sangat besar berpotensi untuk kembali terjun bebas masuk dalam zona kemiskinan yang berpendapatan kurang dari Rp600 ribu sebulan.
Alasan di atas sangat diperlukan kebijakan antisipatif yang mendukung sektor pertanian agar sektor lain tidak ikut tergerus oleh kelangkaan pasokan.
Kemudian katanya, dirinya memberikan beberapa masukan kepada pemerintah agar pertama, memastikan seluruh proses produksi pertanian tetap berjalan lancar dengan merubah Good Agriculture Practice (GAP) sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam merespon COVID-19.
Kemudian Pemerintah memastikan ketersedian alat mekanisasi pertanian mulai dari proses pembajakan hingga pemanenan, ketersedian alat ini merupakan upaya dari physical distancing yang digalakkan.
Selanjutnya memastikan ketersedian agro input yang tepat waktu dengan jadwal penanaman seperti bibit, pupuk dan pestisida.
Dalam memastikan ini diimbau aparatur kecamatan, kemukiman dan gampong di Aceh harus bersinergi dengan Balai Penyuluh Pertanian di tingkat kecamatan untuk memastikan penjadwalan.
Kemudian dibarengi dengan laporan konkrit per kecamatan dengan luas garapan harus diketahui secara keseluruhan oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan provinsi dan memerintahkan setiap Unit Pelaksana Teknis Daerah untuk melakukan aksi konkrit.
Seterusnya para pemangku kepentingan pascapanen, seperti Bulog, para agen penampung, penyalur hingga pedagang harus mendapat SOP dan protokol yang jelas dari pemerintah seperti apa mereka beroperasi di saat wabah seperti ini.
Dijelaskan hal ini sangat mendesak dilakukan karena hasil pantauan lapangan harga-harga barang sangat variatif di lapangan.
Kemudian secara psikologis ini sangat penting karena apabila dalam durasi yang lama harga yang diambil di tingkat petani sangat rendah, berdasarkan pengalaman lapangan 50 persen dari petani akan sulit untuk mengeluarkan biaya untuk penanaman kembali.
Menurutnya jika ini terjadi maka lonjakan-lonjakan harga pasti akan terjadi dan akan menimbulkan keresahan baru.
Dipaparkan sangat diperlukan contigency plan untuk para petani, seandainya akan ada partial lockdown di lokasi wabah yang menyebabkan gagal produksi.
Perlu diantisipasi dari awal agar supaya terhindar dari penyakit kelangkaan makanan, yaitu meninggal karena busung lapar, katanya.
PDIP nilai petani diabaikan dalam penanganan COVID-19
Senin, 6 April 2020 13:51 WIB