Aceh Besar (ANTARA) - Pemerintah Aceh bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Banda Aceh berkomitmen menyelesaikan delapan aset yang selama ini tumpang tindih antara Provinsi dengan Kota Banda Aceh.
“Sejak awal saya menilai penting untuk ditertibkan dan dikelola secara baik terhadap aset tumpang tindih sehingga dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Aceh, sebagaimana ketentuan yang berlaku,” kata Gubernur Aceh, Nova Iriansyah di Jakarta, Kamis.
Komitmen tersebut ditandai dengan penandatanganan berita acara kedua belah pihak yang dilakukan Gubernur Aceh,Nova Iriansyah dan Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman dan turut disaksikan Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Herry Muryanto dan Direktur Koordinasi dan supervisi Brigjen Polisi Didik Agung Widjanarko.
Kedelapan aset tersebut, diantaranya Gedung Banda Aceh Madani Education Center (BMEC), tanah dan bangunan Rumah Budaya, tanah Stadion Haji Di Murthala, tanah SD Negeri 47 Banda Aceh, tanah Rumah Dinas Wali kota Banda Aceh, tanah Pasar Al Mahirah Lamdingin, tanah bangunan Cold Storage Lampulo dan Pelabuhan penyeberangan Uleu Lheue.
"Saya telah instruksikan Sekda Aceh untuk melakukan upaya konkrit penyelesaian aset-aset tersebut dengan Pemerintah Kota Banda Aceh," kata Nova.
Adapun upaya yang dilakukan dan telah disampaikannya kepada Wali kota Banda Aceh melalui Surat Nomor 118/2338 tanggal 10 Februari 2020 Tentang Tindak Lanjut hasil temuan BPK RI sebagaimana amanat Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana Pelabuhan penyeberangan Uleu Lheue menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi.
Selanjutnya beberapa aset lainnya telah ditindaklanjuti penyelesaiannya melalui rapat, pada 2 Juli 2020 lali di kantor Gubernur Aceh yang dipimpin oleh Sekda Aceh dan turut dihadiri Sekda Kota Banda Aceh beserta sejumlah pejabat lainnya.
Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa pihak Pemerintah Kota Banda Aceh segera menyampaikan rencana pemanfaatan dan pengelolaan aset tumpang tindih tersebut, namun dalam perkembangannya belum berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Selanjutnya pada 9 Februari 2021 telah dilaksanakan pertemuan lanjutan yang yang dipimpin oleh Sekda Aceh dan turut dihadiri Wali kota Banda Aceh berserta Sekda Kota Banda Aceh dan pejabat lainnya.
"Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan akhir dimana lima dari delapan aset diserahkan kepada Pemerintah Kota Banda Aceh yaitu tanah Stadion Haji Di Murthala, tanah SD Negeri 47 Banda Aceh, tanah rumah dinas Wali kota Banda Aceh, tanah pasar Al Mahirah Lamdingin dan tanah bangunan cold storage Lampulo," kata Nova.
Sedangkan tiga aset lainnya, lanjut seperti Gedung BMEC, Rumah Budaya dan Pelabuhan Penyeberangan Uleu Lheue di serahkan kepada Pemerintah Aceh.
Ia mengatakan kesepakatan tersebut telah tertuang dalam Berita Acara, sehingga Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kota Banda Aceh telah memperoleh titik temu dan berkomitmen untuk menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam tempo penyelesaian sesingkat mungkin, yang diperkirakan tuntas pada akhir Maret.
Gubernur Aceh menyampaikan terima kasih dan mengapresiasi gagasan KPK dalam mendorong penyelesaian aset tumpang tindih antara Pemerintah Aceh dengan Pemerintah Kota Banda Aceh.
Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman, juga mengapresiasi KPK yang sudah berinisiatif menyelenggarakan acara tersebut, karena bisa menengahi diantara kedua belah pihak.
"Sebenarnya tidak ada lagi masalah terhadap aset ini karena sudah ada rapat sebelumnya. Tapi dengan adanya KPK sebagai mediator penyelesaian, maka kita yakin masalah ini akan segera selesai" ujarnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi Herry Muryanto mengatakan, terkait dengan permasalahan aset ini, bagi KPK permasalah aset bukan hanya di Aceh, tapi juga ada di daerah lain di Indonesia.