Meulaboh (ANTARA Aceh) - Lembaga Adat Laot (pemangku adat laut) di Kabupaten Aceh Barat berkomitmen untuk membantu pihak berwajib mengawasi aktivitas pengrusakan lingkungan laut serta sumber daya di dalamnya.
Panglima Laot Aceh Barat Amiruddin di Meulaboh, Jumat mengatakan, saat ini lembaga adat laut sudah membentangkan sayap membentuk 15 panglima lhok (pemimpin adat kecamatan) untuk mengawasi perairan laut dari pemanfaatan dengan cara yang tidak tepat.
"Kawasan sentra perikanan Aceh Barat di empat kecamatan pesisir, sudah kita bentuk 15 peradilan adat yang bekerja selain untuk megawasi laut juga memberi sanksi hukum secara adat apabila ada nelayan melanggar hukum adat laut," katanya.
Salah satu sanksi adat laut peninggalan leluhur Aceh diterapkan tersebut seperti kepada nelayan yang kedapatan menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan yang dapat merusak biota laut dapat dikenakan sanksi adat tidak boleh melaut tujuh hari dan paling lama tujuh bulan.
Sanksi adat laut di Aceh diterapkan berdasarkan qanun (perda) Nomor 10 tahun 2008 tentang Lembaga Adat, peradilan adat dilakukan apabila unsur kesalahan dilakukan tidak bersifat kriminalitas yang merupakan ranahnya pihak berwajib.
Peran strategis dari peradilan adat laut yang merupakan peninggalan leluhur Aceh ini diharapkan menjadi panutan setiap masyarakat dalam berkehidupan yang dipertegas dalam pasal 98 Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) Nomor 11/2006.
"Sanksi adat laut itu sebatas memberikan efek jera, selebih itu bila melanggar aturan pemerintah itu ditangani oleh pemerintah pula, kalau kita cuma sanksi adat seperti yang sudah kita lakukan," katanya.
Lebih lanjut dikatakan, pihaknya selalu memantau dengan Panglima Lhok untuk menjaga kelestarian laut dan sumber daya di dalamnya, baik keberadaan terumbu karang maupun penangkapan ikan-ikan kecil ataupun penangkapan ikan pada jarak ditentukan.
Amiruddin menyampaikan, sejak 1989 hasil tangkapan ikan nelayan di kawasan setempat yang dihasilkan jenis ikan tuna adalah kelompok besar sekitar 26,7 persen dari total hasil tangkapan per hari rata-rata bisa mencapai 30 ton.
Untuk komposisi secara umum tidak banyak berubah, sampai tahun 2000 jenis ikan tuna dan kembung merupakan produksi utama bahkan sampai sekarang di empat kecamatan kawasan sentra produksi perikanan tersebut.
"Saat ini selain tuna dan kembung ternyata potensi udang lambung (kelong) sangat luar biasa, tapi alangkah sedihnya alat tangkap nelayan kita belum sesuai harapan, karena itu kita harap pemerintah pusat sedia membantu nelayan kita di sini," katanya menambahkan.
Panglima Laot Aceh Barat Amiruddin di Meulaboh, Jumat mengatakan, saat ini lembaga adat laut sudah membentangkan sayap membentuk 15 panglima lhok (pemimpin adat kecamatan) untuk mengawasi perairan laut dari pemanfaatan dengan cara yang tidak tepat.
"Kawasan sentra perikanan Aceh Barat di empat kecamatan pesisir, sudah kita bentuk 15 peradilan adat yang bekerja selain untuk megawasi laut juga memberi sanksi hukum secara adat apabila ada nelayan melanggar hukum adat laut," katanya.
Salah satu sanksi adat laut peninggalan leluhur Aceh diterapkan tersebut seperti kepada nelayan yang kedapatan menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan yang dapat merusak biota laut dapat dikenakan sanksi adat tidak boleh melaut tujuh hari dan paling lama tujuh bulan.
Sanksi adat laut di Aceh diterapkan berdasarkan qanun (perda) Nomor 10 tahun 2008 tentang Lembaga Adat, peradilan adat dilakukan apabila unsur kesalahan dilakukan tidak bersifat kriminalitas yang merupakan ranahnya pihak berwajib.
Peran strategis dari peradilan adat laut yang merupakan peninggalan leluhur Aceh ini diharapkan menjadi panutan setiap masyarakat dalam berkehidupan yang dipertegas dalam pasal 98 Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) Nomor 11/2006.
"Sanksi adat laut itu sebatas memberikan efek jera, selebih itu bila melanggar aturan pemerintah itu ditangani oleh pemerintah pula, kalau kita cuma sanksi adat seperti yang sudah kita lakukan," katanya.
Lebih lanjut dikatakan, pihaknya selalu memantau dengan Panglima Lhok untuk menjaga kelestarian laut dan sumber daya di dalamnya, baik keberadaan terumbu karang maupun penangkapan ikan-ikan kecil ataupun penangkapan ikan pada jarak ditentukan.
Amiruddin menyampaikan, sejak 1989 hasil tangkapan ikan nelayan di kawasan setempat yang dihasilkan jenis ikan tuna adalah kelompok besar sekitar 26,7 persen dari total hasil tangkapan per hari rata-rata bisa mencapai 30 ton.
Untuk komposisi secara umum tidak banyak berubah, sampai tahun 2000 jenis ikan tuna dan kembung merupakan produksi utama bahkan sampai sekarang di empat kecamatan kawasan sentra produksi perikanan tersebut.
"Saat ini selain tuna dan kembung ternyata potensi udang lambung (kelong) sangat luar biasa, tapi alangkah sedihnya alat tangkap nelayan kita belum sesuai harapan, karena itu kita harap pemerintah pusat sedia membantu nelayan kita di sini," katanya menambahkan.