Samsul Bahri mengatakan dalam penetapan Idul Adha pada tahun ini maupun tahun lalu, ormas NU dan Muhammadiyah memiliki pemikiran tersendiri sesuai kebiasaan dari masing-masing organisasi.
Menurutnya, ormas Muhammadiyah menetapkan 10 Zulhijjah atau Idul Adha 1444 Hijriah menggunakan metode metode hisab, dan tidak menggunakan metode rukyatul hilal seperti biasa yang dilakukan pemerintah termasuk NU.
Sedangkan bagi masyarakat pengikut Tarekat Syattariyah, juga menetapkan Idul Adha sesuai dengan metode sendiri, dan selama ini menjadi tradisi bagi pengikut tarekat tersebut seperti yang dilaksanakan oleh masyarakat di Kabupaten Nagan Raya, Aceh, dan sebagian di Aceh Barat.
Baca juga: Peternak Banda Aceh jual hewan kurban di trotoar demi menggaet pembeli
Pihkanya mengimbau kepada seluruh masyarakat Muslim di Aceh dan Kabupaten Aceh Barat, agar dapat menyikapi perbedaan tersebut secara wajar dan tidak perlu menyikapi secara luar biasa.
Ia meminta kepada masyarakat agar dapat menghormati perbedaan perayaan Idul Adha 1444 Hijriah, karena perbedaan merupakan suatu rahmat umat Islam.
“Yang yakin melaksanakan shalat Ied pada Rabu besok silahkan diikuti, begitu juga yang mau ikut pemerintah silahkan berlebaran pada Kamis, dan yang sudah merayakan Idul Adha juga tidak ada persoalan,” katanya.
Ia meminta kepada seluruh umat Islam di Aceh dan Aceh Barat, agar dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa meski terdapat perbedaan dalam merayakan Hari Raya Idul Adha.
“Jangan sampai karena perbedaan, membuat perpecahan bagi kita, itu yang tidak boleh,” demikian Samsul Bahri.
Baca juga: Jangan khawatir, BSI tetap beri layanan saat libur Idul Adha