Meulaboh (ANTARA Aceh) - Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, menyatakan tetap konsisten membeli enam unit pesawat udara untuk memperkuat pengawasan Aceh dari aktivitas pencurian ikan, sebagai salah satu kawasan strategis dalam penguatan poros maritim di Indonesia.
"Laut kita, Aceh khususnya banyak ikan dengan harga mahal yang dikonsumsi di restouran dalam dan luar negeri, sayangnya banyak berkeliaran kapal-kapal asing mencuri ikan di laut kita. Karena itu Aceh akan melakukan pencegahan yang belum pernah dilakukan oleh daerah lain," kata gubernur, di Kabupaten Nagan Raya, Aceh, Senin.
Pernyataan itu disampaikan di hadapan tamu undangan yang menghadiri pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Nagan Raya, priode 2017-2022, dalam rapat paripurna di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) setempat.
Salah satu terobosan yang dilakukannya pada 2018, yakni melakukan pengawasan wilayah laut Aceh dengan pesawat udara yang dibeli dengan dana Pemerintah Aceh, khusus untuk menjaga kedaulatan wilayah laut Aceh dari aktivitas illegal fishing.
Sudah dilakukan pengkajian dan efektivitas dana pembelian sebanyak enam unit pesawat udara, serta biaya operasional yang sebelumnya diajukan dalam RPJM Aceh untuk lima tahun, Irwandi Yusuf yakin, hanya lewat udara mudah mengawasi perairan Aceh.
Ia menyatakan, harga pesawat yang dibeli itu hanya berkisar Rp12 miliar per unit, sementara dana operasionalnya masih berada di kisaran seratusan juta rupiah per tahun, sementara efektivitas penggunaan pesawat udara lebih maksimal, ketimbang mengawasi menggunakan jasa armada laut.
"Kerugian perikanan Aceh mencapai triliunan per tahun. Angkatan Laut, militer kita di Aceh, tahu adanya (illegal fishing), cuma beberapa kapal terkendala biasanya operasional, kita punya Kamla, juga masalahnya operasional,"tegasnya.
Irwandi Yusuf menuturkan, Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti, menyampaikan kepadanya akan membantu kapal pengawasan laut, namun setelah dikaji dana operasionalnya, tidak akan kuat bila menggunakan dana daerah.
Ia menyampaikan, standar biaya operasional kapal pengawas yang akan dibantu ke Aceh itu setara kapal perang, yakni menghabiskan bahan bakar minyak 2-3 ton untuk bergerak sejauh 25 mill, sementara dengan pesawat yang rencana di beli itu hanya 16 liter/ jam dengan jarak tempuh 150 mil.
"Apalagi sampai dua kapal perang, maka timbul pikiran saya akan membeli pesawat murah untuk patroli laut. Tidak benar bila rencana pembelian pesawat itu untuk anak saya, pesawat itu untuk mengawasi wilayah laut Aceh," tegas dia.
Selain itu, Irwandi memintakan kepada delapan orang anggota DPRA dari Daerah Pemilihan (Dapil) Barat Selatan Aceh untuk mengusulkan pembelian kapal keruk, untuk melakukan pengerukan muara dan Tempat Pendaratan Ikan (TPI) dangkal untuk membantu nelayan.
Di saat ada terjadi pendangkalan muara, kapal keruk tersebut segera turun melakukan normalisasi, jadi tidak mesti membuat tender proyek sehingga selalu membuat lamban penanganan masalah nelayan yang bersifat urgensi.
"Satu unit untuk pantai Timur dan satu unit di pantai Barat, anggota DPRA saya ingatkan mengusulkan itu. Apalagi untuk dana aspirasi dewan sudah ditambah menjadi Rp20 miliar. Jangan dibayangkan uang itu untuk kantong dewan, itu untuk kegiatan nelayan, kapal itu nanti bisa didanai oleh delapan orang anggota dewan dari Dapil," katanya menambahkan.