Blangpidie, Aceh (ANTARA) - Petani di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) mengeluhkan harga penjualan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang selalu turun setiap memasuki bulan suci Ramadhan.
"Sebelum bulan puasa, harga TBS kelapa sawit ditampung pengusaha pabrik mencapai Rp1.300/Kg, tapi memasuki bulan Ramadhan harganya justru turun menjadi Rp1.000/Kg," kata salah seorang petani, Muazam di Blangpidie, Jumat.
Petani sawit tersebut mengaku heran dengan harga TBS setiap memasuki bulan suci Ramadhan harga pembeliannya selalu turun tanpa dikendali oleh pihak pemerintah.
"Sejak memasuki bulan suci Ramadhan sampai lebaran harga pembeliannya selalu terjun bebas sebebas-bebasnya. Seharusnya Pemerintah Provinsi Aceh mengendalikan harga sawit, sehingga petani tidak merasa dikhianati," tuturnya.
Muazam mengatakan, setiap bulan suci Ramadhan, para tengkulak ataupun agen pengumpul dan pengusaha PKS seenaknya melenggang dengan kongsian sesama PKS untuk menurunkan harga komoditi andalan petani tersebut.
Turunnya harga komoditi tersebut, lanjut Muazam terjadi lantaran pemerintah provinsi terkesan tidak mampu menjalani pengawasan, sehingga para pengusaha membeli hasil produksi petani dengan harga sesuka hati mereka.
Buktinya, lanjut dia, para pengusaha PKS hari ini menampung TBS petani dengan harga paling tinggi Rp1.000/Kg. Bahkan ada juga dibeli seharga Rp980/Kg.
"Tolonglah pelihara ekonomi kami rakyat kecil. Janganlah bapak-bapak di provinsi hanya menjaga ekonomi pengusaha konglomerat saja, sementara ekonomi petani kebun bertambah miskin dan melarat," pintanya.
Muazam juga mengatakan jika ditilik dari sudut pandang sosial kepedulian pemerintah provinsi terhadap petani perkebunan jauh tidak berimbang bila dibandingkan dengan kepedulian terhadap petani tanaman pangan.
Petani tanaman pangan, kata Muazam, diberikan kemudahan oleh pemerintah seperti pupuk bersubsidi dan obat-obatan bantuan untuk pengendalian hama tanaman.
"Petani tanaman pangan itu sekarang rata-rata orang kaya. Coba cek rata-rata yang memiliki lahan sawah yang luas itu kebanyakan orang mampu. Hanya saja lahan sawah mereka dikerjakan orang lain dengan alsintan," sebutnya.
Berbeda dengan petani perkebunan, kata dia, petani kelapa sawit, kakao, pinang, karet dan petani kebun lainnya yang notabene luas kebunnya kurang dari satu hektare cukup sulit mendapatkan pupuk bersubsidi tersebut.
Sehingga, tidak sedikit lahan kebun kelapa sawit petani yang berada di kawasan Kuala Batee dan Babahrot, jarang dilakukan pemupukan lantaran petani tidak mampu membeli pupuk non subsidi, apalagi harga sawit murah.
"Petani kebun ini terkesan dikucilkan oleh pemerintah. Kesenjangan demi kesenjangan terus bergulir dengan waktu yang tidak berimbang," demikian Muazam.
Petani Abdya keluhkan harga sawit turun tiap Ramadhan
Jumat, 17 Mei 2019 11:17 WIB