Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendorong Presiden Joko Widodo untuk mengkaji ulang draf Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam Mengatasi Aksi Terorisme sebelum ditandatangani dan disahkan.

"Kami berharap presiden tidak menandatangani (draf) perpres tersebut dan mengevaluasi kembali fungsi dan tugas pokok koopsus (komando operasi khusus)," ujar Komisioner Komnas HAM RI Choirul Anam dalam konferensi pers di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis.

Baca juga: Menhan: Tepat libatkan TNI tangani terorisme

Baca juga: TNI miliki kemampuan tangani terorisme


Menurut dia, pihaknya menemukan beberapa poin yang perlu disoroti dan dievaluasi kembali. Mulai dari penentuan kriteria keterlibatan TNI yang belum jelas, hingga adanya potensi dari perpres tersebut dalam pelanggaran HAM.

"Ternyata dalam draf perpres, plus dalam postur koopsusgab sekarang, koopsus itu menurut kami melampaui batas. Melampaui batas negara sebagai negara hukum dan berpotensi untuk melanggar HAM," ujar Choirul.

"Salah satu yang paling terasa adalah ketidakjelasan skalanya dimana. Kedua, masuk dalam semua ruang mulai dari pencegahan, penegakan misal nangkap dan sebagainya, harusnya pencegahan sampai penindakan sampai pemulihan itu gak boleh," imbuhnya.

Dalam perspektif negara hukum dan HAM, ia melanjutkan, pelibatan militer baru dilakukan ketika teror sudah mengancam kedaulatan negara dan institusi penegak hukum sudah tidak bisa mengatasinya lagi, sesuai ketentuan di Pasal 41 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI.

Choirul juga menambahkan bahwa Komnas HAM menilai fungsi dan tugas dari koopsus yang diatur dalam draf perpres ini melampaui batas dan melawan undang-undang induknya, yakni UU Terorisme dan UU TNI.

"Yang kedua ternyata fungsi dan tugasnya koopsus ini yang akan diatur dalam perpres ini melampaui batas. Dia bahkan melawan UU  induknya sendiri, yaitu UU TNI dan UU Terorisme. Ini overlap," kata dia.

Maka dari itu, lanjut Choirul, perlu adanya penegasan dari fungsi, peran, dan tugas pokok bagi TNI di dalam peraturan ini. Sehingga TNI dapat menjalankan tugasnya secara maksimal dan profesional sesuai batasan yang telah ditentukan.

"Melawan radikalisme, di pencegahan, pemulihan, itu bukan tugas pokok fungsinya TNI. Jangan sampai kita menyeret TNI kita menjadi TNI yang tidak profesional," paparnya.

"Kebanyakan ngurus masyarakat dan turun di teritorial akhirnya terlibat di banyak hal, yang terjadi adalah TNI kita tidak profesional di banyak hal," tutup Choirul.

Baca juga: Komnas HAM: Intoleransi dipicu dari politik identitas

Baca juga: Komnas HAM harap HAM jadi basis Presiden susun kabinet


 

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019