Jumlahnya hanya 2,5 juta kalau dibagi kuota 80.000 ketemunya sekitar 25 tahun. Jadi lebih panjang antrean Turki dari Indonesia. Kita kan 19 tahun
Mekkah (ANTARA) - Antrean berhaji di Turki ternyata mencapai lebih dari 25 tahun dengan biaya tanpa subsidi dari pemerintahnya atau mencapai 4.000 dolar AS perorang.

General Director of Hajj and Umrah Services Turki Remzi Bircan bersama timnya berkunjung ke Kantor Urusan Haji Indonesia di Syisyah, Mekkah, Selasa, dan diterima oleh Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia (PPIH) 2019.

Dalam kunjungannya ke kantor misi haji Indonesia, Bircan menceritakan kesulitannya dalam mengelola manajemen haji di negaranya.

Ia mengatakan dengan jumlah 80.000 orang yang beribadah haji, pihaknya harus memberikan layanan yang tepat waktu selama musim haji.

Di negara itu, kuota seluruh jamaah hajinya sebanyak 80.000 orang terbagi 50.000 haji reguler dan 30.000 haji khusus.

Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama Nizar Ali yang menerima kunjungan delegasi Turki tersebut mengatakan jika dibandingkan dengan Indonesia, jumlah jamaah haji dari Turki hampir seperempat dari seluruh total jamaah haji Indonesia yang berjumlah 231.000 orang.

Baca juga: Turki belajar dari Indonesia soal penyelenggaraan haji bagi warganya

“Jumlahnya hanya 2,5 juta kalau dibagi kuota 80.000 ketemunya sekitar 25 tahun. Jadi lebih panjang antrean Turki dari Indonesia. Kita kan 19 tahun,” katanya.

Sementara dari sisi biaya, berhaji dari Turki juga tercatat lebih mahal padahal jaraknya relatif lebih dekat ke Arab Saudi ketimbang dari Indonesia ke Arab Saudi.

“Kalau dari biayanya lebih mahal karena dari sisi jarak tentu Lebih dekat. Tadi dia mengatakan 4000 dolar AS sementara kita ini costnya direct dan indirect total cuma 5000 dolar AS dan mereka tidak ada subsidi dari negara,” kata Nizar.

Di Kota Mekkah, jamaah dari Turki menempati pondokan di lima wilayah sementara Indonesia di tujuh wilayah.

Selain itu saat di Madinah, jamaah haji dari Turki tidak berkesempatan melaksanakan ibadah arbain atau salat 40 waktu karena hanya berada di kota itu selama lima hari.

Sedangkan jamaah dari Indonesia diprogramkan melaksanakan sunah arbain dan berada di Madinah rata-rata 8-9 hari.

“Di madinah mereka tidak menggunakan arbain, mereka cukup hanya 5 hari. Ini perpindahan tiga tahun terakhir. Dulu semula di awal-awal sampai 4 tahun lalu menggunakan sistem sama dengan kita yakni 8-9 hari karena sistem yang dia lakukan adalah arbain tapi karena kata dia rumit karena ada kemungkinan keterlambatan penerbangan ini berimplikasi pada penempatan yang kacau maka diputuskan cukup lima hari,” katanya.

Baca juga: 5.182 haji khusus mulai kembali ke Tanah Air
Baca juga: Indonesia ditawari tambahan kuota haji setelah renovasi Mina

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019