Wakil Ketua DPRD Maluku Richard Rahakbauw langsung menghubungi Ketua Komisi C, Anos Yermias untuk membuat agenda pemanggilan Dinas Perhubungan maupun PT ASDP dan instansi terkait demi membahas persoalan pungli ini
Ambon (ANTARA) - Puluhan pengemudi truk maupun bus lintas Pulau Ambon-Seram beramai-ramai mendatangi kantor DPRD Provinsi Maluku guna menyampaikan keluhan mereka terkait terbatasnya kapal penyeberangan feri dan adanya pungutan liar di Jembatan Waikaka, Kabupaten Seram Bagian Barat.

"Kedatangan kami secara spontan ke sini ingin menyampaikan keluhan secara langsung kepada para wakil rakyat karena ada praktik pungli yang dilakukan oknum-oknum tertentu," kata perwakilan supir truk trans Ambon-Seram, Anthoni alias Toton di Ambon, Jumat.

Selain aksi pungli di Jembatan Waikaka antara Rp100 ribu hingga Rp500 ribu, mereka juga mengeluhkan terbatasnya kapal penyeberangan feri dari Hunimua, Kecamatan Salahutu (Pulau Ambon) Kabupaten Maluku Tengah menuju masohi.

Akibatnya untuk mendapatkan jatah naik ke atas kapal feri, mereka harus antre dan menunggu antara tiga sampai empat hari, padahal kalau ada dua kapal feri yang beroperasi maka transportasinya lancar.

"Sehingga barang yang diantarkan ke tujuan jadi terlambat, bahkan bisa mengalami kerusakan, khususnya untuk jenis bahan makanan," kata Anthoni.

Namun, karena pimpinan dan anggota Komisi C DPRD Maluku saat ini masih melakukan peninjauan pembangunan bendungan Waeapu di Pulau Buru, maka puluhan supir yang membawa sejumlah mobil truk dan bus ini langsung menuju rumah dinas Wakil Ketua DPRD Maluku, Richard Rahakbauw (F-Golkar) guna meminta perhatian wakil rakyat dan memperjuangkan aspirasi mereka.

Para pengemudi menyampaikan bahwa sksi pungli ini sudah berlangsung lama ketika Jembatan Waikaka di Desa Tala, Kecamatan Amalatu, Kabupaten Seram Bagian Barat mengalami kerusakan akibat dihantam banjir tiga bulan lalu.

Meskipun pada salah satu ujung jembatannya sudah miring akibat tiang tengah penyangga jembatan roboh, namun kendaraan besar masih bisa melintasi jembatan secara perlahan di malam hari, karena bagian jembatan yang miring hanya antara tiga hinggga enam meter.

Tetapi bagi kendaraan yang mau melintasi jembatan harus menyetor uang kepada sejumlah oknum antara Rp100 ribu hingga Rp500.000

Salah satu supir lintas Ambon-Seram lainnya, Ulis Rahakbauw mengaku trauma melintasi jalan trans Seram, terutama di Jembatan Waikaka.

"Beberapa waku lalu saya membawa truk berisikan enam ton ikan segar menuju Ambon, dan saat melintasi jembatan ditagih Rp250.000 di salah satu ujung jembatan dan saat tiba di sebelahnya, ditagih lagi Rp250.000 jadi total Rp500.000," kata Ulis.

Baik Ulis maupun puluhan supir lintas lainnya mengaku tidak bisa berbuat apa-apa karena takut dikeroyok atau dipukul.

"Kalau sudah membayar pungli seperti ini, lalu berapa rupiah lagi yang harus dibawa pulang untuk isteri dan anak yang menanti di rumah?," keluh Ulis.

Wakil Ketua DPRD Maluku Richard Rahakbauw yang menerima puluhan supir lintas Ambon-Seram dan Buru di rumahnya langsung menghubungi Ketua Komisi C, Anos Yermias untuk membuat agenda pemanggilan Dinas Perhubungan maupun PT. ASDP dan instansi terkait demi membahas persoalan pungli ini.

"Yang menjadi keluhan adalah terbatasnya kapal feri sehingga mobil truk antre berhari-hari hingga aksi pungli yang terjadi di Jembatan Waikaka sehingga awal pekan depan diagendakan pemanggilan instansi terkait untuk mencari solusi," ujarnya.

Sementara Ketua Komisi C DPRD Maluku, Anos Yermias sejak pekan lalu bersama anggotanya telah meninjau Jembatan Waikaka dan mendapat informasi ada pungutan bagi mobil truk dan bus yang melintas di malam hari dan harus membayarkan sejumlah uang.

"Alternatif terbaiknya adalah membangun jembatan darurat dan Dinas PUPR Maluku telah mengusulkan anggaran Rp10 miliar ke Kementerian PUPR guna membangun jembatan bailey," katanya.


Baca juga: Penumpang kapal Kupang-Maluku keluhkan pungli ke Menhub

Baca juga: Jejak budaya manusia prasejarah di Pulau Seram

Baca juga: BKSDA Maluku lepasliarkan rusa timor ke Pulau Seram


 

Pewarta: Daniel Leonard
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019