Program ini bertujuan membantu warga Palestina berjuang hadapi krisis akibat blokade terhadap Jalur Gaza
Jakarta (ANTARA) - Kebutuhan pokok di Tanah Air populer dengan sembilan kebutuhan pokok (sembako), meski sebenarnya jumlah kebutuhan pokok dimaksud tidak harus berjumlah sembilan.

Bagaimana sejarah istilah sembako itu lahir?

Usut punya usut, rujukan sembako itu adalah Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Nomor 115/MPP/Kep/2/1998 Tahun 1998 -- yang ditandatangani Menperindag saat itu T Ariwibowo -- yang ditetapkan di Jakarta pada 27 Februari 1998.

Istilah tepatnya berdasarkan keputusan itu adalah "Jenis Barang Kebutuhan Pokok Masyarakat".

Dalam asal 1 Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Nomor 115/MPP/Kep/2/1998 itu disebutkan bahwa "barang kebutuhan pokok" yang diperlukan masyarakat meliputi jenis barang sebagai berikut: (1) beras, (2) gula pasir, (3) minyak goreng dan mentega, (4) daging sapi dan ayam, (5) telur ayam, (6) susu, (7) jagung, (8) minyak tanah, dan (9) garam beryodium.

Melihat dasar dan rujukan dari sembako itu, bisa dimaknai secara umum bahwa komponen itu merupakan bahan makanan dan minuman utama yang sangat dibutuhkan masyarakat sehingga bila ketersediaannya tidak tercukupi di pasar-pasar bisa menjadi gangguan bagi suatu bangsa/negara.

Dalam sebuah analisis pada diskusi di Institut Pertanian Bogor (IPB) beberapa tahun lalu muncul keyakinan bahwa hancurnya Uni Soviet adalah bukan karena soal Perestroika -- semacam gerakan reformasi -- namun lebih karena tidak mampunya negara adidaya itu terkait soal ketahanan pangan.

Dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekologi Manusia (FEM) IPB, Prima Gandhi -- dalam laman http://www.kedaipena.com/ipb-soviet-hancur-karena-kelangkaan-pangan/ -- menyatakan gerakan diversifikasi pangan sangat penting.

Ia merujuk pernyataan Bung Karno yang mengatakan bahwa pangan ini merupakan salah satu faktor ekonomi politik.

"Uni Soviet itu bubar bukan karena gerakan Perestroika tetapi adanya kelangkaan pangan," katanya.


Dialami warga Gaza

Persoalan ketersediaan pangan atau sembako itu bagi rakyat itu, saat ini juga dialami warga di Jalur Gaza, Palestina.

Krisis multidimensi, baik kemanusiaan dan ekonomi -- selain krisis politik -- hingga kini masih melilit wilayah itu yang terus diblokade oleh zionis Israel itu.

Sukarelawan Indonesia yang menetap di Jalur Gaza, Palestina, Abdillah Onim mengungkapkan wilayah kantong antara Israel dan Palestina itu sedang menuju puncak krisis, setelah lembaga kemanusiaan di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa itu angkat kaki sejak Februari 2019.

"Dalam kondisi semacam ini, tentu sumbangan dari dunia, termasuk rakyat Indonesia masih sangat dibutuhkan. Akibat blokade zionis Israel, bantuan yang masuk Gaza sangat minim," katanya saat menghubungi ANTARA di Jakarta.

Kondisi itu, diperparah lagi karena pada saat yang sama, lembaga PBB yang menangani pengungsi Palestina UNRWA yang merupakan tulang punggung 2 Juta penduduk Gaza menghadapi krisis finansial setelah Presiden AS Donald Trump memutuskan bantuan untuk lembaga PBB tersebut.

Salah satu dampak krisis itu, kata dia, ribuan pasien kanker dan gagal ginjal dirawat di rumah sakit tanpa makanan. Karena itu, sebuah dapur umum yang diberi nama "Amanah Indonesia" yang menyediakan makanan gratis kepada ratusan pasien di rumah sakit di Gaza, sangat membantu.

Dapur umum "Amanah Indonesia" digagas Yayasan Nusantara Palestina Center (NPC), lembaga sosial kemanusiaan berbadan hukum yang berkantor di Jakarta. Lembaga itu membantu rumah sakit yang tidak mampu memberikan pelayanan makanan kepada pasien akibat krisis pangan, obat-obatan, dan bahan bakar minyak (BBM).

Program pengadaan makanan gratis untuk pasien yang sedang dirawat di RS As-Syifa Gaza dibuka sejak akhir Januari 2019 dan bisa diperpanjang.

"Namun, perpanjangan itu tergantung pendanaan dari donatur di Indonesia," katanya.

Dalam program itu, disediakan 3.300 porsi makanan yang diprioritaskan kepada pasien gagal ginjal dan anak-anak yang sedang dirawat di instalasi anak dan pasien orang tua. Untuk itulah, Onim mengetuk siapa saja di Indonesia bisa ikut membantu warga Gaza yang dilanda krisis itu.

Bantuan bisa melalui BNI Syariah Cabang Jakarta Timur dengan nomor rekening 6900009097 atas nama Nusantara Palestina Center, BNI Cabang Kramat dengan nomor rekening 6900090089 atas nama Yayasan Nusantara Palestina Center, dan BNI Cabang Kramat dengan nomor rekening 6900090001 atas nama Abdillah Onim.

Pasar sembako gratis

Dalam upaya membantu warga Gaza yang sedang dalam krisis, Abdillah Onim, untuk pertama kalinya juga menggagas "Pasar Sembako Indonesia Gratis di Palestina" pada Maret lalu.

Saat dibuka, kegiatan yang dilakukan atas kerja sama Yayasan Cinta Dakwah Foundation Indonesia Yayasan Nusantara Palestine Center itu, ratusan warga Gaza "membanjiri" pasar sembako amanah dari rakyat Indonesia itu.

Mereka bebas memilih kebutuhan dan keperluan makanan sehari-hari seperti beras, minyak goreng, gula, garam, kurma, makarona dengan total 16 item jenis makanan.

Direktur sebuah LSM lokal di Gaza, Ir Jum'ah al-Najjar yang juga penanggung jawab program "Pasar Sembako Indonesia Gratis di Palestina" menjelaskan kegiatan yang dilaksanakan di salah satu sekolah di Gaza bagian utara itu menyalurkan paket sembako yang berisi 16 jenis sembako, yang ditaksir cukup memenuhi kebutuhan pangan bagi 315 kepala keluarga (KK) Palestina di Gaza dan untuk pasokan bahan makanan selama sepekan.

Sebanyak 315 KK itu berasal dari keluarga miskin dari wilayah yang berbeda seperti Bait Lahiyah Gaza Utara, Jabalia City, kamp Jabalia, Gaza City dan wilayah Tuffah.

"Program ini bertujuan membantu warga Palestina berjuang hadapi krisis akibat blokade terhadap Jalur Gaza," katanya.

Jum'ah al-Najjar juga menyampaikan terima kasih kepada umat Islam di Indonesia, LSM Indonesia dan pemerintah Indonesia, yang selalu rutin memberikan kepedulian bagi warga Palestina baik di Gaza maupun di Tepi Barat yang hingga kini masih dijajah.
 
Kaum perempuan dan ibu-ibu di jalur Gaza, Palestina, mendatangi Pasar Sembako Gratis yang digagas sukarelawan Indonesia yang menetap di Kota Gaza Abdillah Onim dari sumbangan rakyat Indonesia. Wilayah kantong antara Mesir dan Palestina itu terus dilanda krisis pangan akibat blokade Israel. (FOTO ANTARA/HO-Abdillah Onim/2019)



Ikhwal sembako ini, organisasi Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), sebuah lembaga kemanusiaan yang saat ini sedang membangun Rumah Sakit Indonesia tahap II di Jalur Gaza juga pernah membagikan bantuan sebanyak 1000 paket sembako untuk pegawai negeri sipil (PNS) di Jalur Gaza.

"Itu merupakan bantuan dari para donatur di Indonesia yang masuk melalui rekening amanah khusus kemanusiaan Gaza," kata Presidium MER-C Indonesia, dr Henry Hidayatullah.

Bantuan yang diberikan itu disalurkan pada bulan suci Ramadhan 1436 Hijriah silam.

Selain 1.000 paket sembako juga ditambah 500 paket ifthar (buka puasa) yang ditujukan bagi para anak yatim di Gaza.

Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI, saat menerima kunjungan delegasi MER-C yang dipimpin Ketua Presidium dr Sarbini Abdul Murad belum lama ini menyebut bahwa komitmen dukungan dan bantuan atas perjuangan kemerdekaan bagi Palestina dilakukan "secara saling melengkapi" antara pemerintah dan rakyat Indonesia.

"Ada skema-skema dukungan dan bantuan di mana pemerintah bisa masuk, dan pada saat bersamaan ada pula yang dilakukan elemen masyarakat seperti LSM dan lembaga kemanusiaan tatkala pemerintah menghadapi kendala untuk bisa masuk," katanya sambil menambahkan bahwa contoh di mana pemerintah ada hambatan masuk adalah di wilayah Jalur Gaza.

Sedangkan di Jalur Gaza, unsur LSM dan lembaga kemanusiaan, lebih berpeluang untuk dapat beraktivitas, baik memberikan bantuan logistik dan kemanusiaan maupun membangun rumah sakit.

Namun, untuk di Tepi Barat, pemerintah bisa masuk, terlebih sejak dibukanya kantor Konsul Kehormatan Indonesia di Ramallah, Tepi Barat pada 13 Maret 2016.

Baca juga: Kala Indonesia Raya dan Merah Putih berkibar di Jalur Gaza

Baca juga: Indonesia berbagi pengalaman salurkan bantuan kemanusiaan di Gaza

 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019