Timika (ANTARA) - Pemuka agama yang merupakan Ketua Gereja Kristen Injili/GKI di Tanah Papua Klasis Mimika Pendeta Lewi Sawor menyayangkan adanya unjukrasa yang berujung tindakan anarkis di berbagai kota di Papua dalam beberapa pekan terakhir.

"Sebagai pemimpin GKI Klasis Mimika yang juga orang asli Papua, kami mengecam keras tindakan rasisme sebagai sesuatu yang tidak boleh dipelihara. Tapi imbas dari kasus itu dengan melakukan unjukrasa berlebihan sampai merusak dan membakar fasilitas umum, rumah-rumah penduduk, penjarahan toko, kios dan aset milik sesama itu juga tidak benar. Perilaku bar-bar seperti itu bukan solusi untuk menyelesaikan masalah," kata Pendeta Lewi Sawor di Timika, Senin.

Ia menilai penyikapan penyelesaian kasus rasisme dengan melakukan unjukrasa berujung tindakan anarkis di berbagai kota di Papua seperti terjadi di Manokwari, Sorong, Fakfak, Timika dan Jayapura sama sekali tidak menunjukan model penyelesaian masalah ala Papua di mana setiap persoalan yang dihadapi diselesaikan dalam honai, para-para dan lainnya.

Pendeta Lewi Sawor mengharapkan semua pihak baik para tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, unsur pemerintah dan DPRD serta jajaran TNI-Polri duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi di Papua dalam beberapa pekan terakhir agar tidak ada lagi kerusuhan yang membawa kerusakan dan malapetaka bagi banyak orang.

"Kita membutuhkan kehadiran pimpinan daerah, entah itu gubernur, bupati, wali kota, DPRD, pimpinan TNI dan Polri bersama seluruh komponen yang lain yang punya kapasitas untuk melakukan mediasi sekaligus memutuskan langkah-langkah apa yang ditempuh agar ke depan tidak terjadi lagi kasus-kasus semacam ini. Kami tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat bukan pemadam kebakaran ketika terjadi permasalahan sosial seperti ini," ujar Pendeta Lewi Sawor.

Menurut dia, keberadaan pimpinan daerah di tempat sangat dibutuhkan untuk mengayomi rakyatnya.

"Ketika terjadi situasi darurat di suatu daerah, rakyat itu membutuhkan kehadiran pimpinan daerah. Sepenting apapun tugas di luar sana, harus kembali ke daerah untuk mengurus rakyat. Kami tidak menghalang-halangi pimpinan daerah bepergian ke luar, tapi ketika rakyat membutuhkan perlindungan, membutuhkan perhatian, pimpinan daerah tidak boleh lari dari tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah yang ada di daerahnya," katanya.

Pimpinan GKI Klasis Mimika mendukung penuh kebijakan pihak kepolisian untuk tidak memberikan izin kepada kelompok manapun untuk melakukan unjukrasa atau demonstrasi jika tidak disertai dengan adanya koordinator lapangan yang bisa mengendalikan massa.

"Hari ini ada begitu banyak orang yang menangis karena kehilangan tempat tinggal, kehilangan tempat usaha, kehilangan aset berharga akibat dari ketidakdewasaan kita dalam menangani berbagai kasus yang terjadi. Pertanyaannya, siapa yang harus bertanggung jawab atas semua itu. Apakah kita semua bisa buka mata melihat penderitaan mereka," ujarnya.

Pendeta Lewi Sawor mengharapkan semua orang yang kini hidup dan tinggal di Tanah Papua maupun di Indonesia agar merawat dan merajut kebhinekaan sebagai anugerah terbesar yang diberikan oleh Tuhan.

"Jangan lagi masalah rasisme ini dipersoalkan atau diangkat kembali ke permukaan karena hanya akan merusak hubungan antarmasyarakat yang sudah hidup berdampingan dalam suasana damai dan rukun berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus tahun. Kita hidup membutuhkan orang lain, dan orang lain hidup membutuhkan kita untuk membangun masa depan yang lebih baik," ujarnya.

Baca juga: Sejumlah tokoh Yogyakarta gelar aksi damai serukan persatuan bangsa
Baca juga: Dewan Pers sesalkan perusakan Kantor ANTARA di Jayapura
Baca juga: Papua Terkini - Polda Papua olah TKP kasus demo berujung anarkis

 

Pewarta: Evarianus Supar
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019