Nganjuk (ANTARA) - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih menunggu hasil kebijakan Presiden melalui Peraturan Presiden (PP) terkait dengan penyesuaian iuran untuk peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) yang diusulkan naik.

"Untuk iuran seperti saat ini telah diusulkan sedang menunggu PP terkait penyesuaian itu," kata Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan Kemal Imam Santoso saat melakukan spotcheck implementasi pembayaran iuran melalui autodebit nonrekening bank, di Kecamatan Jatikalen, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Jumat.

Ia mengakui masyarakat memiliki reaksi yang berbeda-beda terkait dengan iuran yang diusulkan naik tersebut, namun dirinya memastikan hal itu juga sudah dibahas dan dipikirkan oleh lembaga terkait.

"Hal ini saya kira banyak dibahas dan dipikirkan oleh lembaga, kementerian terkait. Kemudian, apabila masyarakat merasa tidak mampu ada mekanisme sebagai penerima bantuan iuran," kata dia.

Ia juga menegaskan, dalam membahas terkait dengan BPJS Kesehatan, pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa negara hadir di dalam memberikan jaminan dalam memberikan bantuan kepada keluarga tidak mampu, sepanjang yang bersangkutan memenuhi kriteria tidak mampu.

"Sepanjang memenuhi kriteria tidak mampu, masyarakat tidak perlu resah bahwa jaminan terus berjalan, tidak ada yang terhenti. Mau mengirim surat monggo, sepanjang keanggotaan aktif tetap dijamin," ujar dia.

Baca juga: Dirut BPJS Kesehatan beberkan fakta kenaikan iuran

Disinggung terkait dengan waktu untuk rencana kenaikan iuran itu, ia  menegaskan BPJS Kesehatan tiak dalam posisi yang menentukan.

"BPJS Kesehatan tidak dalam posisi yang menentukan mengenai kapan akan dilakukan. Dalam penyesusunan tetap memberikan masukan, memberikan data, memberikan analisa lain, tapi tidak pada posisi yang menentukan," kata dia.

Pemerintah berencana menaikkan iuran program JKN BPJS Kesehatan sebesar 100 persen untuk menutup defisit JKN.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo di Jakarta mengatakan, rencananya, kenaikan iuran itu akan dilakukan mulai 1 Januari 2020. Namun, hal ini berlaku hanya untuk kelas I dan kelas II, dimana kelas I dari sebelumnya Rp80 ribu jadi Rp160 ribu dan kelas II dari sebelumnya Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu. Untuk kelas III, masih ditunda setelah rencana kenaikan ditolak Komisi IX dan XI DPR.

Keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut hingga kini masih harus menunggu kebijakan Presiden. Pada tahun ini, defisit BPJS Kesehatan diproyeksikan mencapai Rp32,8 triliun. Diprediksi, angka ini akan terus naik bila tidak ada kebijakan pembenahan salah satunya kenaikan iuran. 

Baca juga: DPR tolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan kelas tiga
Baca juga: DPR tolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan kelas tiga

Pewarta: Asmaul Chusna
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019