Jakarta (ANTARA) - Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) menyusun Rancangan Standar Nasional Indonesia (SNI) penyelenggara layanan rehabilitasi pecandu narkotika agar proses rehabilitasi tersebut dapat terlaksana lebih efektif.

"Sampai saat ini, penyelenggara layanan rehabilitasi pengguna narkotika belum memiliki standar yang sama," kata Direktur Pengembangan Standar Infrastruktur, Penilaian Kesesuaian, Personal, dan Ekonomi Kreatif BSN Hendro Kusumo dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, Jakarta, Rabu.

Hendro menuturkan standar nasional layanan rehabilitasi ini sempat disinggung oleh temuan Ombusdman karena perbedaan masing-masing layanan publik itu yang berdampak langsung ke masyarakat pengguna, baik dalam bentuk layanan yang akan diterima maupun biaya yang harus ditanggung.

Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2017, terdapat 3.376.115 orang penyalah guna NAPZA, dengan 1 juta orang dalam kategori prioritas untuk rehabilitasi. Sesuai dengan Pasal 54 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Berdasarkan catatan BNN, sampai tahun 2018 terdapat sekitar 923 lembaga rehabilitasi yang mampu melayani sekitar 30.000 pecandu, di mana pengelolaan lembaga rehabilitasi tersebut antara lain dilakukan oleh Kementerian Sosial yang melayani 2.204 orang; Instansi Penerima Wajib Lapor (IPWL) dengan 788 institusi seperti BNN, Kementerian Kesehatan, Kepolisian ri dan Kementerian Hukum dan HAM yang melayani 9.415 orang; serta lembaga swasta atau lembaga masyarakat yang melayani 17.894 orang.

Baca juga: Nunung akui hidup lebih baik setelah jalani rehabilitasi

Baca juga: BNN: Pengguna narkoba di NTT mencapai 36.000 orang

Baca juga: 140 pecandu narkoba Pekalongan jalani rehabilitasi


Sementara itu, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika (P4GN) mengamanatkan untuk menyusun standardisasi layanan rehabilitasi berkelanjutan secara nasional.

Untuk itu, hasil rapat koordinasi yang dilakukan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan terkait tindak lanjut Inpres Nomor 6 Tahun 2018, menyepakati untuk menyusun standar tentang layanan rehabilitasi berkelanjutan dalam bentuk SNI.

Pada saat itu belum ada Komite Teknis yang relevan untuk menyusun SNI terkait rehabilitasi NAPZA, maka pada awal September 2019, BSN atas usulan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan membentuk Komite Teknis 03-11 Rehabilitasi Pecandu Narkotika, yang keanggotaannya terdiri dari perwakilan 4 pemangku kepentingan, yakni pemerintah, konsumen, pelaku usaha, dan pakar, di mana sekretariat Komite Teknis dikelola oleh Kementerian Koordinator Bidang PMK, tepatnya di Asdep Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit.

Pada akhir Oktober 2019, Komite teknis 03-11 telah menyelesaikan penyusunan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) tentang Penyelenggara layanan rehabilitasi bagi pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA).

"Standar ini dimaksudkan agar terdapat acuan atau standar bagi penyelenggaraan layanan rehabilitasi bagi pecandu, penyalah guna, dan korban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA),” ujar Hendro.

Hendro menuturkan ruang lingkup SNI ini mengatur dan menetapkan persyaratan umum dan persyaratan khusus penyelenggara layanan rehabilitasi bagi pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan NAPZA.

Rehabilitasi yang dimaksud meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial dalam bentuk layanan rawat jalan maupun rawat inap.

Saat ini, perumusan RSNI ini telah memasuki tahap jajak pendapat mulai 1-20 November 2019. Jajak pendapat bertujuan untuk mendapat tanggapan dan masukan dari masyarakat luas, khususnya para pelaku yang langsung terlibat dalam layanan publik, baik tanggapan yang bersifat editorial maupun substansial. Tanggapan dan masukan bisa disampaikan melalui portal web: sispk.bsn.go.id.

"Saya harap masyarakat lebih khusus yang pernah atau sedang mendapatkan layanan rehabilitasi dapat turut berperan aktif dan terlibat dalam penyusunan standar di tahap uji publik ini dengan memberikan komentarnya. Hal ini pada dasarnya sangat dibutuhkan agar pada saat ditetapkan, substansi SNI dapat berkualitas," tutur Hendro.

Standar ini merupakan standar hasil pengembangan sendiri, yang harapannya ke depan berbagai pihak bisa mendapatkan manfaat dari tersedianya SNI ini di masa yang akan datang, yakni penyelenggara layanan dapat meningkatkan layanannya, disertai dengan pengakuan dalam bentuk sertifikasi SNI; pemerintah dapat melakukan pembinaan yang terukur, melalui rencana aksi pembinaan penyelenggara layanan rehabilitasi, menuju layanan yang paripurna; serta masyarakat atau pengguna akan mendapat kejelasan dan jaminan standar layanan rehabilitasi yang akan diterima.*

Baca juga: Di Kendari lima Puskesmas melayani rehabilitasi pecandu narkoba gratis

Baca juga: Putra Nunung akui jarang bertemu ibunya selama rehabilitasi

Baca juga: BNN Singkawang rehabilitasi 42 pecandu narkoba

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019