Banjarmasin (ANTARA) - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan selama ini masyarakat yang berobat menggunakan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan seperti dipandang sebelah mata oleh pengelola fasilitas kesehatan baik rumah sakit dan lainnya dan diminta agar kesan diskriminatif itu sudah saatnya dihilangkan.

"Pemegang BPJS Kesehatan jangan dipandang orang miskin atau tidak punya duit, sehingga dilayani ala kadarnya," kata Ketua YLKI Kalimantan Selatan DR H Fauzan Ramon MH di Banjarmasin, Selasa (12/11).

Dia mengakui, selama ini banyak pengaduan masyarakat ke YLKI yang mengeluhkan soal pelayanan yang kurang baik terhadap pasien pemegang BPJS Kesehatan.

"Masyarakat mengeluh, kadang ada oknum perawat jutek, tidak ada senyum-senyumnya setelah mengetahui pasien BPJS. Pelayanan seadanya seperti tidak ikhlas. Bahkan, ruang rawat inap sering dibilang penuh dan sebagainya. Ini fakta di lapangan yang dirasakan banyak warga," kata pria yang berprofesi sebagai pengacara itu.

Padahal, pemegang kartu BPJS Kesehatan sudah membayarkan iuran perbulan yang tak sedikit. Itu artinya, warga berobat tidak gratis, sehingga wajib dilayani sebaik-baiknya sesuai standar pelayanan kesehatan.

Begitu juga pemegang BPJS Kesehatan yang dari pemerintah bagi warga kurang mampu, semua biaya sudah ditanggung oleh negara.

Baca juga: Menkes tetap ingin peserta mandiri kelas III disubsidi

Baca juga: Menkes: Perlu data yang benar untuk subsidi BPJS

Baca juga: Kemenkeu terbitkan tiga PMK terkait iuran BPJS Kesehatan

 
Ketua YLKI Kalimantan Selatan DR H Fauzan Ramon MH. (antara/foto/firman)



Untuk itu, seiring naiknya iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen mulai 1 Januari 2020, Fauzan berharap tidak ada lagi kesan diskriminasi pelayanan di rumah sakit.

"Jangan sampai orang sudah bayar iuran mahal, tapi dilayani seadanya. Kadang harus antri lama dengan administrasi sangat rumit. Pemerintah harus bisa menjamin pemegang kartu BPJS baik kelas 1, kelas 2 atau kelas 3 mendapatkan pelayanan prima," katanya.

Di sisi lain, bagi masyarakat pemegang kartu BPJS Kesehatan, diingatkan agar memperhatikan kewajiban membayar iuran.

"Banyak kasus pula, terjadi tunggakan hingga keanggotaan BPJS tidak aktif lagi. Begitu ada yang sakit, baru kasak-kusuk menyelesaikan administrasi. Tentu menjadi kerugian tersendiri bagi warga bersangkutan," kata Fauzan yang juga Wakil Ketua Bidang Lembaga Peradi Kota Banjarmasin itu.

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pada Pasal 34 disebutkan, iuran BPJS Kesehatan Kelas I naik dari Rp80.000 menjadi Rp160.000, kelas II dari Rp51.000 menjadi Rp110.000, dan kelas III dari Rp25.500 menjadi Rp42.000.

Kenaikan iuran juga berlaku bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).*

Baca juga: Pimpinan buruh dukung subsidi bagi Kelas III mandiri BPJS Kesehatan

Baca juga: Menko PMK: Acuan kenaikan iuran BPJS Perpres 75/2019

Baca juga: Peserta BPJS mandiri di Kulon Progo mulai menurunkan kelas kepesertaan


 

Pewarta: Firman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019