Intinya bila kita mengeluarkan peraturan baru, jangan sampai peraturan baru itu menimbulkan permasalahan baru
Jakarta (ANTARA) - "Tenggelamkan!" adalah kata yang menjadi ciri khas dari Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019, Susi Pudjiastuti.

Mengapa Susi Pudjiastuti sangat getol memberantas aktivitas penangkapan ikan ilegal yang marak terjadi di sejumlah kawasan perairan Nusantara?

Menurut Susi, aktivitas kejahatan perikanan yang terjadi di Indonesia dan banyak negara lainnya juga mengancam berbagai aspek kemanusiaan yang harus segera diatasi secara global, karena pencurian ikan juga terkait pula dengan kejahatan keji lainnya seperti perbudakan.

Selain itu, ujar dia, terdapat pula tindak pencurian ikan yang juga terkait dengan perdagangan satwa langka serta hingga penyelundupan senjata api dan narkoba.

Susi juga mengingatkan bahwa tindak pidana sektor perikanan merupakan aktivitas kejahatan yang dinilai menguntungkan karena kerap dapat menghindari pajak seperti dengan melakukan alih muatan di tengah laut, sehingga bisa mengurangi beban biaya lebih besar lagi.

Mengingat banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan terkait pencurian ikan, tidak heran banyak warga yang menginginkan agar Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo melanjutkan langkah yang telah diambil menteri sebelumnya.

Misalnya, Ketua Harian Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) Moh Abdi Suhufan menyatakan, Menteri Edhy perlu untuk konsisten menjalankan perintah UU No 45/2009 yang menjadi dasar dilakukannya tindakan penenggelaman kapal ikan ilegal.

"Menteri Kelautan dan Perikanan perlu tetap konsisten menjalankan perintah UU atau regulasi saja dan tidak perlu melakukan kebijakan tambahan," kata Moh Abdi Suhufan.

Moh Abdi Suhufan mengingatkan bahwa penenggalaman kapal ikan telah diatur dalam UU 45/2009 tentang perikanan dalam pasal 69 ayat 4 yang berbunyi "Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup".

Sementara ayat (1) yang dimaksud berbunyi "Kapal pengawas perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia".

"Artinya tidak ada yang salah dan keliru dalam aksi penenggelaman selama ini, hanya semata-mata penegakan hukum dan menjaga kedaulatan NKRI," kata Ketua Harian Iskindo.

Abdi mengakui memang ada ketentuan UU 45/2009 dalam pasal 76C ayat 5 yang berbunyi "Benda dan/atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana perikanan yang berupa kapal perikanan dapat diserahkan kepada kelompok usaha bersama nelayan dan/atau koperasi perikanan".

Namun, lanjutnya, proses itu baru bisa dilakukan setelah proses pengadilan selesai. Hal ini juga sudah pernah dilakukan tapi tidak berjalan mulus sebab pihak yang menerima kapal tersebut tidak siap dengan modal, SDM dan manajemen pengelolaan.

Menteri Edhy dalam sejumlah kesempatan juga menegaskan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak akan pernah berhenti memerangi illegal fishing atau penangkapan ikan secara ilegal.

"Illegal fishing merupakan musuh bersama dan KKP tidak akan pernah berhenti memeranginya," kata Menteri Edhy.

Baca juga: Menteri Edhy pastikan tindak tegas pencurian ikan

Tidak akan bertentangan
Menurut Edhy Prabowo, pihaknya juga akan memastikan bahwa kebijakan KKP ke depan tidak akan bertentangan dengan semangat pemberantasan pencurian ikan selama ini.

Dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (14/11), Menteri Edhy juga mewacanakan agar berbagai kapal penangkap ikan ilegal yang telah ditangkap dan sudah melewati putusan inkracht (berkekuatan hukum tetap), bisa saja diserahkan kepada kelompok nelayan.

Menurut Edhy, proses penyerahan kapal ikan yang telah inkracht oleh putusan pengadilan, maka bisa saja diserahkan secara gratis kepada kelompok nelayan yang memang mampu mengelolanya.

Selain itu, ujar dia, dengan mekanisme tersebut maka harus pula melibatkan peran pemerintah daerah baik dari tingkat provinsi hingga ke tingkat pemerintahan kabupaten/kota.

Menteri Edhy mengungkapkan sebenarnya Presiden Joko Widodo mengharapkan setelah penenggelaman, bagaimana KKP bisa terus memberdayakan sumber daya laut dan bermanfaat bagi pesisir.

Ia mencontohkan agar kapal-kapal yang ada bisa disita untuk keperluan lainnya seperti untuk kapal ambulans atau rumah sakit terapung.

Hal yang paling terpenting, lanjutnya, adalah keterlibatan nelayan yang merupakan mata dan telinga dalam hal pengawasan terhadap lautan Nusantara.

Dalam kunjungannya ke berbagai daerah pada November ini, Menteri Kelautan dan Perikanan juga tidak pernah berhenti ditanyakan wartawan mengenai penenggelaman kapal

Edhy Prabowo menyatakan pihaknya pasti bakal terus menindak tegas aktivitas pencurian ikan yang dilakukan di kawasan perairan nasional.

"Pencurian ikan pasti akan kami tindak tegas. Kalau tenggelamkan kapal, kami juga bisa. Tapi bukan juga hanya itu. Selanjutnya apa? Yang terpenting adalah menyelesaikan urusan nelayan," kata Edhy saat melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Sabtu (16/11).

Menteri Edhy menyatakan dirinya akan tetap melanjutkan kebijakan penenggelaman kapal yang dinilai baik.

Meskipun begitu, ia menekankan bahwa komunikasi dua arah dengan nelayan dan pembinaan untuk meningkatkan industri perikanan ke depan menjadi prioritasnya.

Baca juga: Iskindo: Menteri Kelautan Perikanan perlu konsisten tenggelamkan kapal

Cantrang
Permasalahan lain yang masih menjadi kontroversial sehingga perlu ada kajian mendalam menurut Menteri Edhy antara lain terkait alat tangkap cantrang yang dilarang.

Menteri Edhy menyatakan bahwa untuk dapat diterima secara umum, perlu ada pengkajian lebih dalam dan pemaparan lebih gamblang terkait alasan mengapa cantrang dilarang.

Ia juga telah menerima perwakilan dari pelaku usaha perikanan Pati-Juwana, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu, guna mendiskusikan persoalan pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang yang dinilai merusak lingkungan.

Pelaku usaha yang hadir pun menyebut, sebenarnya mereka sudah mengikuti program peralihan alat tangkap yang sebelumnya dicanangkan KKP, namun beberapa pelaku usaha terkendala pembiayaan peralihan.

Dalam pengoperasiannya, para pelaku usaha mengakui kalau cantrang memiliki dampak merusak, meskipun mereka sebut tidak separah penggunaan trawl. Cantrang dapat mengenai karang hias, tetapi tidak merusak terumbu karang.

"Kita ingin menyeimbangkan isu lingkungan dengan isu mata pencaharian Bapak semua. Saya tidak ingin mengabaikan salah satunya. Jadi sebelum aturan dijalankan, kami akan buatkan dulu solusinya," kata Menteri Edhy.

Edhy juga menginginkan bila pihaknya membuat regulasi baru terkait dengan sejumlah alat tangkap yang kontroversial seperti cantrang dan trawl, maka regulasi baru tersebut tidak menimbulkan kegaduhan ke depannya.

Menteri Kelautan dan Perikanan mengungkapkan, diharapkan pada bulan Desember 2019 mendatang sudah ada keputusan baru terkait dengan hal tersebut.

Keputusan terkait regulasi baru itu, ujar dia, juga diharapkan dilakukan deengan kajian yang jelas baik secara akademis, filosofis, maupun ekonomis.

"Intinya bila kita mengeluarkan peraturan baru, jangan sampai peraturan baru itu menimbulkan permasalahan baru," kata Edhy.

Menurut dia, apapun keputusan yang diambil maka akan diserahkan kepada kelompok nelayan terlebih dahulu agar mereka dapat bisa membaca draf regulasinya sebelum diumumkan kepada publik. Selain itu, Edhy juga menjamin bahwa regulasi baru itu juga akan dikaji pula kepada Menko Kemaritiman dan Kepala Negara.

Baca juga: Luhut respon rencana Edhy Prabowo soal kapal ikan ilegal

Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019