Kudus (ANTARA) - Suara kaki yang bergesekan dengan lantai terdengar jelas saat seorang bocah laki-laki berpostur kecil berusaha mengejar dan memukul kok agar melewati jaring di depannya.

Sesekali ia melenguh saat bola yang dipukulnya meleset terlalu jauh dari garis atau malah gagal jatuh di kotak permainan lawannya. Sementara seorang pria di belakangnya terus membisikkan beberapa kalimat berniat memberikan arahan dan motivasi pada bocah tersebut.

Bocah tersebut adalah Muhammad Hilman Andriansyah (13). Ia menjadi salah satu finalis dalam Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis 2019 yang bertekad menjadi atlet pemusatan latihan nasional (pelatnas) di masa mendatang.

Peserta asal Tasikmalaya itu telah menunjukkan tekadnya untuk menjadi seorang atlet profesional dengan mengikuti beberapa kali audisi sejak 2018. Namun ia baru bisa tembus final melalui audisi umum seri Purwokerto pada September lalu.

Sebelum mendaftarkan diri di audisi umum PB Djarum, Hilman telah tergabung dengan salah satu klub di daerahnya sejak duduk di kelas dua Sekolah Dasar (SD). Namun ia sudah mulai menyukai olahraga tepok bulu itu sejak berusia empat tahun, yang ketika itu orang tuanya juga sering mengajak Hilman menonton turnamen bulu tangkis di televisi.

Baca juga: Gawai jadi hambatan pembinaan atlet muda PB Djarum

"Hilman itu sudah mulai suka dengan bulutangkis sejak dari TK umur empat tahun. Dia udah mulai main dengan tembok doang di rumah," ungkap Ayah Hilman, Deni Andriasnyah saat ditemui di GOR PB Djarum, Kudus, Jawa Tengah, Rabu.

"Dan dia ikut audisi itu, pikirannya udah jauh. Dia ingin jadi atlet pelatnas," ucap Deni menambahkan.

Selama di klub, Hilman sudah terbiasa dengan jadwal latihan yang cukup padat. Ia habiskan Senin sampai Jumat untuk latihan selama delapan jam per harinya. Sesi pagi dimulai dari pukul 08.00-12.00 dan dilanjut sesi sore pada pukul 17.00-20.00.

Meski diakuinya melelahkan, Deni menyatakan bahwa Hilman tak pernah sekalipun mengeluh atau menyerah untuk bisa menjadi seorang atlet. Berkali-kali Deni memastikan dan menjelaskan soal risiko dari pilihan anaknya itu, ia selalu mendapatkan jawaban yang sama: "aku ingin jadi atlet bulutangkis."

Kesempatan emas

Dalam Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis itu, Hilman merupakan salah satu peseeta yang beruntung. Sesaat setelah meraih super tiket di audisi seri Purwokerto, ia menjadi satu-satunya peserta yang dilirik oleh tim pencari bakat untuk melakukan karantina lebih dulu selama tiga minggu di GOR Djarum.

Di markas Djarum, ia mendapatkan kesempatan belajar dan dilatih oleh jajaran pelatih PB Djarum seperti Engga Setiawan dan Bandar Sigit.

Deni pun heran dengan anaknya yang bisa mendapatkan kesempatan emas itu.

"Saya juga gak tahu kenapa. Tapi mungkin tim pencari bakal melihat sesuatu yang berbeda dari dia yang harus diasah dan diperbaiki," tuturnya.

Pun demikian saat bertanding di audisi umum Purwokerto, Hilman menjadi satu-satunya yang mendapatkan lawan seorang legenda bulutangkis Indonesia karena lawan sebenarnya yang tidak hadir.

Dalam pertandingan yang berlangsung sekitar 10 menit itu, Hilman mencatatkan angka yang cukup memuaskan yakni 7-9.

Penampilan Hilman saat bertanding di audisi final memang terlihat berbeda dibandingkan peserta lainnya. Di saat bocah lain lebih banyak melakukan teknik pukulan overhead, Hilman justru sudah cukup lihai memberikan variasi pukulan seperti backhand bahkan netting.

Baca juga: PB Djarum prioritaskan cetak atlet tunggal putra berprestasi

Hilman juga bisa memberikan tempo permainan yang berubah seketika sehingga dapat mengejutkan dan memaksa lawan membuat kesalahan sendiri.

Hilman yang kini masih duduk di kelas enam SD itu berkeinginan bisa seperti Kevin Sanjaya yang merupakan atlet binaan PB Djarum sejak 2007 dan banyak berprestasi di sektor ganda putra.

Di antara klub-klub papan atas tanah air, bisa menjadi bagian PB Djarum memang kerap menjadi impian anak-anak untuk mengantarkan mereka menjadi pebulu tangkis yang berprestasi di tingkat nasional bahkan internasional.

Meski Hilman juga bermimpi seperti itu, ia mengaku tak akan putus asa jika dirinya tidak berhasil mendapatkan beasiswa dan bergabung dengan PB Djarum. Ia percaya masih ada jalan lain untuk meraih cita-citanya menjadi seorang atlet nasional yang suatu hari nanti bisa membanggakan Indonesia di level dunia.

Baca juga: Gawai jadi hambatan pembinaan atlet muda PB Djarum
 

Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2019