Sudah seyogyanya setiap usaha membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar, di mana otomatis sebagai modal sosial yang kuat dalam ekosistem bisnis yang digeluti
Jakarta (ANTARA) - Pelaku usaha rintisan khususnya mereka yang bergerak di bidang teknologi disarankan memperkuat modal sosial untuk masyarakat sekitar yang menjadi pendukung usaha bukan justru melakukan promosi tanpa kontrol atau lazim disebut "bakar uang". 

Direktur Generasi Optimis Research & Consulting (GORC) Frans Meroga di Jakarta, Sabtu, mengatakan usaha rintisan lokal mestinya belajar dari para pendahulunya yang terlebih dahulu sukses khususnya dari sisi perkuatan modal sosial.

“Sudah seyogyanya setiap usaha membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar, di mana otomatis sebagai modal sosial yang kuat dalam ekosistem bisnis yang digeluti,” kata penulis buku berjudul The Ma’ruf Amin Way itu.

Untuk itu ia menilai ketimbang pelaku usaha rintisan melakukan promosi berlebihan yang hanya berorientasi untung semata ia mengimbau mereka agar mulai merangkul para pelaku UMKM sebagai mitra penjual.

“Bukan malah menyebut mereka sebagai masyarakat receh. Daripada 'bakar uang' untuk promo, diskon, dan event alangkah lebih bermanfaat budget yang ada dipakai untuk program pemberdayaan UMKM mitra mereka,” kata Frans lagi yang juga Vice President Nasari Cooperative Group itu.

Baca juga: Gojek pastikan akhiri "bakar uang"

Ia menyarankan perusahaan-perusahaan yang beranjak besar itu untuk mengarahkan dan membina para pelaku UMKM untuk membentuk koperasi sehingga selalu solid dalam kaidah kebersamaan musyawarah untuk mufakat.

“Perkuat mereka dengan penguasaan teknologi sehingga menjadi koperasi yang modern tapi tetap bermodal sosial kuat, karena berkoperasi itu keren," ujar Frans Meroga.

Ia juga menyarankan usaha rintisan yang telah sukses mulai menyusun program pelatihan bagi para pelaku UMKM tersebut.

“Dampingi mereka untuk meningkatkan mutu produk agar dapat bersaing dengan produk global. Lalu dimungkinkan pula berikan pinjaman sebagai tambahan modal agar mereka dapat meningkatkan kelasnya sebagai pelaku UMKM," kata pria yang menjabat Ketua DPP Asosiasi Koperasi Simpan Pinjam Indonesia tersebut.

Frans mengimbau semua pelaku usaha rintisan memahami bahwa dalam penetrasi pasar yang terpenting adalah perkuat modal sosial dalam ekosistem bisnisnya.

Menurut dia, strategi "bakar uang" hanyalah akan menjadi lingkaran setan yang tidak akan pernah ada habisnya, hingga bahkan akan membawa usaha rintisan ke dalam kehancuran.

Pihaknya sempat memprediksi terjadinya bubble economic dalam usaha rintisan akibat tradisi "bakar uang" sebagai strategis bisnis mereka.

Baca juga: Tak kuat bakar uang, Bos Lippo jual dua pertiga saham OVO

Faktanya pun mulai terindikasi terjadi salah satunya ketika Raksasa Lippo Group memutuskan untuk melepas 70 persen sahamnya dalam OVO yang selama ini berada di bawah PT Multipolar Tbk, anak usaha Lippo Group sekaligus induk usaha OVO.

Frans Meroga Panggabean mengatakan bahwa gejala tidak sehat akibat strategi bakar uang bisnis start-up sebenarnya sudah terlihat sejak 4 tahun terakhir.

“Apa yang terjadi pada WeWork dan Uber secara global sebenarnya juga telah mengafirmasi risiko bagai bom waktu akan bubble ekonomi sebagai pemicu krisis,” katanya.

Baca juga: Awas ancaman krisis, imbas bisnis "start up" bakar uang
 

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019